OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 07 Oktober 2016


06 

Mustahil Arab Saudi Meninggalkan Kalender Hijriyah


Oleh : Dr. Slamet Muliono*
10Berita-Berbagai respon atas kebijakan pemerintahan Arab Saudi dalam rangka untuk menghemat anggaran negara, dengan menggunakan kalender Masehi, telah melahirkan sejumlah polemik. Masyarakat dunia seolah dikagetkan oleh pergantian penggunaan kalender. Kalau selama ini, Arab Saudi menggunakan Kalender Hijriyah, maka demi penghematan anggaran, menggantinya dengan Kalender Masehi. Penggunaan kalender Masehi itu tidak dipahami substansinyasecara benar, sehingga muncul salah paham.  Tragisnya, kesalahpahaman itu kemudian dibelokkan dengan mencari siasat untuk menyebarkan berita bohong guna memojokkan Arab Saudi.
Banner Utama
Sebagaimana diberitakan bahwa pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem kalender Gregorian atau Masehi dalam pembayaran gaji pegawai negeri. Perubahan dari kalender Hijriyah menjadi Masehi ini berlaku sejak Sabtu (1/10/2016). Perubahan ini merupakan sebagian dari keputusan pemerintah yang bertalian dengan upaya penghematan keuangan. Bahkan pemerintah juga menambahkan bahwa pemberian bonus, tunjangan, pengubahan, dan penangguhan fasilitas keuangan (kepada pegawai negeri) akan disesuaikan dengan kategorisasi mereka. Cuti tahun bagi para menteri juga dikurangi, dari 42 hari menjadi 36 hari. Pegawai negeri juga tidak akan menerima tunjangan transport selama libur dan bila tidak menggunakan 60 hari dayoff selama setahun berjalan, dayoff itu akan hangus. (CNNIndonesia.3/10/2016)
Penggunaan kalender Masehi oleh pemerintah Arab Saudi dipahami bukan hanya sebagai sebuah fenomena krisis keuangan negara ini, tetapi dianggap sebagai mengganti kiblat penanggalan. Bahkan ada yang menghembuskan bahwa kebijakan ini merupakan respon atas krisis yang paling parah sepanjang sejarah. Padahal penggunaan kalender Masehi hanya semata-mata mengatur  gaji, tunjangan, dan aneka pembayaran bagi pegawai negeri itu sudah disetujui oleh Kabinet pemerintahan. Dengan kata lain, penggunaan kalender Masehi sebagai langkah memangkas belanja negara.
Yang perlu diluruskan adalah bahwa apa yang dilakukan pemerintah Arab Saudi bukan untuk melakukan pergantian kalender Hijriyah secara mutlak dan keseluruhan, sebagaimana yang dipahami pihak yang salah paham. Sungguh naif dan menyimpang ketika menilai bahwa Arab Saudi mengganti penggunaan kalender Hijriyah menjadi kalender Masehi.
Setidaknya ada alasan ketidaklogisan pandangan yang menilai Arab Saudi telah berganti kiblat mengganti kalender Hijriyah.Pertama, Arab Saudi memahami bahwa dirinya adalah kiblat bagi negara-negara Islam yang lain. Perubahan penggunaan kalender Hijriyah menjadi Kalender Masehi, implikasinya justru sangat berbahaya, dimana kalender Hijriyah sebagai simbol Islam akan terhapus, dan Saudi dianggap sebagai pelopor penghapusan kalender Hijriyah ini. Arab Saudi bukan negara bodoh dan berpandangan sempit sebagaimana yang dianggap para pendengkinya. Arab Saudi tidak mungkin melakukan tindakan yang kontraproduktif dan menjerumuskan dirinya.
Kedua, adanya kesadaran bahwa umat Islam mengidentikkan dirinya dengan kalender Hijriyah. Tahun Hijriyah merupakan simbol dan identitas negara Islam. Tentu sangat naif di tengah munculnya kebanggaan terhadap Kalender Islam, tiba-tiba Aab Saudi menghapus kalender Hijriyah dengan mengganti Kalender Masehi.Bila ini benar, tentu Arab Saudi akan menjadi pihak yang disudutkan, dan bahkan menjadi negara yang melakukan penggembosan terhadap simbolisasi Kalender Hijriyah sebagai identitas Islam. Tentu saja pandangan ini jauh sekali dari gagasan Arab Saudi.
Ketiga, sebagian besar peribadatan dalam Islam dikaitkan dengan Kalender Hijriyah yang menggunakan perputaran bulan. Ketika penghapusan Kalender Hijriyah menjadi Kalender Masehi, maka kenaifan baru akan muncul. Bukankah peribadan dalam Islam lebih banyak merujuk pada peredaran bulan. Ketika menetapkan 1 Ramadhan sebagai awal puasa,1 Syawal untuk mengakhiri puasa Ramadhan dan melakukan shalat Idul Fitri, 10 Dzulhijjah untuk memastikan Idul Adha, 1 Muharram  sebagai tahun baru Hijriyah, 10 Muharram sebagai penentu puasa Asyura, puasa tengah bulan (yaumul bidh), maka semuanya menyandarkan pada perhitungan bulan. Bahkan masyarakat Arab juga menerapkan bulan-bulan Haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab) dengan menggunakan bulan Hijriyah. Dengan kata lain, sangat aneh ketika dikatakan Arab Saudi mengganti Kalender Hijriyah dengan Kalender Masehi.
Apa yang dilakukan oleh Arab Saudi dengan menggunakan Kalender Masehi, semata-mata merupakan kebijakan dalam negeri mereka untuk melakukan politik penghematan anggaran. Kebijakan Arab Saudi merupakan sebuah langkah penghematan yang patut untuk diacungi jempol. Ketika dipandang oleh negara lain sebagai negara yang makmur, tetapi mampu melakukan penghematan.
Kebijakan Arab Saudi merupakan implementasi dari program jangka menengah untuk mencapai kemandirian di bidang ekonomi tanpa mengandalkan minyak saja. Arab Saudi benar-benar bukan hanya menginginkan dirinya sebagai negara yang mandiri dan kuat dengan sumberdaya yang kokoh, tetapi mampu menjadi negara yang terus menyokong negara-negara lain yang dilanda krisis dan bencana. Hal itu bisa dilihat dari bantuan finansial Arab Saudi yang terus menerus terhadap rakyat Suriah, Palestina, dan negara-negara yang mengalami krisis.
Apa yang dilakukan Arab Saudi bisa menjadi  contoh bahwa penghematan anggaran itu dimulai dari pejabat, dan kemudian para pegawainya. Berbagai fasilitas yang selama ini dinikmati dipangkas, namun bantuan kepada negara yang membutuhkan uluran tangannya tidak mengalami penghentian. Penggunaan kalender Masehi hanya untuk penghematan anggaran negara guna mewujudkan Arab Saudi sebagai negara mandiri, bukan untuk mengubah dan menanggalkan Kalender Hijriyah.
Surabaya, 5 Oktober 2016
*Penulis adalah dosen di UIN Sunan Ampel dan STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya
Sumber: FokusIslam

Related Posts: