OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label DUNIA ISLAM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DUNIA ISLAM. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Maret 2018

Saudi Segera Bangun Reaktor Nuklir

Saudi Segera Bangun Reaktor Nuklir

10Berita – Dewan Kerajaan Arab Saudi menyetujui program pengembangan reaktor atom nuklir yang menjadi bagian dari program nasional kerajaan untuk mewujudkan Saudi Vision 2030 di bawah kepemimpinan Raja Salman dan Putra Mahkota Muhammad Bin Salman.

Dalam rilisnya, Dewan Kerajaan menekankan bahwa semua aktivitas pengembangan reaktor nuklir Arab Saudi dimanfaatkan untuk tujuan damai, sesuai dengan batasan yang telah ditentukan oleh perjanjian internasional, lansir Al Arabiya, Selasa, (13/3).

Berikut pengumuman kebijakan nasional Arab Saudi terkait Program Energi Atom Nuklir Kerajaan Arab Saudi yang dirilis Kantor Berita Resmi, Saudi Press Agency :

Dewan Kerajaan menyetujui kebijakan nasional mengenai Program Energi Atom Kerajaan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Membatasi semua kegiatan pengembangan atom nuklir untuk tujuan damai, dalam kerangka kerja dan hak yang telah ditentukan oleh undang-undang, perjanjian dan konvensi internasional.

2. Mematuhi prinsip transparansi dalam aspek regulasi dan operasional.

3. Memiliki standar keselamatan nuklir dan di tempat fasilitas nuklir dan radiologis, sesuai dengan kerangka peraturan dan pengawasan independen.

4. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam nasional, termasuk minyak mentah nuklir dan penerapan standar global dan praktik internasional pengelolaan limbah radioaktif.

5. Mencapai keberlanjutan melalui pengembangan produksi lokal di sektor energi atom.

Sangat bergantung pada penjualan minyak bumi, Arab Saudi mulai berbenah meninggalkan energi fosil tidak terbaharukan di bawah kepemimpinan Putera Mahkota bin Salman dalam Visi 2030. Termasuk program ekonomi yang tidak akan bergantung pada penjualan minyak. (Mt/ram)

Sumber : Eramuslim

Jumat, 02 Maret 2018

Kian Liberal, Kini Waktu Penutupan Toko Saat Shalat 5 Waktu di Arab Saudi Diperdebatkan

Kian Liberal, Kini Waktu Penutupan Toko Saat Shalat 5 Waktu di Arab Saudi Diperdebatkan

10Berita – Kewajiban menutup toko selama waktu shalat wajib 5 waktu kini menjadi perdebatan di kalangan para pakar di Arab Saudi. Sejumlah pakar menilai, keputusan tersebut harus dipertimbangkan kembali.

Arab Saudi adalah satu-satunya negara Muslim yang mengharuskan semua toko tutup saat waktu shalat. Namun, para pakar mencatat bahwa beberapa pabrik kehilangan banyak uang karena jeda saat operasi berhenti sebanyak lima kali setiap hari.

Sementara itu, di sisi lain, adapula yang bersikeras bahwa pabriknya tidak kehilangan banyak uang dan waktu shalat tidak menimbulkan masalah bagi mereka.

Dr. Fahd Al-Anazi, anggota Dewan Syura Saudi, mengatakan, pertokoan sebaiknya hanya tutup pada saat shalat Jumat. Pada hari-hari lain, mereka tidak diharuskan oleh Syariah untuk melakukannya.

Dia berharap, agar pihak berwenang mempertimbangkan kembali keputusan yang mengharuskan setiap toko tutup pada waktunya setiap waktu shalat. Karena menurutnya, hal itu merugikan ekonomi nasional sebanyak puluhan miliar riyal setiap tahunnya.

“Menutup toko empat atau lima kali sehari, kira-kira satu jam, itu merugikan, secara ekonomi. Selain itu, satu-satunya orang yang mendapat keuntungan dari keputusan ini adalah non-Muslim,” kata Al-Anazi, dilansir dari Saudi Gazette, Rabu (28/2).

Halaman selanjutnya →

Halaman 1 2

Sementara Dr Abdullah Al-Maghlouth, anggota Asosiasi Ekonomi Saudi, meminta pihak berwenang untuk mengecualikan pusat kesehatan, apotik, tempat pengisian bensin dan kantor maskapai penerbangan dari penutupan tersebut. Dia menekankan, bahwa fasilitas tersebut memberikan layanan penting kepada publik dan tidak boleh ditutup saat shalat.

Beberapa pegawai sektor pemerintah menggunakan waktu shalat sebagai dalih untuk menyelinap keluar kerja dan membuang waktu di luar. Shenan Abdullah, wakil ketua Komite Bisnis di kamar Dagang Saudi, sepakat bahwa keputusan penutupan saat shalat tersebut harus dipertimbangkan kembali. Dia mengatakan, beberapa bisnis dan lembaga harus dikecualikan dari keputusan tersebut.

Dr Abdulwahab Al-Qahtani, profesor ekonomi di King Fahd University of Petroleum and Minerals, mengatakan bahwa fatwa yang mendesak orang untuk menutup toko mereka untuk shalat dikeluarkan lebih dari tiga dekade yang lalu dan didasarkan pada pendapat pribadi syeikh yang mengeluarkan itu.

“Tidak ada teks Syariah yang mengamanatkan penghentian pekerjaan selama shalat,” kata Al-Qahtani.

Sementara itu, Abdulaziz Al-Omran, seorang investor yang memiliki sebuah pabrik, mengatakan, berhenti bekerja selama waktu shalat memiliki dampak negatif pada penghasilan. “Kita harus tahu bahwa bekerja selama waktu shalat tidak mempengaruhi kesucian shalat, kita adalah masyarakat religius,” katanya.

Namun demikian, seorang pakar ekonomi, Saud Al-Hamid, mengatakan, beberapa penelitian telah membesar-besarkan kerugian akibat keputusan tersebut. Dia percaya, bahwa menutup toko saat shalat bukanlah sesuatu yang wajib dilakukan dalam Syariah, namun merupakan sesuatu yang terpuji karena memberi waktu kepada orang yang beriman untuk melakukan shalat wajib tepat waktu. (Rol)

Sumber : Eramuslim

Senin, 12 Februari 2018

Islam di Georgia, Hadir dan Kukuh Sejak Khalifah Utsman

Islam di Georgia, Hadir dan Kukuh Sejak Khalifah Utsman

10Berita ,  JAKARTA --  Islam di Georgia ada sejak 654 M, saat orang-orang Arab pertama kali tiba di negara kawasan Eropa Timur ini. Pada 735 M, mereka berhasil mendapatkan kekuasaan atas sebagian besar negara tersebut.

Saat itu, tentara Arab di masa kekhalifahan Utsman menaklukkan Georgia Timur dan mendirikan pemerintahan Islam. Di tahun itu juga, Marwan II menguasai Tbilisi dan menempatkan seorang emir Arab.

Selama pemerintahan Arab, Kota Tbilisi tumbuh menjadi pusat perdagangan Islam di Eropa Utara. Selain itu, wilayah ini juga menjadi pos utama Arab sebagai provinsi penyangga saat menghadapi Bizantium dan Khazar.

Seiring waktu banyak dari penduduk Tbilisi memeluk Islam. Pada 1386 dan 1404, Georgia menjadi sasaran invasi tentara Turco-Mongol Timur.

Selama tujuh invasi, pasukan ini menguasai ibu kota Georgia, Tbilisi, dan menangkap Raja Bagrat V pada 1386. Pada akhir 1401, Mongol menyerang Kaukasus, kemudian Raja Georgia me- nuntut perdamaian dengan mengirim saudaranya sebagai pertukaran.

Saat itu, Mongol sedang bersiap untuk menyerang Ottoman. Mongol pun berusaha mendinginkan situasi dan meminta pasukan bantuan kepada Georgia sebagai syarat perdamaian.
Dinasti Safawi di Georgia kemudian terus bersitegang dengan Ottoman karena menguasai Kaukasus.

Dari awal abad ke- 16 hingga paruh kedua abad ke-18 Safawi terus bersitegang dengan beberapa kerajaan di Gerogia, karena Georgia saat itu bukanlah negara tunggal. Safawi kemudian berusaha menguasai Kerajaan Kartli dan Kakheti di timur dan kerajaan Samtske dan Saatabago di selatan.
Sedangkan Georgia barat dikuasai oleh Ottoman.

Kemudian pada 1503 kerajaan ini seluruhnya bergabung dengan Persia. Pada 29 Mei 1555, Dinasti Safawi dan Kekaisaran Ottoman mengakhiri ketegan- gan dengan perjanjian di Amasya setelah sebelumnya terjadi peperangan pada 1532 hingga 1555.

Dalam perjanjian tersebut wilayah Kaukasus dibagi dua, Georgia barat dan bagian barat Georgia Selatan jatuh ke tan- gan Ottoman dan Georgia timur yakni ker- ajaan Kartli dan Kakheti serta bagian selatan Georgia jatuh ke tangan Safawi Iran.

Pada 1639, kekuasaan Safawi berada di bawah pemerintahan Islam. Pada 1703, Kerajaan Kartli dipimpin oleh Vakhtang VI dan pada 1716 dia pun mengadopsi aturan Islam. Namun, dia harus menghentikan operasi militer.

Belakangan, dia menerapkan aturan pro Rusia dengan harapan mendapatkan bantuan militer.
Namun, ternyata dia gagal mendapatkannya. Selama beberapa abad raja-raja Georgia dan bangsawan memeluk Islam dan menjadi bagian dari Dinasti Safawi, Afsharid dan Qajar.

Sumber :Republika.co.id 

Senin, 05 Februari 2018

Persentuhan Mongol dengan Islam (3)

Persentuhan Mongol dengan Islam (3)

Patung ksatria Mongolia dan Genghis Khan di wilayah Inner Mongolia.

Mereka menghancurkan apa pun yang ditemuinya, termasuk Bait al-Hikmah.

10Berita ,  JAKARTA -- Berke Khan, sang penguasa Horde Emas, terus menjalin hubungan diplomatik dengan Dinasti Abbasiyah. Khususnya setelah dirinya memeluk Islam melalui pendekatan dakwah tasawuf.

Bila panglima Mongol ini begitu hangat terhadap umat Islam, lain halnya dengan petinggi Mongol yang berbasis di bekas wilayah Khwarazmi.

Di sini, horde Mongke Khan berkuasa dan berambisi meluaskan jajahan Imperium Mongol hingga ke Mesir.

Tentu saja, ambisi ini mengancam stabilitas sultan-sultan Muslim. Di antara mereka, Dinasti Abbasiyah merupakan yang paling gentar lantaran wilayahnya berbatasan langsung dengan horde Mongol tersebut di Irak.

Mongke Khan sempat memaksa Abbasiyah untuk tunduk. Namun, Khalifah al-Mustashim menolaknya karena percaya, musuh tidak akan bisa menembus pertahanan Baghdad.

Belakangan, keyakinan sang khalifah terbukti keliru. Sejak 1256, Hulagu Khan--panglima perang kebanggaan Mongke Khan--telah mempersiapkan ratusan ribu pasukannya.

Dua tahun kemudian, rencananya mulai menampakkan hasil. Baghdad terkepung 12 hari lamanya hingga tanggal 10 Februari 1258.

Ketika benteng kota tersebut runtuh, balatentara Mongol merangsek bagaikan kerumunan serigala yang lapar. Mereka menghancurkan apa pun yang ditemuinya, termasuk Bait al-Hikmah dengan koleksinya yang amat sangat kaya.

Semua buku di perpustakaan tersebut dibenamkan ke Sungai Tigris. Aliran airnya menjadi hitam lantaran endapan tinta.

Pasukan Hulagu Khan pun menyasar penduduk sipil Baghdad. Ratusan ribu orang tewas karenanya. Mereka juga menyiksa dan membunuh Khalifah al-Mustashim.

Kota kosmopolitan yang berusia hampir enam abad ini adalah mercusuar keilmuan global. Namun, Baghdad sekejap berubah menjadi kota mati akibat serbuan Mongol yang barbar ini.

Berke Khan amat murka begitu mengetahui kabar pembantaian umat Islam di Baghdad. Pemimpin Muslim itu bersumpah untuk melawan Hulagu Khan, kendati keduanya sama-sama menyandang nama Kekaisaran Mongol.

Aliansi dengan Kristen

Sementara itu, balatentara Hulagu Khan bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan Kristen setempat untuk menaklukkan Mesir melalui Suriah. Hulagu Khan sendiri telah memperistri seorang putri Keraite yang beragama Kristen Nestorian, Dokuz Khatun. Pada 1260, koalisi militer Mongol dengan Kristen dapat menyudahi kekuasaan Dinasti Ayyubi di Suriah. Sesudah Damaskus, sasaran berikutnya adalah Yerusalem. Kali ini, Hulagu Khan mesti menghadapi Kesultanan Mamluk.

Sebelum bertempur, dia mengirimkan surat ancaman kepada pemimpin Mamluk, Sultan Qutuz, di Kairo. Sang sultan tidak takut karena lebih baik berperang demi melindungi Yerusalem. Apalagi, dukungan Berke Khan tertuju untuk Muslim. Pada September di tahun yang sama, pertempuran akhirnya pecah antara pasukan Mongol dan Mamluk di Ain Jalut, sebelah utara Yerusalem.

Namun, yang tampil memimpin 20 ribu tentara Mongol adalah Naiman Kitbuqa, seorang panglima beragama Kristen. Hulagu Khan absen dalam perang ini setelah menerima kabar kematian Mongke Khan di Mongolia. Berdasarkan tradisi Mongol, ketika seorang pemimpin besar mangkat, maka para saudaranya harus berkumpul untuk menentukan penggantinya. Penerus mendiang Mongke Khan belakangan diketahui adalah Kublai Khan, yang berbasis di Cina.

Selesai urusan di Mongol, pada 1262 Hulagu Khan bertolak ke Suriah. Dia sudah mengetahui kabar kekalahan pasukan Kitbuqa dalam Perang Ain Jalut. Belum sempat berhadapan dengan Sultan Qutuz di Yerusalem, Hulagu Khan dihadang balatentara Berke Khan, pamannya sendiri yang telah memeluk Islam. Penguasa Horde Emas itu ingin membalas kekalahan kaum Muslim yang sangat mengenaskan di Baghdad dan Damaskus. Berke Khan menempatkan jenderalnya, Nogai Khan, seorang Muslim, untuk menghalau pasukan Hulagu Khan sampai ke utara.

Legasi Hulagu Khan

Memasuki tahun 1263, Hulagu Khan terdesak di Kaukasus. Dia berupaya melanjutkan aliansi dengan raja-raja Kristen di Eropa Timur tetapi gagal. Sebab, mereka telah menjalin kerja sama dengan Kesultanan Mamluk untuk bisa melemahkan dominasi Roma (Kristen Barat). Akhirnya, pada 1265 Hulagu Khan meninggal dunia. Beberapa bulan kemudian, Berke Khan menyusul.

Sebelum mangkat, Hulagu Khan telah memantapkan kekuasaannya sebagai horde Ilkhanat. Tiga puluh tahun pasca-kematiannya, salah seorang keturunannya, Mahmud Ghazan, memeluk Islam. Basis kekuasaan pun bergeser ke Iran. Dalam pada itu, tarekat Safawiyyah mulai berpengaruh luas di wilayah ini pada 1335. Pendirinya merupakan seorang tokoh Kurdi, Syekh Shofiyuddin al-Ardabily. Meskipun di masa hidupnya al-Ardabily bertradisi Sunni, generasi anak cucunya lebih dekat dengan doktrin Syiah. Sejak abad ke-16, Iran memunculkan Dinasti Safavid dengan raja pertamanya, Shah Ismail I, yang masih keturunan al-Ardabily. Hingga abad ke-18, wangsa ini turut mendominasi identitas Iran modern. 

Sumber : Republika.co.id

Sabtu, 20 Januari 2018

Sejumlah Negara Arab Tolak Transfer Bantuan ke Otoritas Palestina karena Tidak 'Tunduk' kepada AS

Sejumlah Negara Arab Tolak Transfer Bantuan ke Otoritas Palestina karena Tidak 'Tunduk' kepada AS

 



10Berita, TEPI BARAT, PALESTINA  - Sumber-sumber Palestina mengungkapkan pada hari Kamis (18/1/2018) bahwa sejumlah negara Arab, termasuk negara-negara Teluk, telah menolak untuk mentransfer dana bantuan ke Otorita Palestina (PA) menyusul penolakan pemerintahan pimpinan Mahmoud Abbas itu terhadap rencana perdamaian AS.

Sumber tersebut mengatakan kepada Quds Press bahwa negara-negara Arab telah menolak untuk mentransfer dana pada awal tahun ini sebagai bagian dari program bantuan keuangan yang disetujui oleh resolusi KTT Arab.

Sumber tersebut menambahkan bahwa PA masih menunggu dana untuk memenuhi kewajiban finansialnya untuk memberikan layanan kepada rakyat Palestina.

Sumber tersebut menambahkan bahwa Arab Saudi telah memperingatkan Presiden Mahmoud Abbas pada lebih dari satu kesempatan bahwa konsekuensi penolakannya terhadap kesepakatan Trump akan berarti akhir dari pemerintahannya.

Sumber tersebut juga mengkonfirmasi adanya upaya Arab-Amerika untuk memaksakan kehendak mereka pada kepresidenan Palestina, serta tekanan Arab terhadap Presiden Abbas untuk mengundurkan diri.

Sementara itu, Arab Saudi dikatakan telah memperingatkan Abbas bahwa langkahnya yang meningkat menentang pemerintah AS dan rencana barunya dapat menyebabkan runtuhnya PA dan akhir pemerintahannya.

Abbas mengulangi pertemuan Dewan Sentral awal pekan ini karena penolakannya terhadap proyek perdamaian Trump. (st/MeMo) 

Sumber : voa-islam.com

Jumat, 19 Januari 2018

Seorang Ulama Besar Saudi Syahid Ditembak Saat Dakwah di Afrika Barat

Seorang Ulama Besar Saudi Syahid Ditembak Saat Dakwah di Afrika Barat


10Berita – Seorang ulama dan da’i asal Saudi Arabia, Sheikh Abdul Aziz bin Saleh al-Tuwaijri syahid ditembak orang tidak dikenal dalam sebuah perjalanan da’wah di Guinea-Afrika Barat, seperti dilansir media lokal Saudi.

Keponakan Sheikh Abdul Aziz bin Saleh al-Tuwaijri, Abdullah Tuwaijiry dalam cuitannya membenarkan pamannya ditembak mati beberapa orang bersenjata yang tidak dikenal di Afrika Barat, dalam da’wah mengajarkan tauhid di Afrika Barat.

Dikutip Al-Arabiya.net dari sumber keamanan dan medis mengatakan bahwa syeikh Al-Tuwaijri syahid pada Selasa (16/01) malam di Guinea timur saat menjalankan misi untuk membangun sebuah masjid di desa Kantipalandugu, yang terletak di antara Kankan dan kota Karawani.

Sumber keamanan setempat menerangkan bahwa syaikh Tuwaijiry syahid setelah terkena dua peluru di bagian dada saat dirinya sedang membonceng sepeda motor bersama penduduk desa setempat untuk mengantarkannya ke mobil miliknya.

Pernah menjadi imam di beberapa masjid di Riyadh, Syaikh Tuwaijri adalah seorang ulama anggota Institut lembaga Ilmiah, di Dira, Riyadh, dan menjadi salah seorang pengajara Syariah, sebelum mencurahkan semua kesibukanya sebagai dai di wilayah luar Kerajaan Saudi, terutama di kawasan Afrika. (Pip/Ram)

Sumber : Eramuslim

Rabu, 17 Januari 2018

Baitul Maqdis Indikator Kekompakan Umat Islam

Baitul Maqdis Indikator Kekompakan Umat Islam

10Berita , Baitul Maqdis atau Al Quds atau Yerusalem, adalah indikator penting untuk melihat kondisi umat Islam. Apakah umat Islam kuat atau lemah, bersatu atau terpecah, akan dengan cepat berdampak pada kota ini. Kota yang memang sangat diinginkan oleh para penguasa dan bangsa-bangsa, terutama penganut agama Abrahamik.

Ya, sejarah selalu berulang. Bila umat Islam sedang kuat dan bersatu, maka Baitul Maqdis selalu berada dalam naungan Islam. Sebaliknya, jika umat Islam sedang lemah dan berpecah, maka Baitul Maqdis selalu lepas ke tangan orang lain. Tarikh Islam, sejak era Khulafaur Rasyidin sampai dengan zaman now, merupakan cermin yang sangat jelas menunjukkan hal itu.

Pembebasan pertama

Kabar gembira (bisyarah) pembebas an kota para nabi itu, sudah disampaikan Nabi Muhammad SAW. "Perhatikan enam tanda-tanda hari Kiamat: pertama, wafatku; kedua, penaklukan Baitul Maqdis...." (HR Bukhari No 3217 dari sahabat'Auf bin Malik RA). Dan, realisasi bisyarah segera cepat ter wujud, tepat berurutan seperti yang disam paikan Nabi. Sebab, pembebasan itu hanya berlangsung kurang dari lima tahun sejak wafatnya Sang Nabi. Nabi wafat pada Juni 632. Sedangkan, Baitul Maqdis dibebaskan pada April 637. Pembebasan itu terjadi 17 ta hun sejak peristiwa Isra' Mi'raj yang ber langsung pada tahun 620.

Pembebasan pertama ini, merupakan yang paling mulus. Ini sekaligus memper lihatkan kekuatan Islam yang sedang me mun cak. Betapa tidak, setahun sebelum Khalifah Umar memasuki Baitul Maqdis, pa sukan Muslim lebih dulu mengalahkan dua superpower, yaitu Romawi Byzantium dan Sassanid Persia, dalam dua perang habishabisan dan menentukan jalannya sejarah, yaitu Perang Yarmuk dan Perang Qadisiya.

Romawi Byzantium dikalahkan secara telak dalam Perang Yarmuk oleh pasukan Muslim yang dipimpin Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid. Sedangkan, Sassanid Per sia dikalahkan, juga secara telak, dalam Pe rang Qadisiya, oleh pasukan Muslim yang dipimpin oleh Saad bin Abi Waqqash. Kedua kemenangan desesif tersebut berhasil diraih kendati pasukan Islam berjumlah sedikit dan tertinggal dari sisi teknologi. Bisyarah penaklukan kedua adikuasa itu juga pernah disampaikan Nabi: "Jika Kisra binasa maka tidak akan ada lagi Kisra lain sesudahnya dan jika Kaisar binasa maka tidak akan ada lagi Kaisar lain sesudahnya.

Dan demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh kalian akan mengambil perbendaharaan kekayaan keduanya di jalan Allah" (HR Bukhari). Peristiwa itu kemudian terjadi. Setelah Perang Qadisiya yang diikuti pembebasan Al Madain (Ctesiphon), ibu kota Sassanid- Per sia, sisa pasukan terakhir Persia dikalah kan dalam pertempuran Nihawand pada 642. Setelah itu kekaisaran Persia tamat, dan tak pernah ada lagi kisra yang muncul.

Sedangkan, riwayat kekaisaran Romawi berakhir dengan penaklukan Konstantino pel, ibu kota Romawi Byzantium, oleh Mu hammad Al Fatih pada tahun 1453, dan sete lah nya kekaisaran Romawi pun tutup buku. Memang, di Barat, pada saat itu, sempat muncul pula Kekaisaran Romawi Suci (Holy Roman Empire), dengan kaisar terkenalnya yang bernama Charlemagne. Kekaisaran ini beribu kota Aachen, yang merupakan kota bekas tempat mantan presiden BJ Habibie menimba ilmu di Jerman. Tapi, betapapun namanya mirip, dan kaisar Romawi Suci ini dimahkotai oleh Paus di Roma, namun tidak ada hubungan genealogis dengan kekaisaran Romawi yang didirikan Augustus Caesar.

Setelah menang dalam dua peperangan besar tersebut, pasukan Muslim kemudian menuju Baitul Maqdis, dan mengepungnya selama enam bulan, sejak November 636 sampai dengan April 637. Akhirnya, Yerusa lem menyerah dengan syarat, kota itu dise rah kan langsung kepada Khalifah Umar bin Khattab. Dan, kunci kota itu kemudian diserahkan oleh Patriark Sophronius, wakil Romawi Byzantium di Yerusalem, kepada Khalifah Umar.

Sumber :Republika.co.id 

Selasa, 16 Januari 2018

Elizabeth I Jaga Hubungan Inggris dengan Dunia Islam

Elizabeth I Jaga Hubungan Inggris dengan Dunia Islam

10Berita , JAKARTA --  Seiring mengalirnya uang ke pundi-pundi milik Inggris, Elizabeth mulai menulis surat berisi puja-puji kepada mitranya, sultan Turki Utsmani. Kepada kubu Katolik, Elizabeth mem pertegas sikap dengan menyatakan diri berada di garda depan menolak penyembahan terhadap patung.

Seperti Muslim, Protestan menolak menyembah benda dan mengakui bahwa pe nyembahan kepada Tuhan tak butuh perantara. Sementara Katolik menggunakan keuskupan sebagai jembatan penghubung antara hamba dan Tuhannya.

Dua sikap Elizabeth terhadap dua kubu ini dilakukan dengan baik. Ribuan pedagang Inggris bisa menjangkau pasar-pasar yang hari ini mung kin tak terbayang pernah dijamah, seperti Aleppo di Suriah dan Mosul di Irak.

Dinasti Turki Utsmani sendiri melihat ke mampuan Inggris untuk menarik orang dari berbagai keyakinan untuk bekerja sama merupakan kekuatan, bukan ancaman. Bahkan, beberapa tokoh kenamaan Inggris menyatakan keesaan Allah SWT dan kebenaran Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Mungkin me reka melihat ajaran Islam lebih baik dibanding ajaran Protestan yang mereka anut.

Aristrokrat Inggris begitu terkesan dengan sutra dan rempah-rempah dari Timur. Namun, Turki dan Monako tidak tertarik dengan wol Inggris. Mereka lebih tertarik dengan senjata. Sebagai balas budi, Elizabeth menyerahkan logam yang dikumpulkan dari gereja-gereja Ka tolik, termasuk lonceng-lonceng gereja kepa da Turki.

Ratu juga melakukan hal serupa dengan Maroko, Inggris menjual senjata untuk membeli kalium nitrat sebagai bahan mesiu dan gula agar Elizabeth tetap bisa mencicipi makanan manis kesukaannya.

Gula, sutra, karpet, dan rempah jadi unsur yang membentuk pola konsumsi, dekorasi, dan busana orang Inggris. Kata seperti candy (per men) dan turkuwaz (batu biru dari Turki) jadi jamak di telinga warga Inggris. Bahkan, William Shakespeare mendapat inspirasi tulisan Othello setelah duta besar Maroko berkunjung ke Inggris selama enam bulan.

Meski perseroan dan kerja sama komersial Inggris dengan dunia Islam terbilang sukses, eko nomi Inggris tetap tak bisa bertahan. Pascakematian Elizabeth pada 1603 M, Raja James I yang menggantikannya lebih memilih kembali ke Spanyol dan mengakhiri masa keterasingan Inggris dari Eropa.

Kebijakan yang Elizabeth buat selama men jalin hubungan baik dengan dunia Islam, ter utama model perseroan menjadi model yang ber tahan sampai sekarang. Model ini juga yang dipakai untuk membiayai Victoria Company yang merupakan perusahaan koloni Inggris pertama di Amerika Utara.

Islam dalam segala manisfestonya, baik ke kuasaan, militer, maupun perdagangan, punya peran penting dalam sejarah Inggris. Hari ini, saat retorika anti-Islam merebak di Eropa, melihat kembali sejarah masa lalu mungkin jadi berguna.

Sumber : Republika.co.id

Awal Mula Aliansi Inggris dan Dunia Islam

Awal Mula Aliansi Inggris dan Dunia Islam

10Berita , JAKARTA --  Inggris terbelah. Hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Memunggungi Eropa, Ratu Inggris pada abad ke-16 me milih menghadapkan wajah ke Timur. Kebijakan ekonomi dan luar ne geri Ratu Elizabeth I banyak dipe ngaruhi hubungan dekatnya dengan dunia Islam. Fakta yang hari ini banyak diabaikan.

Sejak dimahkotai sebagai ratu pada 1558, dengan didasari niat baik, Elizabeth membangun hubungan diplomatik, dagang, dan militer dengan para pemimpin Islam di Iran, Turki, dan Maroko.

Pada 1570, saat Protestan Inggris memperjelas keengganan mereka untuk kembali pada Katolik, paus meminta Elizabeth meletakkan mahkota. Hal yang tentu saja tak mau Elizabeth lakukan.

Tak lama, pasukan Katolik Spanyol menginvasi Inggris. Para pedagang Inggris dilarang berdagang dengan para pedagang Spanyol dan Belanda. Isolasi ekonomi dan politik negara penganut Protestan itu memang sengaja dilakukan untuk melemahkan para penganut yang memilih lepas dari Katolik.

Elizabeth tak hilang akal. Ia menghubungi rekan-rekannya dari dunia Islam. Spanyol adalah rival lama Dinasti Turki Utsmani yang kala itu tengah dipimpin Sultan Murad III. Dinasti Turki Utsmani juga masih bersinar dengan kekuasaan terbentang dari Afrika Utara ke Timur Eropa hingga Samudra Hindia. Penaklukan demi penaklukan bukan hal baru bagi Turki Utsmani.

Elizabeth sendiri berharap persekutuan dengan Sang Sultan bisa membuat para pedagang Inggris masuk ke pasar-pasar di Timur. Di sisi lain, Elizabeth juga menjalin hubungan dengan rival-rival Turki Utsmani, yakni Syah Persia dan pemimpin Maroko.

Persoalannya, Dinasti Turki Utsmani terlalu kuat bagi negara pulau di barat Eropa yang Eli zabeth pimpin itu. Elizabeth perlu menjalin alinasi dagang, tapi keuangan Inggris kala itu belum terlalu kuat. Elizabeth lalu mengajukan di bentuknya perseroan seperti usul saudara pe rempuannya, Mary Tudor.

Perseroan ini dimiliki beberapa pemegang saham. Modal perseroan digunakan untuk mem biayai operasional perdagangan. Sementara laba atau rugi perseroan akan ditanggung bersama. Elizabeth sangat antusias mendukung misi dagang Muscovy Company ke Persia, Turkey Company di wilayah Turki Utsmani, dan East India Company yang kemudian jadi alat me ngua sai India.

Sumber : Republika.co.id

Jejak Islam di Burundi

Jejak Islam di Burundi

10Berita , JAKARTA -- Islam diperkenalkan oleh pedagang Arab dan Swahili. Sejak awal abad ke 19, kafilah yang datang dari pantai Samudera Hindia menembusUjiji (sekarang di Tanzania), di tepi Danau Tanganyika mencari gading dan kemudian menjadi budak.

Sekitar tahun 1850, mereka men ciptakan sebuah koloni di Uvira, di tepi danau Kongo. Kedua kota tersebut men jadi tempat pertemuan para kafi lah dan pedagang orang Arab dan juga orang Afrika seperti Swahili, Banyam wezi, Bamanyemamulai menukarkan produk mereka dengan Nyanza dan Rumonge, kota-kota pesisir yang terletak di Burundi.

Sedikit demi sedikit, Islam meram bah negeri ini. Pada tahun 1885, Gu bernur Ujiji, Mohammed Bin Khalfan disebut Ruma lizain Kirundi memutuskan untuk memperluas kekuasaannya ke Utara, yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak gading dan budak. Bin Khalfan adalah anggota keluarga Barwani, sebuah keluarga Oman yang terkenal yang menetap di Afrika Timur. Dia melipatgandakan serangannya di Perairan pantai Burundi meskipun tak pernah berhasil menembus negara tersebut.

Pada 1890-an, ketika misionaris pertama tiba di tempat yang sekarang bernama Bujumbura, mereka menemukan beberapa Wangwana, sebuah nama yang diberikan saat ini kepada orang-orang Afrika Muslim di Afrika Tengah.

Kehadiran Islam di kota kemudian meningkat dengan adanya penjajahan Jer man.Mereka sebagian besar askar yakni tentara pribumi Muslim yang tergabung dalam pasukan kolonial. Sementara itu pedagang India dan Arab menetap di kota tersebut untuk memperoleh keuntungan dengan pembangunan kota.

Jerman juga menjadikan suku Swahili dan Banyamwezi sebagai polisi dan pemerintah. Kiswahili menjadi bahasa resmi Jerman Timur Afrika, disamping bahasa Jerman tentu saja. Ketika Perang Dunia I pecah, mayoritas penduduk Bujumbura mengaku Islam.

Pada saat ini, orang Burundi lebih suka tinggal di dalam negeri, jauh dari danau.Mereka mulai menetap di kota ini dengan kolonisasi Belgia, yang dimulai pada tahun 1919. Kolonisasi Belgia meningkat di tahun 1957 sehingga orang Burundi hanya memenuhi 27 persen populasi Bujumbura.

Selain mereka, ada lebih dari 80 suku yang berbicara dengan bahasa yang berbeda dan menggunakan Swahili sebagai ba hasa sehari-hari. Umat Islam masih meru pakan 35,6 persen dari populasi campuran ini.

Sunni Mayoritas Muslim Burundi adalah Sunni. Sebagian lainnya berafiliasi kepada aliran teologi lain. Di negeri ini, Muslim memiliki hubungan dekat dengan Kiswahili, bahasa bantu yang berisi kosa kata penting dari bahasa Arab. Swahili adalah istilah yang biasa digunakan untuk mengatakan Muslim di Burundi, dan lingkungan Muslim di Gitega, kota kedua di negara ini, disebut swahili kuartier.

Doa diucapkan dalam bahasa Arab, seperti juga pembacaan Alquran, meskipun orang-orang percaya menggunakan terjemahan Kiswahili dari masafi (dari mushaf Arab) dan juzu (Arab juz ') dari Kitab Suci juga.

Baru-baru ini, seorang intelektual lokal menerjemahkan beberapa doa ke Kirundi, yang diterbitkan di Kenya dengan dana Saudi. Harus dikatakan bahwa Kiswahili bukan milik kaum muslim saja sebagian besar penduduk Bujumbura memahaminya.

Sumber : Republika.co.id

Kamis, 11 Januari 2018

Islam di Bosnia, Pengaruh Utsmaniyah, dan Geopolitik Balkan

Islam di Bosnia, Pengaruh Utsmaniyah, dan Geopolitik Balkan

10Berita , JAKARTA -- Sebelum kedatangan penguasa Muslim, posisi Bosnia cukup unik dalam peta geopolitik Kristen pada Abad Pertengahan. Bosnia-Herzegovina memiliki populasi Muslim yang cukup signifikan di Semenanjung Balkan atau Benua Eropa pada umumnya sampai saat ini.

Riset Houssain Kettani yang terbit pada International Journal of En vironmental Science and Development (2010) menunjukkan, pada 2010 sebesar 43,8 persen dari total penduduk negara tersebut (3.781.274 jiwa) adalah umat Islam. Lebih lanjut, jumlah itu diprediksi stabil hingga tahun 2020 mendatang.

Bosnia-Herzegovina memiliki sejarah yang panjang dengan Islam. Sebelum ke datangan penguasa Muslim, posisi Bosnia cukup unik dalam peta geopolitik Kristen pada Abad Pertengahan. Menurut Schuman dalam "Nations in Transition: Bosnia and Herze govina" (2004), sejak tahun 1180, wilayah tersebut dipimpin Raja (Ban) Kulin yang menolak kekuasaan Romawi Barat (Ka tolik) dan Romawi Timur (Kristen Orto doks). Ban Kulin lebih mendukung Bogomi lisme hingga akhir kekuasaannya pada 1204.

Baik Katolik maupun Kristen Ortodoks memandang sekte tersebut sebagai aliran sesat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Paus Gregory IX berulang kali mengimbau penyerbuan atas Bosnia pada Perang Salib periode 1235-1241. Barulah pada 1322, Bosnia di bawah pimpinan Ban Ko tro manic menjalin aliansi dengan penguasa Katolik yang terdekat, Hungaria.

Namun, aliansi ini tidak mampu berbuat banyak terhadap perluasan wilayah Dinasti Turki Utsmaniyah. Pada 28 Juni 1389, pasukan Muslim berhasil menaklukkan Raja Serbia yang beragama Kristen Ortodoks, Lazar, di Kosovo. Bosnia pun kian lemah dari sisi in ternal dengan munculnya Stephen Vukcik yang mendeklarasikan pemisahan Herzegovina pada 1448.

Tiga tahun kemudian, Vrhbos na (kini Sarajevo) dapat dikuasai Turki Utsmaniyah. Barulah pada 1465 dan 1481, Turki Utsmaniyah berhasil menaklukkan berturut-turut Bosnia dan Herzegovina. Schuman menjelaskan, para sultan Utsmaniyah melindungi hak-hak orang non- Muslim di wilayah taklukan untuk hidup secara wajar dan beribadah. Bagai manapun, gelombang perpindahan agama tetap terjadi.

Para sejarawan menduga pelbagai motif penduduk setempat untuk menjadi Muslim. Di antaranya adalah me reka, terutama kaum Bogomilisme, ingin mempertahankan hakhak istimewa. Men jadi seagama dengan penguasa setempat dipandang akan lebih menguntungkan.

Selain itu, renggangnya hubungan Bosnia de ngan ajaran Katolik dan Kristen Ortodoks agaknya menjelaskan alasan mereka untuk lebih menerima Islam. Beberapa sejarawan menyoroti pemberlakuan sistem devsirme yang mewajibkan setiap laki-laki dewasa untuk mengabdi pada pemerintahan Utsmaniyah. Aturan ini berlaku, baik di lingkup sipil maupun militer.

Akan tetapi, para sultan Utsmaniyah le bih mementingkan aspek meritokrasi dari pada identitas agama. Sebagai contoh, seorang Kristen Ortodoks bernama Soko lovic terpilih untuk dikirim ke ibu kota Kesultanan Utsmaniyah, Istanbul, demi melanjutkan pendidikan.

Dia kemudian menjadi seorang Muslim dan pada akhirnya meraih posisi wazir utama. Schuman menyebut, agama Kristen masih dipeluk ka lang an petani, sedangkan kelas menengah dan kelas atas Bosnia-Herzegovina condong pada Islam. Dalam kekuasaan Turki Utsmaniyah, Kota Vrhbosna menjadi pusat kegiatan politik, pendidikan, dan budaya masyarakat.

Pu luhan masjid dan ratusan sekolah untuk umum dibangun. Menjelang pertengahan tahun 1500-an, Vrhbosna telah memiliki tata kota yang cukup modern, lengkap dengan sistem irigasi, fasilitas kesehatan publik, dan destinasi wisata.

Pada masa inilah kota tersebut berubah namanya menjadi Sarajevo, yang diambil dari bahasa Turki saraj ('istana') dan ovas ('tanah terbuka'). Memasuki era 1700-an, kendali Istanbul atas Bosnia-Herzegovina mulai menyusut. Hal ini seiring dengan menurunnya simpati warga, termasuk kaum Muslim Bosnia, yang memandang rezim Utsmaniyah mengabaikan kepentingan setempat.

Memang, hingga dasawarsa 1800-an, Bosnia-Herzegovina cen derung tertinggal bila dibandingkan dengan tetangganya, Kroasia yang dikuasai Wangsa Hapsburg dan Serbia yang telah lepas dari kekuasaan Utsmaniyah. Sementara, mayoritas rakyat Bosnia-Herzegovina hidup dalam kemiskinan, seantero Eropa mulai terpacu revolusi industri.

Negeri ini menjadi rentan campur ta ngan asing. Pada 1875, kelompok petani Kristen di Herzegovina memberontak terha dap para tu an tanah Muslim. Pasukan Uts maniyah dapat memadamkan pemberon takan yang didukung Serbia ini. Kesultanan juga mendapatkan tantangan dari luar.

Aliansi Serbia dan Montenegro meng umum kan perang terhadap Utsmaniyah pada 1876. Satu tahun kemudian, Rusia melakukan hal yang sama. Namun, langkah Rusia ini menimbulkan kecurigaan dari imperium Eropa daratan. Usai perang Rusia-Turki pada 1878, kongres terjadi di Berlin, Jerman, antara wakil-wakil imperium besar Eropa, yakni Rusia, Ing gris Raya, Prancis, Austria-Hungaria, Ita lia, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah.

Mereka menyepakati pembagian garis ke kuasaan di Semenanjung Balkan. Bosnia-Her zegovina pun berstatus otonom di ba wah kekuasaan Aus tria-Hungaria, mes ki pun secara legal masih merupakan wila yah Utsmaniyah. Sekelompok umat Islam Bosnia memberon tak terhadap keputusan ini, tetapi cepat di patahkan kekuatan militer Austria-Hungaria.

Tiga puluh tahun setelah itu, Austria-Hungaria resmi mencaplok Bosnia-Herze govina. Awalnya, langkah ini dianggap me nya lahi Kongres Berlin 1878. Imperium Ka to lik itu ke mudian memberikan sejum l ah be sar uang ke pada Utsmaniyah sebagai kom pen sasi. Namun, Serbia masih mengecam aneksasi Austria-Hungaria ini karena diang gap membahayakan umat Kristen Ortodoks setempat.

Pada 1912, Serbia yang beraliansi dengan Mon tenegro, Bulgaria, dan Yunani merebut sebagian besar wilayah Utsmaniyah di Semenanjung Balkan. Sementara itu, ke sul tanan Turki Utsmaniyah sendiri sedang goyah. Inilah awal dari prahara Perang Dunia I. Di Serbia muncul kelompok ekstremis Tangan Hitam (Black Hand) yang dipimpin komandan militer Serbia, Dragutin Dimitrijevic. Tangan Hitam meyakini Bosnia-Herzegovina harus menjadi milik rezim Kris ten Ortodoks, bukan Austria-Hungaria.

Pada 28 Juni 1914, putra mahkota Austria-Hu ngaria, Francis Ferdinand, dan rom bongan berkunjung ke Sarajevo. Dimitri je vic lantas mengutus seorang pemuda 19 tahun, Gavrilo Princip, untuk menjalankan misi pembunuhan terhadap Francis. De ngan pistol dari sakunya, Princip meng hi langkan nyawa sang pangeran Austria-Hungaria beserta istrinya, Sophie, yang sedang menumpangi kendaraan mereka.

Sumber : Republika.co.id

Minggu, 07 Januari 2018

Muslim Nigeria Ingin Pemberitaan yang Adil Mengenai Islam

Muslim Nigeria Ingin Pemberitaan yang Adil Mengenai Islam


10Berita , LAGOS -- Cendikiawan Muslim Nigeria mendesak organisasi media untuk menyajikan pemberitaan yang adil mengenai Islam dan Muslim di Nigeria. Mereka mendesak wartawan Muslim untuk lebih aktif memproyeksikan esensi sejati Islam sebagai agama damai.

Menurut laporan Kantor Berita Nigeria (NAN), Cendikiawan Muslim menyeru organisasi media untuk menyajikan pemberitaan yang adil saat Konferensi Praktisi Media Muslim Nigeria (MMPN) ke-2 di Lagos, Nigeria pada Sabtu (6/1). Mantan Jurnalis yang berpengalaman dan Cendikiawan Muslim, Alhaji Liad Tella mengatakan, pemberitaan tentang isu-isu Muslim dan Islam mengalami kemunduran. "Sebab, non Muslim mendominasi media-media di Nigeria," ungkapnya.

Tella memberi ceramah yang berjudul Analisis Reportase Islam dan Muslim di Nigeria. Di dalam ceramahnya, Tella mendesak umat Islam untuk mengatasi kelemahan dan merangkul profesionalisme. Untuk mendapatkan rasa hormat dan kekaguman dari non-Muslim.

Sementara seorang Cendikiawan Muslim terkemuka di Nigeria, Prof Lakin Akintola dalam karyanya yang berjudul Imperatif Kepemilikan Media oleh Muslim Nigeria, berpandangan media Nigeria salah mengartikan umat Islam dalam beberapa kesempatan.
Dia mendesak, umat Islam untuk memiliki rumah media.

Dia juga menasihati Serikat Jurnalis Nigeria (NUJ) untuk memberi sanksi kepada wartawan yang menyalahartikan Islam dengan sengaja menyebarkan kebohongan. "Kadang-kadang orang-orang Muslim sengaja menutup diri dari media mengenai isu-isu yang menyangkut mereka. Sekarang umum mendengar orang-orang Muslim disebut sebagai teroris di media," ujar Lakin, dilansir dari The Guardian, Ahad (7/1).

Padahal, dia menegaskan, Muslim disebut teroris adalah pernyataan yang sangat kurang ajar. "Serikat Jurnalis Nigeria perlu tegas membuat sanksi kepada media yang menyalahartikan agama atau menghasut kekerasan," katanya.

Sumber : Republika.co.id 

Enam Negara Arab Galang Dunia Akui Yerusalem Timur Ibu Kota Palestina

Enam Negara Arab Galang Dunia Akui Yerusalem Timur Ibu Kota Palestina


Al-Quds (Yerusalem) ibu kota Palestina

10Berita, AMMAN  Enam negara Arab bertekad mengupayakan pengakuan internasional untuk negara Palestina yang beribu kota di di Al-Quds (Yerusalem) Timur.

Bertemu di Amman pada Sabtu 6 Januari 2018 kemarin, para menteri luar negeri Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Maroko dan Palestina juga menyatakan akan memastikan tidak ada negara yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Zionis “Israel”, lapor kantor berita Spanyol EFE seperti dikutip euronews.com.

Keputusan ini keluar tepat satu bulan setelah klaim sepihak Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memicu protes di Timur Tengah, dunia Islam dan para pemimpin Barat.

Sementara Liga Arab akan menggelar pertemuan lengkap para menteri luar negeri akhir bulan ini “untuk mengevaluasi hasil” kontak organisasi ini dengan komunitas dunia, terutama Rusia, Cina dan Uni Eropa.

Status Yerusalem yang menjadi tempat suci Islam, Kristen dan Yahudi, menjadi salah satu batu ganjalan terbesar untuk setiap upaya damai Palestina-“Israel”.

Penjajah Zionis “Israel” menganggap Yerusalem tak bisa dibagi-bagi, sebaliknya Palestina menginginkan bagian timur kota ini menjadi ibu kotanya. Bagian timur Yerusalem sendiri dirampas “Israel” menyusul Perang 1967.

Sumber: Antara, Salam Online.

Sabtu, 06 Januari 2018

Fire and Fury’ Ungkap Rencana Besar Trump di Timur Tengah

Buku ‘Fire and Fury’ Ungkap Rencana Besar Trump di Timur Tengah

Buku ‘Fire and Fury’ yang sedang ramai diperbincangkan di AS. (sfgate.com)

– Doha. Buku ‘Fire and Fury: Inside the Trump White House’, mengungkap rencana besar Presiden AS, Donald Trump, di kawasan Timur Tengah. Di dalam buku tersebut dijelaskan berbagai hal tentang perjalanan politik Trump sejak masa pencalonan hingga Desember lalu.

Aljazeera.net menyebutkan, dalam buku itu Trump menyampaikan pada orang di sekitarnya tentang Arab Saudi. Katanya, Riyadh rela untuk mengeluarkan dana guna menghadirkan pangkalan militer AS di Saudi. Menurut Trump, hal itu bertujuan untuk menggantikan pangkalan AS yang ada di Qatar.

Buku tersebut disebarluaskan pada hari Jumat (05/01/2018) kemarin. Buku yang ditulis oleh Michael Wolff itu berisikan berbagai hal tentang sang presiden AS tersebut. Termasuk tentang intrik negara-negara Arab kepada Qatar yang ‘direstui’ oleh Trump.

Menurut Wolff, Trump seringkali mengabaikan saran tim kebijakan luar negerinya. Bahkan saat kunjungan ke Timur Tengah pada Mei tahun lalu, Trump memberi izin kepada Arab Saudi untuk melakukan intimidasi terhadap Qatar.

Selain itu, tambah Wolff, Trump juga mengomentari pengangkatan Pangeran Muhammad bin Salman sebagai Putra Mahkota Saudi. Menurut Trump, Bin Salman dan Jared Kushner (menantu Trump, red) adalah dua orang yang akan merancang kudeta di Saudi. “Kita telah menempatkan orang yang tepat,” kata Trump tentang Bin Salman.

Lebih lanjut disebutkan, pemerintah Saudi juga harus membayar biaya tarian pedang saat kunjungan Trump ke Riyadh. Jumlah dana yang dikeluarkan mencapai 75 juta dolar AS.

Dalam buku itu juga dibahas mengenai negosiasi Palestina dan Israel. Menurut Trump, dirinya akan melakukan terobosan besar dalam sejarah mengenai hal itu. Trump juga mengklaim akan mengubah permainan secara drastis dan tak lazim.

Buku tersebut juga menukil pernyataan mantan penasihat Gedung Putih, Steve Bannon. Disebutkan, Trump sangat sepakat dengan ‘Kesepakatan Abad Ini’, sebuah kesepakatan yang berkaitan dengan kota Al-Quds.

Bannon juga menyebutkan, baik Saudi dan Mesir sedang berada di ambang jurang. Keduanya seakan ‘mati’ karena takut dengan negara Persia (Iran), lanjutnya.

Sumber: Aljazeera

Kamis, 04 Januari 2018

Diancam Trump, Palestina: Yerusalem tak Dijual!

Diancam Trump, Palestina: Yerusalem tak Dijual!


Presiden Mahmoud Abbas dan Presiden Donald Trump

10Berita, RAMALLAH  Kantor Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Rabu (3/1/18) menegaskan bahwa Al-Quds (Yerusalem) tidak dijual! Hal ini dinyatakan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menghentikan bantuan keuangan untuk Palestina.

“Yerusalem tidak dijual! Baik ditukar dengan emas maupun perak,” kata Juru Bicara Abbas, Nabil Arbu Rudeinah, sebagaimana dikutip Kantor Berita Palestina, WAFA.

Hal senada ditegaskan oleh Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Hanan Ashrawi. Dia mengatakan hak rakyat Palestina tidak dijual, demikian laporan Xinhua, seperti dikutip Kantor Berita Antara, Rabu (3/1) malam.

“Dengan mengakui Yerusalem, yang diduduki, sebagai ibu kota ‘Israel’, Donald Trump bukan hanya telah melanggar hukum internasional, tapi juga dengan satu tangan telah menghancurkan landasan perdamaian dan membenarkan pencaplokan tidak sah ‘Israel’ atas kota itu,” kata Hanan.

Hanan Ashrawi menyatakan, “Kami takkan bisa diperas. Presiden Trump telah menyabot pencarian kami bagi perdamaian, kebebasan dan keadilan. Sekarang ia berani menyalahkan rakyat Palestina atas konsekuensi tindakannya sendiri yang tidak bertanggung-jawab.”

Di Twitter pada Selasa (2/1), Trump mengatakan, “Kami membayar untuk Palestina RATUSAN JUTA DOLAR setahun dan tak mendapat penghargaan atau penghormatan. Mereka bahkan tak ingin merundingkan kesepakatan perdamaian, yang sudah lama melewati batas waktu, dengan ‘Israel’ … Karena Palestina tak lagi ingin membicarakan perdamaian, mengapa kami mesti melakukan pembayaran sangat besar ini pada masa depan buat mereka?”

Juru Bicara HAMAS di Jalur Gaza Fawzi Barhoum mengatakan kepada pers bahwa ancaman Presiden AS Donald Trump untuk memotong bantuan buat Badan Pekerjaan dan Bantuan PBB bagi Pengungsi Palestina (UNRWA) dan Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) agar mau berunding adalah pemerasan politik murahan yang mencerminkan cara tak bermoral dan barbar Amerika dalam menangani masalah keadilan Palestina dan hak rakyat Palestina.

Sumber: Antara,  Salam Online.

Sabtu, 30 Desember 2017

Presiden Erdogan : “Sudah saatnya dunia Muslim memahami kekuatan sebenarnya”

Presiden Erdogan : “Sudah saatnya dunia Muslim memahami kekuatan sebenarnya”

10Berita, Presiden Recep Tayyip Erdogan kembali mendesak pemerintah AS dan Israel untuk “tidak mengambil langkah-langkah yang akan meningkatkan ketegangan di dunia Muslim.”

Presiden Erdogan mengingatkan perhatian pada konflik dan turbulensi global. Erdogan meminta dunia Muslim untuk “memahami kekuatan sebenarnya.”

“Sudah saatnya dunia Muslim memahami kekuatan sebenarnya. Kita tidak boleh membiarkan seseorang memecah kita hanya karena perbedaan etnis, sektarian atau budaya,” ungkap Erdogan, seperti dilansir dari media Turki, Daily Sabah, Sabtu, (30/12/17).

Erdogan mengatakan: “Politik global, ekonomi dan pergolakan diplomatik terjadi di sebagian besar dunia Muslim. Sementara kita selalu berusaha untuk menemukan solusi bagi dunia Muslim, kita juga menghadapi masalah baru terutama dengan bangkitnya perselisihan di wilayah-wilayah tertentu.”

“Di sisi lain, kita menyaksikan umat Muslim di Suriah, Irak, Yaman dan Somalia yang berjuang melawan konflik, teror, kelaparan dan kemiskinan sementara pada saat bersamaan kita juga harus berjuang melawan bangkitnya Islamofobia dan diskriminasi budaya yang meningkat di negara-negara Barat,” ujar Erdogan.

Mengutip “politik diskriminatif” yang digunakan sebagai “alat” untuk meraup suara, Erdoğan menegaskan bahwa : “Apa yang lebih buruk lagi dari kondisi ini adalah ketidakpedulian yang ditunjukkan di antara kita. Banyak politisi Barat dan anggota media mereka memainkan kondisi ini untuk kepentingan diri mereka sendiri.”

Presiden Erdogan mengingatkan: “Kemenangan yang kita dapatkan atas masalah Jerusalem di Majelis Umum PBB adalah indikator dari banyak hal yang dapat kita capai bersama melalui solidaritas dunia Muslim. Kemenangan ini sekaligus menunjukkan kepada dunia bahwa ada nilai yang tidak bisa dibeli dengan uang.”

“Di hadapan 128 negara, seluruh dunia mendukung perlindungan status historis dan kesucian Jerusalem dan mengutuk langkah AS. Setiap orang harus bisa mengambil pelajaran dari pemungutan suara itu. Kami mengundang pemerintah Amerika dan Israel untuk tidak mengambil langkah-langkah yang bisa meningkatkan ketegangan, karena Jerusalem terlalu berharga untuk dijadikan korban demi kepentingan diri sendiri.”

Presiden Erdogan sekali lagi menegaskan bahwa Jerusalem adalah “garis merah (harga mati) bagi semua umat Islam,” dan meminta umat Islam untuk “tidak mengizinkan siapa pun untuk memecah kita berdasarkan perbedaan etnis, sektarian atau budaya.” (DH/MTD)

Sumber : Daily Sabah | Redaktur : Hermanto Deli
Copyright © 1439 Hjr. (2017) – Moslemtoday.com



Kamis, 28 Desember 2017

Raja Salman dan PM Turki desak Dunia Islam untuk bersatu membela Palestina

Raja Salman dan PM Turki desak Dunia Islam untuk bersatu membela Palestina

10Berita, Perdana Menteri Turki Binali Yildirim dan Raja Salman bin Abdulaziz AlSaud mendesak dunia Islam untuk tetap bersatu membela rakyat Palestina dan memperjuangkan hak-hak Palestina untuk merdeka dengan Al-Quds Al-Sharif (Jerusalem) sebagai ibukotanya.

Binali Yildirim dan Raja Salman menekankan arti pentingnya status Jerusalem bagi Islam dan dunia Islam. “Dunia Islam harus tetap bersatu untuk melindungi hak-hak saudara kita Palestina,” bunyi pernyataan dari kantor perdana menteri Turki, seperti dilansir dari Al Jazeera, Kamis, (28/12/17).

Baik Turki maupun Arab Saudi telah mengkritik keras keputusan Presiden AS Donald Trump mengenai status kota Jerusalem. AS menyatakan Jerusalem sebagai ibukota abadi Israel dan akan memindahkan kedubes AS di Tel Aviv ke kota suci tersebut.

Pengumuman Trump pada 6 Desember tersebut menimbulkan aksi protes dari dunia internasional dan memicu gelombang demonstrasi di wilayah Palestina, di kota-kota di Timur Tengah, dari Afrika Utara hingga Asia.

Status Yerusalem -tempat suci bagi tiga agama (Islam-Yahudi-Kristen) telah menjadi isu utama dalam konflik Israel-Palestina. Israel mencaplok kota tersebut pada perang Arab-Israel 1967 dan mengklaim kota tersebut sebagai ibukotanya.

Majelis Umum PBB pekan lalu mengeluarkan resolusi menentang keputusan Trump dan menyatakan keputusan Trump “batal demi hukum” dan “tidak sah”.

PM Yildirim dan Raja Salman sepakat bahwa resolusi 22 Desember itu merupakan pesan yang kuat bahwa masyarakat internasional mendukung kemerdekaan Palestina dan mendapatkan kembali hak-haknya atas tanah yang diduduki oleh Israel.

Pertemuan PM Turki dan Raja Salman membawa angin segar di tengah tanda-tanda ketegangan dalam hubungan rumit antara Ankara-Riyadh.

Turki disebut sedang menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Iran, negara yang menjadi musuh regional Arab Saudi di Timur Tengah. Turki juga merupakan pendukung utama Qatar selama blokade enam bulan yang diberlakukan terhadap negara Teluk oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir. (DH/MTD)

Sumber : Al Jazeera , Moslemtoday.com



Rabu, 27 Desember 2017

Turki: Akhiri Krisis Qatar, Negara Islam Harus Bersatu

Turki: Akhiri Krisis Qatar, Negara Islam Harus Bersatu



10Berita , KHARTOUM -- Turki pada Selasa mendesak agar krisis Teluk menyangkut Qatar diakhiri. Ankara menganggap tidak ada alasan untuk diteruskan karena hanya akan mengecilkan upaya menyatukan negara-negara Islam.

"Menurut pandangan Turki, krisis di Teluk ini adalah krisis tanpa alasan. Sejauh ini, berbagai tuduhan muncul namun tidak ada bukti," kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dalam jumpa pers bersama mitranya dari Sudan di Khartoum.

"Dalam pandangan saya, tidak ada alasan untuk tidak menyelesaikan krisis ini. Sesama saudara harus bisa menghindari krisis di antara mereka. Turki mendukung prakarsa Kuwait dan telah melakukan kontak secara intensif dengan Kuwait, Arab Saudi dan Qatar," kata Cavusoglu.

Pada Juni, Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dengan menuduh negara itu mendukung terorisme. Qatar telah membantah semua tuduhan.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Selasa mengakhiri kunjungan tiga harinya di Khartoum, yang menandai lawatan pertama yang pernah dilakukan presiden Turki ke Sudan sejak kemerdekaannya pada 1956.

Sudan merupakan negara pertama yang dikunjungi Erdogan dalam rangkaian lawatannya di Afrika, yang termasuk Chad dan Tunisia. Dalam kunjungannya, presiden Turki itu didampingi oleh delegasi besar beranggotakan lebih dari 200 pelaku bisnis Turki

Red: Teguh Firmansyah 
Sumber : Antara


Senin, 25 Desember 2017

Pengamat: Turki Berhasil Persatukan Dunia Islam

Pengamat: Turki Berhasil Persatukan Dunia Islam

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. (aa.com.tr)

10Berita – Ankara. Asisten Koordinator Umum di Pusat Penelitian Politik, Ekonomi dan Sosial Turki (SITA), Profesor Fakhrudin Alton mengatakan, politik yang dijalankan Ankara berhasil mempersatukan dunia Islam. Menurutnya, hal ini berkaitan dengan permasalahan Palestina yang berujung pada isolasi terhadap Israel.

Pernyataan itu diungkapkan Alton saat wawancara dengan Anadolu Ajansi. Pada kesempatan tersebut, ia juga membahas KTT Darurat OKI yang digelar di Istanbul atas inisiasi Presiden Erdogan. “Turki berhasi menyatukan barisan dunia Islam, lalu mengirim tekanan pada Israel dalam rangka perdamaian di tanah Palestina. Dengan begitu, Israel dalam keadaan terisolasi, hingga politik konfrontatif mereka dapat diatasi,” katanya.

Alton juga menyoroti urgensi pernyataan yang keluar dari KTT OKI tersebut. Menurutnya, “Itu jadi penting karena juga terdapat pengakuan Al-Quds timur sebagai ibukota Palestina atas dasar wilayah 1967. Itu menunjukkan negara-negara Islam dan Turki telah mempersembahkan langkah penting untuk mewujudkan perdamaian di kawasan.”

Lebih lanjut, Alton juga menyebut langkah OKI itu menunjukkan bahwa fakta di Al-Quds tidak bergantung pada keputusan Donald Trump. “Pengumuman Al-Quds timur sebagai ibukota Palestina merupakan evolusi yang berdasarkan sejarah, agama, budaya dan realitas politik,” tambahnya.

Selain itu, pengamat Turki tersebut juga menyoroti situasi yang menimpa Trump saat ini. Katanya, “Trump saat ini mendapatkan tekanan kuat. Itu karena ia mengadopsi keputusan yang bertentangan dengan hukum internasional.”

Ia melanjutkan, “ Trump berupaya mengatasi polemik dalam negerinya. Untuk itu ia berusaha mencari dukungan dari kalangan Evangelis dan lobi Israel. Tapi ternyata itu malah menyeretnya kepada tantangan besar dalam politik luar negeri.”

Terkait status AS sebagai penengah, Alton menyebut negara Paman Sam itu gagal memainkan peran sebagai sponsor perdamaian antara Palestina dan Israel. “Di kancah internasional, sekarang tinggal Trump sendiri bersama keputusannya. Ini akan mengurangi manuver, sehingga kemungkinan putusan itu ditarik semakin kuat,” imbuh Alton.

Alton juga menjelaskan, Washington telah kehilangan pamornya di Timur Tengah pada beberapa waktu terakhir. Katanya, “Mereka semakin terisolasi di kawasan ini. Ada beberapa sebab, seperti perselisihan dengan Turki, eskalasi perseteruan dengan Iran, serta upaya menjaga kepentingannya melalui organisasi teroris.”

Menurut Alton, Washington berusaha mengatasi penurunan pamornya ini dengan memanfaatkan peningkatan hubungan diplomatiknya dengan Arab Saudi dan Mesir. (whc/)

Sumber: Anadolu Ajansi Arabic, dakwatuna

Sabtu, 23 Desember 2017

Hamas: Kesepakatan rekonsiliasi dengan Fatah 'ambruk'

Hamas: Kesepakatan rekonsiliasi dengan Fatah 'ambruk'



10Berita - JALUR GAZA, PALESTINA  - Pemimpin Hamas di Jalur Gaza, Yahya Al-Sinwar, memperingatkan bahwa kesepakatan rekonsiliasi yang dicapai dengan gerakan Fatah "runtuh".

"Saya menyesal mengatakan bahwa mereka yang tidak dapat melihat rekonsiliasi sudah kolaps adalah buta.

Rekonsiliasi itu ambruk dan setiap orang harus turun tangan untuk menyelamatkannya, "katanya dalam sebuah pertemuan dengan pemuda dan aktivis di Gaza.

Dia menambahkan: "Kami telah mengambil langkah besar untuk mencapai rekonsiliasi dan membuat banyak konsesi, namun rekonsiliasi masih berada di tempat yang sama."

"Beberapa menginginkan rekonsiliasi sesuai dengan persyaratan Amerika dan Israel. Ini berarti menyerahkan senjata, kemampuan rudal dan terowongan, "Al-Sinwar menambahkan.

Fatah dan Hamas gagal memenuhi batas waktu yang ditetapkan pada 10 Desember agar pemerintah persatuan Palestina bertanggung jawab penuh atas Jalur Gaza, sesuai dengan kesepakatan rekonsiliasi yang ditandatangani pada 12 Oktober di Kairo, Mesir.

Otoritas Palestina mengambil alih tiga penyeberangan di Jalur Gaza: perbatasan Rafah yang melintasi perbatasan dengan Mesir, persimpangan komersial Karm Abu Salem (Kerem Shalom) dan perbatasan Beit Hanoun (Erez) dengan Israel.

Sinwar mengatakan keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel "memerlukan percepatan upaya rekonsiliasi". (st/MeMo) 

Sumber : voa-islam.com