OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label Internatioal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Internatioal. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Desember 2019

Gereja Terus Dibongkar, Umat Kristen di Cina Resah

Gereja Terus Dibongkar, Umat Kristen di Cina Resah



10Berita - Umat Kristen di Cina mulai menunjukkan kekhawatirannya terhadap kebebasan beragama di negara itu setelah pihak berwenang membongkar sebuah gereja baru-baru ini.

Gereja di Cina utara dibongkar pada pekan ini, yang kedua dalam waktu kurang dari sebulan. Ini memicu kekhawatiran akan kampanye yang lebih luas melawan orang-orang Kristen saat pihak berwenang bersiap untuk menegakkan undang-undang baru tentang agama.

Polisi mengepung daerah di sekitar gereja Gereja Lampstand Gold di Linfen, Provinsi Shanxi, pada Minggu, 7 Januari 2018 sebelum pekerja konstruksi meledakkan bahan peledak, yang telah dipasang di dalam bangunan gereja. Menurut saksi dan pastor kepala, setelah ledakan awal, pekerja menghancurkan potongan yang tersisa dengan linggis dan palu.

Seorang pastor di sebuah gereja di dekatnya tiba setelah ledakan di Gereja Golden Lampstand dan menyaksikan buruh konstruksi memisahkan sisa-sisa bangunan itu. Pendeta itu meminta namanya tidak dipublikasikan karena takut balas dendam oleh pihak berwenang.

"Terdapat banyak polisi yang mengawal proses perobohan itu, sulit untuk dihitung. Mereka mencegah kerumunan jemaah yang coba mendekati lokasi itu," kata pendeta ini, seperti yang dilansir media global pada 11 Januari 2018.

Dia mengaku sedih melihat pembongkaran ini dan merasa khawatir tentang lebih banyak gereja yang akan dibongkar. Menurutnya gereja itu dibangun pada 2008, jadi tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menghancurkannya. Gereja ini memiliki sekitar 50 ribu jamaah. Diperkirakan, ada 60 juta penganut Kristen di Cina.

Menurut pendeta kepala, Yang Rongli, Gereja Gold Lampstand dibangun satu dekade yang lalu dan menghabiskan biaya sebesar belasan juta yuan. Rongli sendiri sebelumnya menghabiskan 7 tahun di penjara dengan tuduhan mengumpulkan kerumunan untuk mengganggu ketertiban lalu lintas dan berada di bawah pengawasan polisi sejak dibebaskan pada Oktober 2016.

Sebuah gereja Katolik di provinsi tetangga Shanxi juga dilaporkan dibongkar bulan lalu, 20 tahun setelah beroperasi.

Pemerintah merevisi undang-undang yang mengatur kelompok agama tahun lalu untuk pertama kalinya sejak 2005. Ini meningkatkan kontrol atas tempat-tempat ibadah.

Cina menjamin kebebasan beragama di atas kertas, namun dalam prakteknya pihak berwenang sangat mengatur banyak aspek kehidupan religius. Gereja harus mendapat sanksi resmi dan pastor harus mematuhi sejumlah peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah.

Kebijakan pembatasan telah menimbulkan pendirian bangunan gereja tanpa melalui jalur resmi. Pihak berwenang secara berkala menangkap pendeta atau melakukan pembongkaran bangunan yang digunakan oleh jemaat untuk ibadah.

Pihak berwenang kemudian semakin memperketat aturan sejak 2013, dimana melarang salib yang menjulang tinggi di menara gerja dan melarang pembangunan katedral-katedral besar. Pejabat melancarkan tindakan keras terhadap gereja-gereja di provinsi Zhejiang yang dipercepat pada tahun 2015, dan lebih dari 1.200 salib telah dibongkar.

Dalam sebuah laporan tahunan tentang kebebasan beragama, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan pemerintah Cina secara fisik menyiksa, menangkap, menahan, menyiksa, menjatuhkan hukuman penjara, atau melecehkan penganut kelompok agama terdaftar dan tidak terdaftar.

sumber; tempo


Senin, 23 Desember 2019

Muslim Dunia Didesak Boikot Produk Cina karena Langgar HAM Uighur

Muslim Dunia Didesak Boikot Produk Cina karena Langgar HAM Uighur


MANUFAKTUR EKONOMI CINA: Foto ini diambil pada 23 Mei 2019, menunjukkan para pekerja memeriksa produk aerosol di sebuah pabrik Cina yang akan diekspor ke Brasil, Argentina, Chili, Mesir, India dan negara lainnya. Pabrik aerosol ini berlokasi di Dongyang, provinsi Zhejiang timur, Cina. (Foto: STR/AFP)

10Berita KUALA LUMPUR Negara-negara Muslim harus memulai memboikot produk-produk Cina, kata seorang ulama berpengaruh di Malaysia. Dia menyerukan diakhirinya penahanan dan penyiksaan terhadap etnis Uighur. Setidaknya satu juta di antaranya dilaporkan ditahan di provinsi Xinjiang, Cina.
Mohd Asri bin Zainul Abidin, ahli hukum Islam terkemuka di negara bagian Perlis Malaysia, mengatakan para pemimpin politik dari Dunia Islam harus melakukan lebih banyak tekanan ekonomi dan diplomatik terhadap Beijing terkait perlakuan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap kelompok minoritas Muslim yang tinggal di bagian paling barat provinsi Xinjiang itu.
“Kita perlu melakukan boikot sampai di tingkat produk Cina. Mereka tahu kekuatan daya beli kita,” kata Mohd Asri kepada Al Jazeera di sela-sela pertemuan puncak negara-negara mayoritas Muslim di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur, Jumat (20/12/2019).
“Keputusan harus diambil pada tingkat tertinggi negara-negara Muslim dan ulama untuk mengatasi masalah Uighur,” ujar Mohd Asri, yang sebelumnya mengatakan kepada peserta konferensi bahwa hampir dua miliar Muslim harus melenturkan otot ekonomi mereka untuk mempengaruhi kebijakan dunia.
“Kita harus melakukan sesuatu, karena mereka (Uighur) adalah saudara dan saudari kita,” tambahnya.
Sebagian besar negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah menjadi sasaran kritik oleh para pembela hak-hak Uighur atas “kebisuan” mereka dalam masalah penindasan Cina terhadap kelompok minoritas Muslim tersebut.
Nasib Uighur
Pada Juli 2019 lalu, lebih dari 20 negara memberikan suara untuk pertama kalinya pada sebuah resolusi sebelum Dewan Hak Asasi Manusia PBB menyerukan diakhirinya penahanan massal warga Uighur di Xinjiang.
Tetapi parahnya 14 negara anggota OKI malah bergabung dengan 23 negara lainnya dengan berpihak kepada Cina. Mereka memuji Cina melakukan “pencapaian luar biasa di bidang hak asasi manusia”.
Pada November lalu, Dolkun Isa, seorang pemimpin senior Uighur di pengasingan Eropa, mengatakan tidak ada alasan hening dan bisunya dunia terhadap penindasan ini. Dia juga meminta semua negara agar memutuskan hubungan perdagangan dengan Beijing.
Pada Selasa (17/12), Charles Santiago, anggota Parlemen Malaysia untuk koalisi yang memerintah, mendesak para pemimpin di KTT Kuala Lumpur untuk mengangkat masalah Uighur.
Di antara negara-negara mayoritas Muslim, Malaysia adalah mitra dagang utama Cina pada 2018, dengan perkiraan ekspor $45,8 miliar, menurut Pusat Perdagangan Internasional di Jenewa.
Sementara itu, Cina mencatat ekspor senilai $ 76,9 miliar pada 2018 ke India, yang memiliki populasi minoritas Muslim sekitar 200 juta orang.
Menurut sebuah laporan PBB, diperkirakan ada satu juta warga Uighur yang ditahan di Xinjiang.
Namun, Randall Schriver, pejabat tinggi pertahanan AS yang bertanggung jawab atas Asia, mengatakan pada Mei lalu bahwa angka itu “kemungkinan mencapai tiga juta warga”—mewakili hampir sepertiga dari total 10 juta populasi Uighur.
Sementara aktivis dan kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh Cina berusaha menghapus bahasa, budaya dan agama etnis Uighur. Cina juga disebut memaksa Muslim Uighur untuk melepaskan tradisi dan keyakinan Islam, seperti penggunaan jilbab di kalangan wanita dan jenggot di kalangan pria. Umat ​Islam juga dilarang berpuasa selama bulan Ramadhan.
Cina membantah bahwa warga Uighur ditahan atas kehendak rezim komunis tersebut. Beijing menggambarkan fasilitas (penahanan, red) itu sebagai “pusat pelatihan” atau kamp “pendidikan ulang” yang bertujuan melawan “ancaman teroris” dan “ekstremisme” di Xinjiang. Beijing juga menyangkal perlakuan buruk terhadap warga Uighur.
Muhamed Ljevakovic, seorang pembicara pada Kuala Lumpur Summit 2019 dari Bosnia-Herzegovina, mengatakan, sebagian besar negara yang berpartisipasi dalam KTT adalah “teman-teman Cina”, sehingga “tidak ada kesempatan” untuk menghadapi Beijing lebih kuat dalam masalah Uighur.
“Teman-teman seharusnya saling mengatakan yang sebenarnya. Teman-teman seharusnya mengatakan kepada mereka (pejabat-pejabat Cina) bahwa apa yang sedang terjadi saat ini tidak baik untuk Cina. Ini tentu saja tidak baik bagi Uighur. Tetapi orang-orang pada takut untuk berbicara mengeluarkan pikiran mereka,” katanya kepada Al Jazeera.
“Itulah sebabnya kami tidak menerima resolusi penuh di sini karena mereka secara diplomatis berusaha untuk tidak mengatakan apa pun.” (mus)
Sumber: Al Jazeera

Jumat, 20 Desember 2019

Oleh Cina, Cendekiawan Moderat Muslim Uighur pun Dipenjara Dituduh Ekstremis

Oleh Cina, Cendekiawan Moderat Muslim Uighur pun Dipenjara Dituduh Ekstremis

10Berita – Anak perempuan Ilham Tohti, seorang cendekiawan Uighur yang dipenjara di China mengaku tidak tahu apakah ayahnya masih hidup.
Jewher Ilham mengatakan hal itu setelah menerima penghargaan hak asasi manusia dari Eropa atas nama ayahnya.
Ilham Tohti dipenjara seumur hidup atas tuduhan terlibat dalam gerakan separatisme pada tahun 2014.
China telah menuai protes internasional akibat perlakuannya terhadap Uighur, minoritas Muslim di wilayah Xinjiang barat.

Tohti, seorang sarjana ekonomi, dikenal karena penelitiannya tentang hubungan antara orang-orang Uighur dan Han.
Jaksa penuntut dalam sidang tahun 2014 menuduh dia terlibat dalam kegiatan separatis termasuk mempromosikan kemerdekaan bagi Xinjiang di situs webnya, Uighur Online.

Sumber: Eramuslim



Rabu, 04 Desember 2019

Uang Buat Kita Lengah; Senator Australia Ingatkan Bahaya Infiltrasi China

Uang Buat Kita Lengah; Senator Australia Ingatkan Bahaya Infiltrasi China




10BeritaSenator independen Jacqui Lambie menuduh Pemerintah Australia dan oposisi kurang berani melindungi rakyatnya dari "ancaman eksistensial" yang ditimbulkan China terhadap negara itu.

Hubungan Australia-China:
- Senator Lambie menuding pemerintah dan oposisi Australia terlalu tergantung pada China
- Senator Rex Patrick dari faksi Centre Alliance mengajukan mosi pembentukan komisi penyelidikan hubungan bilateral dengan China
- Faksi pemerintah dan faksi oposisi menolak mosi tersebut

"Sudah waktunya anggota parlemen ini terbangun dan menyadari adanya upaya China menginfiltrasi ekonomi dan demokrasi kita," ujar Senator Lambie dalam pidatonya di Senat Australia, Selasa malam (4/12/2019).

"Kedua kubu politik (pemerintah dan oposisi) perlu melihat dirinya sendiri dan memastikan apakah mereka bertindak demi kepentingan nasional kita dalam urusan China," katanya.

"Kita telah jadi sasaran empuk (ancaman dari China)," tambah Senator Lambie.

Senator dari daerah pemilihan Tasmania ini melontarkan pernyataan tersebut dalam sesi debat atas mosi yang diajukan Senator Rex Patrick dari faksi Centre Alliance.

Senator Patrick sebelumnya mendesak Senat untuk membentuk komisi yang bertugas menyelidiki segala hal terkait hubungan bilateral Australia dan China.

Baik faksi pemerintah maupun faksi Partai Buruh yang beroposisi menolak mosi ini.

Senator Lambie yang mendukung mosi itu menyatakan peringatan mengenai upaya Partai Komunis China menyusupi Parlemen Australia bukanlah teori konspirasi.

"Mereka sudah datang ke sini. Seorang yang dibina Pemerintah China untuk menjadi caleg Partai Liberal di Parlemen Australia, telah ditemukan tewas," katanya.

"Tidak ada yang terbukti tapi hal ini jelas memprihatinkan. Saya pikir kita semua sudah tahu apa yang terjadi," ujar Senator Lambie.

"Yang pasti China secara aktif berusaha untuk mengubah demokrasi kita, dan tidak ada pihak yang membicarakannya dengan serius," katanya.

Senator Lambie mengatakan pemerintah saat ini dan sebelumnya telah membuat Australia terlalu tergantung secara ekonomi pada China.

Pemerintahan dari Partai Koalisi Liberal Nasional maupun dari Partai Buruh, katanya, telah menjual nilai-nilai Australia demi mendapatkan uang.

"Sepertiga ekspor Australia itu ke China. Kita mengirimkan lebih dari $ 120 miliar ekspor bijih besi dan batubara ke China," katanya.

"Perguruan tinggi kita, secara memalukan, mengeruk lebih dari $ 32 miliar dari mahasiswa internasional," tambah Senator Lambie.

Dia mendesak Australia untuk lebih berani menghilangkan ketergantungannya pada China sebagai mitra dagang.

"Semua uang itu telah membuat kita lengah," ujarnya.

Senator Lambie dalam kesempatan itu memuji hasil kerja Komisi Anti Korupsi di negara bagian New South Wales yang katanya membongkar dugaan suap seorang pengusaha China ke politisi Partai Buruh.

"Mereka punya komisi anti korupsi yang mampu membasmi semua itu. Mereka punya UU donasi politik terbaik di negara ini. Makanya aparat New South Wales dapat mencium bau busuk," katanya.

"Sayangnya hal ini tidak bisa dicegah di tingkat federal dan bukan karena tidak mungkin, tapi karena tidak ada keberanian," ujar Senator Lmabie.

"Tidak ada penegakan hukum dan tak ada tindak-lanjut jika ditemukan adanya kebusukan," paparnya. [detik]