OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label SUMUT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SUMUT. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Juni 2018

Wow, Djarot-Sihar Menang di Seluruh Lapas dan Rutan Sumut

Wow, Djarot-Sihar Menang di Seluruh Lapas dan Rutan Sumut

10Berita Ternyata pasangan nomor urut 2 Calon Gubernur Sumatera Utara, Djarot-Sihar, menang dalam menarik hati para narapidana di seluruh Sumut. Pasangan ini menang dari lawannya, pasangan Edy-Musa.

Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus mengungguli Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dalam pilgub yang diikuti ribuan warga binaan di lapas, rutan, dan cabang rutan di provinsi Sumut. Kemenangan Darot-Sihar ini di seluruh lapas dan rutan di Sumut diungkapkan oleh Humas Kanwil Kemenkumham Sumatra Utara Josua Ginting.

Josua mengatakan bahwa ada 5.113 warga binaan yang ikut memilih. Mereka tersebar di 39 lapas, rutan, dan cabang rutan yang berada di bawah Kemenkumham Sumut. Saat Pilkada serentak 2018, diketahui bahwa dari 5.113 narapidana tersebut, 2.525 narapidana memilih pasangan Dajrot-Sihar dan 2.130 narapidana yang memilih pasangan Edy-Musa.

“Untuk paslon nomor urut satu, 2.130 orang, paslon nomor dua, 2.525 orang. Ada 161 surat suara yang tidak sah,” kata Josua, Jumat (29/6), dikutip dari Republika.

Josua menegaskan bahwa pelaksanaan pilgub di seluruh unit pelayanan terpadu (UPT) di bawah Kemenkumham Sumut berjalan tanpa kendala berarti. Para narapidana tersebut mengikuti pilgub dengan baik dan terkendali.

“Sampai saat ini, kanwil tidak ada menerima laporan dari tiap UPT yang dalam pelaksanaan pilgub ada kendala. Semua berjalan dengan baik,” jelas Josua.

Namun, meski memenangkan suara narapidana, posisi Djarot-Sihar berubah. Dalam penghitungan yang ditampilkan KPU di situsnya pada pukul 14.15 WIB, dari 91,38 persen suara yang masuk, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah memperoleh 57,69 persen, sementara Djarot-Sihar sebesar 42,31 persen.

Sumber :Ngelmu.co

Rabu, 27 Juni 2018

Djarot Kalah, Wanita Ini Sebut Warga Sumut Tolol, Tifatul Sembiring Bikin Ia Minta Maaf

Djarot Kalah, Wanita Ini Sebut Warga Sumut Tolol, Tifatul Sembiring Bikin Ia Minta Maaf


10Berita, Ada yang tidak terima kekalahan dengan Djarot di Pilgub Sumut hari ini. Ia bahkan menghina orang-orang Sumut tolol. Hal itu dilampiaskannya di Twitter.

“Ini Sumut orang-orangnya tolol sih. Pantesan mama bapakku ga pernah ngasi kuliah di Medan, gak akan maju. So, selamat jadi Jakarta kedua ya. Semoga cepat-cepat masuk penjara kader-kader yang korupsi dan makan uang rakyat,” kata @flaurencias, Rabu (27/6/2018), mengomentari twit Tifatul Sembiring berisi quick count Pilgub Sumut yang dimenangkan pasangan Edy Rahmayadi – Musa Rajekshah (ERAMAS).

Ini Sumut orang2nya tolol sih. Pantesan mama bapakku ga pernah ngasi kuliah di Medan, gak akan maju. So, selamat jadi Jakarta kedua ya. Semoga cepat2 masuk penjara kader2 yg korupsi dn makan uang rakyat.

— I'm (@flaurencias) 27 Juni 2018


Tifatul Sembiring pun kemudian mengingatkannya.



“Ini kan hasil pilihan masyarakat Sumut mbak, kok dibilang tolol sih...” kata Tifatul Sembiring melalui akun Twitter pribadinya, @tifsembiring.

Akhirnya wanita itu pun minta maaf.

“Just my opinion Pak. Terima kasih sudah di-comment.”

“Lain kali hati2 mbak, menyampaikan komentar, pilih2 lagi kalimatnya...”

“Tentu saja. Terima kasih masukannya, mention saya ramai sekali malam ini. Mohon maaf jadi memenuhi mention Bapak juga karena beberapa ikut tag kepada Bapak.”

Sumber :Tarbiyah 

Kalah di DKI Jakarta, Kini Djarot Kalah Lagi di Sumatera Utara

Kalah di DKI Jakarta, Kini Djarot Kalah Lagi di Sumatera Utara


10Berita, Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Djarot Saiful Hidayat kembali kalah Pilkada. Hal itu berdasarkan quick count Pilgub Sumut 2018.

Sebelumnya, Djarot adalah Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Ahok pada Pilgub DKI Jakarta tahun lalu. Pada Pilkada Serentak 2018 ini, PDIP kembali memajukan Djarot menjadi Calon Gubernur di Sumatera Utara.

Berpasangan dengan Sihar PH Sitorus, ia mendapat nomor urut 2 dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu), 27 Juni 2018. Djarot Saiful Hidayat – Sihar PH Sitorus yang disingkat dengan DJOSS berhadapan dengan pasangan Edy Rahmayadi – Musa Rajekshah yang disingkat dengan ERAMAS.

DJOSS didukung oleh PDIP dan PPP. Sedangkan ERAMAS didukung oleh Golkar, PKS, Gerindra, PAN, Nasdem dan Hanura. 

Berdasarkan quick count, DJOSS tertinggal cukup jauh dari ERAMAS.

Berikut ini hasil quick count sementara dari sejumlah lembaga survei:

Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC)

Edy Rahmayadi – Musa Rajekshah (ERAMAS) : 58,96 persen
Djarot Saiful Hidayat – Sihar PH Sitorus (DJOSS) : 41,04 persen

Data masuk: 75,33% (Pukul 15:15 WIB)



Charta Politika

Edy Rahmayadi – Musa Rajekshah (ERAMAS) : 60,97 persen
Djarot Saiful Hidayat – Sihar PH Sitorus (DJOSS) : 39,03 persen

Data masuk: 61,5% (Pukul 15:18 WIB)

Lingkaran Survei Indonesia (LSI)

Edy Rahmayadi – Musa Rajekshah (ERAMAS) : 56,73 persen
Djarot Saiful Hidayat – Sihar PH Sitorus (DJOSS) : 43,27 persen

Data masuk: 86,86% (Pukul 15:18 WIB)

Sumber : Tarbiyah 

Senin, 29 Januari 2018

Pilgub Sumut: Ada Pesan Agar Prabowo Hati-hati Dengan Edy Rahmayadi

Pilgub Sumut: Ada Pesan Agar Prabowo Hati-hati Dengan Edy Rahmayadi


10Berita, Edy Rahmayadi (ER) diperkirakan akan menang dengan mudah di pilgub Sumetara Utara (Sumut). Tidak hanya karena dia didukung oleh banyak partai, tetapi juga karena kuatnya “politik sentimen” yang telah berlangsung lama di provinsi ini. Sentimen mayoritas menunjukkan bahwa ER adalah satu-satunya pilihan rakyat Sumut.

Secara resmi, ER adalah calon dari koalisi opsisi yang meliputi Gerindra-PKS-PAN. Tapi, agak mengherankan, koalisi ini membesar dalam waktu sekejap dengan proses yang cukup aneh. Setelah ketiga partai oposisi kompak itu mengusung ER, masuk kemudian Golkar dan Nasdem yang disusul Hanura. Yang paling aneh adalah dukungan Nasdem. Sebab, partai ini dengan kasarnya membuang begitu saja kadernya yang juga petahana yaitu Tengku Erry Nuradi. Akhirnya, petahana yang dijuluki “Paten” (Pak Tengku Erry Nuradi) itu tak jadi maju di pilkada 2018 ini.

Pertambahan kilat dukungan tiga partai penguasa ke dalam koalisi oposisi, yang akan membuat ER semakin mulus menuju Sumut 1 itu, memunculkan pertanyaan yang sangat wajar untuk dibicarakan. Yaitu, mengapa tiga partai penguasa mendukung calon yang diusung koalisi oposisi?

Salah satu teori menyebutkan bahwa ketiga partai penguasa (Golkar, Nasdem, Hanura) hanya menjalankan “perintah” dari sentrum kekuasaan agar mendukung ER. Tujuannya, ER harus menang. Terus, mengapa ER harus menang? Karena, menurut teori ini, ER sesungguhnya adalah orang yang akan menyukseskan misi Jokowi di Pilpres 2019. Teori ini memang sempat ditunjukkan oleh Golkar lewat motonya “Jokowi 2 Periode” yang dipamerkan kepada publik segera setelah mendaklarasikan dukungan kepada ER.

Teori ini didukung oleh langkah Nasdem yang meninggalkan Erry Nuradi. Nasdem sebetulnya melakukan pengkhianatan besar terhadap Tengku Erry. Tetapi, anehnya, Pak Tengku “tak banyak cerita”. Bahkan cenderung akan ikut menyukseskan ER yang menjadi penyebab pengkhianatan Nasdem itu. Kok bisa?

Banyak yang menduga bahwa Pak Tengku telah mendapat pesan (mungkin lebih tepat “tekanan”) dari pusat kekuasan tertinggi supaya legowo membiarkan ER menjadi gubernur.   

Seperti disebut tadi, ER akan menjadi Sumut 1 dengan mudah. Keyakinan menang dengan mudah ini diperkuat oleh teori lain: bahwa penugasan Djarot-Sitorus sebagai paslon PDIP bertujuan untuk membulatkan suara pemilih Sumut kepada ER. Penjelasan begini. PDIP paham betul bahwa Djarot-Sitorus tak akan diterima oleh sentimen mayoritas di Sumut.

Cagub bekas Jakarta yang masih segar dalam ingatan khalayak sebagai bagian dari peristiwa Ahok, hampir pasti akan tenggelam. Apalagi dipasangkan dengan Sihar Sitorus yang dipandang sebagai “kartu mati” di kalangan sentimen mayoritas. Tidak besar peluang paslon ini untuk menang.

Dengan demikian, sangat pantas dikatakan bahwa penugasan Djarot ke Sumut merupakan bagian dari strategi untuk memenangkan ER. Artinya, ada skenario konspiratif antara PDIP dan Istana untuk memuluskan mantan Pangkostrad itu. Konspirasi ini dipastikan akan menghasilkan gubernur yang pro-Jokowi, siapa pun yang terpilih diantara ER dan Djarot.

Gubernur Djarot susah pasti pro-Jokowi. Bagaimana mungkin Gubernur Edy Rahmayadi juga pro-Presiden? Kita cermati beberapa hal berikut ini.

Pertama, seorang jenderal hampir pasti akan bersikap pragmatis. Dia akan menyesuaikan diri dengan ralitas yang ada di sekitarnya. Jenderal tidak akan mau terjebak dalam konflik yang merugikan dirinya. Yang mau berkonflik adalan orang yang berideologi. Ada satu-dua jenderal yang sangat ideologis. Umumnya prgmatis. Bekerja sesuai kepentingan saat itu.

Kedua, ER sebagai Pangkostrad telah menikmati hubungan “chain of command” (rantai komando) yang menyenangkan dengan Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi TNI. ER tidak sama dengan Jenderal (Purn) Sudrajat yang juga didukung koalisi Gerindra-PKS-PAN di pilgub Jawa Barat. Sudrajat tidak punya sentuhan Jokowi. Dia sudah lama pensiun. Berbeda dengan ER.

Nah, bisakah kita mengatakan secara pasti bahwa ER akan meninggalkan koalisi oposisi? Mungkinkah dia meninggalkan Prabowo Subianto?

Wallahu a’lam. Yang jelas, koalisi yang mendukung ER tidak bisa disebut sebagai koalisi oposisi. Kalau ER menang, Gerindra-PKS-PAN tidak bisa mengklaim bulat bahwa ER adalah milik mereka. Sebab, akan ada Golkar, Nasdem dan Hanura yang akan membantahnya. Tiga partai pro-Jokowi ini bisa saja mengklaim ER menang terutama karena kerja mesin politik mereka.

Jika situasi seperti ini terjadi, ER tidak mungkin pula mengesampingkan ketiga partai pro-Jokowi itu. Bahkan, ER punya alasan untuk membalas jasa mereka dengan cara lebih dekat dengan mereka dan lebih dekat dengan Jokowi sebagai panutan mereka.

Karena itu, banyak pendukung Prabowo dan koalisi oposisi yang ingin menyampaikan pesan agar berhati-hatilah mengelola Edy Rahmayadi.

Penulis: Asyari Usman

Sumber : PORTAL ISLAM 

Selasa, 09 Januari 2018

PPP Belum Sepakat Usung Djarot Maju Pilkada Sumut 2018

PPP Belum Sepakat Usung Djarot Maju Pilkada Sumut 2018

10Berita, Bakal calon gubernur Sumatera Utara (Sumut) Djarot Saiful Hidayat bergegas meninggalkan kantor DPP PPP, Senin (8/1/2017) malam. Djarot enggan berkomentar panjang soal hasil lobi-lobi terkait dukungan PPP dalam Pilkada Sumut 2018.

"Nanti saja diumumin," singkat dia sambil terus berjalan dengan penuh kawalan ke Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat.

Perundingan Djarot bersama Ketua Umum PPP Romahurmuzziy, dan jajaran DPW-DPC PPP, dijelaskan Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani, harus diendapkan sementara. Hal ini mengacu pada belum bulatnya suara antara kedua pihak.

"Jadi kami tadi bersama Pak Djarot, dukungan terhadap mereka (PDIP), kita endapkan dulu dan tentunya level pembicaraan ada di DPP kedua pihak dan mencari titik temu terbaik," jelas Arsul.

 

PDIP telah mengusung sepasang calon untuk Pilkada Sumut 2018. Yakni Djarot yang diposisikan untuk bakal calon gubernur, dan wakilnya Sihar Sitorus.

Majunya bakal paslon PDIP ini belum memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab kursi mereka hanya berjumlah 16 kursi.

Karenanya, PDIP tengah membujuk PPP yang diketahui memiliki 4 kursi, guna menggenapkan syarat pendaftaran 20 kursi.

Sumber : Liputan6

Senin, 08 Januari 2018

AWAS! JEBAKAN BETMEN Koalisi Pilgub SUMUT

AWAS! JEBAKAN BETMEN Koalisi Pilgub SUMUT


Oleh: Tengku Zulkifli Usman
(Analis Politik)

10Berita, Mewaspadai Tangan Kanan Istana & Istilah Nabok Nyilih Tangan di Pilgub Sumut 2018.

Salah satu pilkada yang masuk kategori berstatus "complicated" adalah Pilgub Sumut 2018.

Munculnya nama Letjend Edy Rahmayadi sebagai salah satu kandidatnya adalah awal dari semua grand design rencana ini.

Pada dasarnya, Blok Jokowi yang diwakili oleh Golkar dan Nasdem hanya menunggu langkah PKS sebagai raja pilkada sumut dua periode belakangan.

Mereka sengaja menunda mengumumkan nama calon yang mereka usung, mereka menginginkan barang jadi alias menunggu siapa nama yang dimunculkan oleh PKS, Blok Jokowi kehilangan rasa percaya diri akibat selama ini kalah terus di sumut.

Begitu PKS firm berkoalisi dengan Gerindra dan PAN yang secara syarat jumlah kursi sudah mrncukupi, Golkar-Nadem segera ancang-ancang.

Tidak tanggung tanggung, Golkar dan Nasdem kompak membuang kader mereka sendiri yang sama-sama merupakan ketua umum partai masing masing di sumut Tengku Erry dan Ngogesa Sitepu.

Keduanya dibuang begitu saja, dimentahkan di detik-detik terakhir, dan keduanya menerima dengan "ikhlas" keputusan ini tanpa perlawanan.

Sikap menerima ini tidak bisa dibaca sebagai suatu sikap sederhana, melainkan sebuah grand design memuluskan langkah koalisi jokowi untuk mengganggu soliditas PKS-PAN-Gerindra.

Masalah nama Djarot dalam pilkada sumut, itu hanya sebagai pemecah fokus dan pengalihan pandangan, itu efek frustasinya PDIP yang selama ini calon nya selalu kalah di sumut, padahal PDIP mengklaim provinsi sumut sebagai salah satu basis utama nya selain Jateng dan Bali.

Dalam berbagai riset dan survei, nama Djarot tidak populer dan bisa dikatakan "rejected" dan not eligible for sale.

Sedangkan jika berbicara mesin politik, PDIP sumut mesinnya sudah lama mati minimal rusak parah, mesin politik yang paling sehat di sumut saat ini milik PKS, Golkar dan Gerindra.

Nama tidak populer plus mesin tidak sehat, inilah mengapa saya katakan pencalonan Djarot adalah upaya memecah fokus semata gak lebih.

Pilkada Sumut bisa juga kita istilahkan dengan konspirasi segitiga bermuda yang berbahaya antara PDIP-Golkar dan Nasdem untuk menghabisi kedigdayaan PKS dkk nya di pilkada 2018 nanti.

Saya melihat, Letjend Edy termasuk yang dimainkan oleh tim nya jokowi secara rahasia, karena Sumut salah satu lumbung suara potensial untuk pilpres 2019, DPT nya gak kurang dari 9juta suara.

Bagaimana logikanya?

1. Izin yang diberikan panglima TNI Jendral Hadi yang terkenal sebagai orangnya Jokowi kepada Letjend Edy adalah bukan izin dan dukungan biasa.

2. Demokrat juga kemungkinan akan mengusung calonnya sendiri, tujuannya sama, agar terkesan berbeda pandangan dengan PDIP dan Golkar, padahal terindikasi mereka satu tujuan, karena opsi Jokowi-AHY begitu kuat untuk pilpres 2019.

3. Tanpa permainan ini, maka PDIP Demokrat dan Golkar akan sama-sama tenggelam di Sumut, sebagai pemenang pemilu legislatif 2014 di sumut, Golkar-Demokrat-PDIP tidak mau ditelikung untuk ketiga kalinya.

4. Golkar-PDIP-Demokrat gengsi sama raja pilkada Sumut 2 periode belakangan yaitu PKS yang sekarang justru bukan raja di DPRD sumut. Kalau kalah 3 kali tentu tidak menyenangkan.

5. Nama Letjend Edy yang awalnya tidak begitu diperhitungkan oleh lawan, tiba-tiba elektabilitas Edy langsung melejit setelah resmi diusung oleh PKS-Gerindra dan PAN, fakta ini langsung mengubah konstelasi politik 90 derajat, ini sinyal, rakyat Sumut lebih respek terhadap PKS PAN dan Gerindra ketimbang Golkar, PDIP cs.

6. Meskipun begitu, Letjend Edy bukanlah sosok yang jinak dan mudah diatur, ingat, belum lama ini, Letjend Edy pernah berteriak Jokowi dua periode, dan Golkar juga sudah menekankan agar semua calon yang didukung Golkar pada pilkada serentak 2018 wajib mendukung Jokowi pada pilpres 2019 include Edy Rahmayadi.

APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH "TUAN RUMAH" PKS GERINDRA & PAN?

1. Tetap berada satu atap dan satu rumah dengan Golkar dan Nasdem, tapi pakailah logika beda kamar, kamar pertama tetap PKS-Gerindra-PAN, kamar kedua untuk Golkar cs.

2. Sebisa mungkin membuat kontrak politik win win solution dengan calon gubernur Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah agar tetap proporsional nanti pada pilpres 2019, minimal netral, jika calon yang diusung PKS-Gerindra-PAN yang kemungkinan bukan Jokowi.

3. Tidak perlu berantem dan panas-panasan, mengingat deal politik adalah seni bermanuver, ingat, energi PKS-Gerindra-PAN jangan dihabiskan semua di Sumut, Sumut hanya provinsi kategori penyangga bukan provinsi utama, status Sumut sama dengan Sumsel, Lampung dan Sulsel.

4. PKS, PAN dan Gerindra tetap fokus ke Jawa Barat, Jawa Tengah, ingat juga, Jakarta dan Banten sudah ditangan, jangan lengah dan jangan terjebak dan salah fokus.

5. Suasana dibuat cair saja agar tidak ada partai koalisi pendukung pasangan ERAMAS yang merasa sangat memiliki Letjend Edy terutama Golkar.

6. Jangan mau didikte oleh Golkar dan Nasdem, walaupun secara hitungan saat ini, dua partai ini kekuatannya juga bagus di Sumut dengan adanya gubernur petahana Tengku Erry yang merupakan ketua Nasdem Sumut.

7. Mengingat posisi Letjend Edy di Sumut diatas angin dibandingkan Djarot atau calon lain jika muncul nantinya, PKS-PAN dan Gerindra tetap tenang dan tetap banyak bermain di akar rumput.

8. Terus promosikan capres pilihan tiga partai ini nantinya, misalkan Prabowo atau Anies Baswedan misalkan untuk pilpres 2019, karena Golkar juga akan memperkenalkan Jokowi ke masyarakat Sumut sedini mungkin, disini harus ada perlawanan opini di akar rumput agar tidak terjadi One Man Show Jokowi dengan tangan Golkar cs.

___
Sumber: fb penulis, PI
Foto: Twitter @LawanPoLitikJKW

Sabtu, 06 Januari 2018

Kocak! Ini Sambutan dari Anak SUMUT Asli Untuk Lae Djarot yang Akan Bertarung di Pilgub

Kocak! Ini Sambutan dari Anak SUMUT Asli Untuk Lae Djarot yang Akan Bertarung di Pilgub


"Bah, Main Juga Kau Lae Rot?"

(Sambutan Buat Cagubsu Lae Djarot)

by Azwar Siregar*

Jujur saja, setelah dapat kepastian dari Omak kita Ketua Partai Banteng,kau maju bertarung jadi Calon Gubernur kami di Sumatera Utara, aku mau tak mau jadi salut juga sama kau, Lae Rot.

Di bandingkan orang-orang kami Batak yang juga petinggi di partai kau itu,misalnya Apparaku si Simbolon yang pernah mencalon dulu dan juga Lae Sirait kader muda yang seharusnya jadi menteri di Kabinet Abangda Haji Jokowi Siregar, tentu saja kau yang patut aku acungkan jempol.
Salut betul aku sama kau jadi kukasih kedua jempol tangan ku kanan dan kiri ya Lae?
Mereka itu jangankan ber-kukuruyuk seperti ayam jantan, berkotek aja ngga ada kudengar suara mereka sekarang.

Entah karena takut sama Omak, ngga tau jugalah aku ya?
Di kultur kami Sumut khususnya Batak, Perintah Omak adalah harga mati. Bertempur kata Omak,bertempurlah kami.
Kawin kata Omak, ya kawinlah awak.
Ngga berani kami melawan kata Omak, lagipula Surga di Telapak Kaki-nya,kan?
Cuma seingatku,Omak itu yang membrojolkan kami kedunia ini, bukan boss partai, tapi ya sudahlah ...bantai kaulah di situ.

Kudengar-dengar Lae Rot,kau mau maju selain karena ngga ada kerjaan,juga karena dapat dukungan dari senior kau yang lagi trening di Tahanan Mako Brimob itu ya?
Hati-hati kau di jerumuskan mereka Lae, dia saja seingatku dulu pernah mau mencalon jadi Gubernur di Sumut tapi gagal karena ngga laku.
Jangankan kalian, Jenderal Naga Bonar yang kesohor itu lebih memilih bertempur di Jawa Barat daripada di Sumut ini Lae.
Sudah paham dia klo medan tempur di sini keras , apalagi lawannya sekali ini Jenderal Asli Putra Daerah, Pak Edy Rahmayadi.

Tapi itu pilihan kau lah Lae,saya acungi jempol lagi ya?, cuma sudah habis jempol tanganku, apa boleh pakai jempol kaki?

Kulihat sudah bertebaran di berandaku status dan tulisan-tulisan yang memuja-muji mu Lae, ada pula yang sampai ajak nantulang nya buat milih kau.
Segala macam prestasi mu waktu kau jadi Walikota Blitar,mereka cerita sampai berbusa-busa. Tapi kok ngga ada yang mereka ceritakan waktu kau jadi Wagub dan Gubernur Jakarta,ya..?
Ngga apa-apalah, aku juga malas baca karena menurutku ngga ada juga lah yang luar biasa.
Blitar tetap saja kota kecil yang bahkan banyak orang Medan ngga tau di mana letaknya di Peta.

Bagiku kelebihanmu itu cuma pelihara kumis aja Lae, saya akui itu karena sudah berulang kali ku coba pelihara kumis tetap saja yang tumbuh satu helai-dua helai mirip kumis lele.
Serius aku,pakai minyak apa kau kasih kumis kau itu?
Minyak nyong-nyong apa minyak Wak Doyok?

Satu lagi lae, Kalau boleh ku kasih saran, hindari ikut langsung kampanye di Pajak (pasar) Sambu dan Simpang Melati Medan.
Di sana itu sentra jual-beli monza, barang-barang bekas dari Malaysia dan Singapura. Semua yang bekas-bekas cepat sekali di kilokan dan di jual inang-inang di sana.
Bukan maksudnya karena kau itu bekas Cawagub dan ngga laku di Pilgub Jakarta nanti akan di kilokan mereka Lae,bukan...
Cuma jalan di sana kalau hujan sering becek dan kadang masih ada copet.

Terakhir kalau mau di kasih marga,tolong lah Lae , jangan Siregar lagi. Pilihlah marga yang lain dulu, capek sudah aku makan hati. Abang awak sudah jadi Presiden pun tak pernah-nya awak di undang makan-makan ke Istana.
Kalau mau,marga Harahap aja ya Lae,biar pas kita mar-Lae,nya.

Sebelum lupa, terminal taksi paling murah ada di sekitaran Terminal Pinang Baris. Siapa tau Lae butuh transportasi murah-meriah buat kabur jalan-jalan ke Aceh kalau kali ini kalah lagi.
Di sana laut dan pantai-nya mirip-mirip Labuan Bajo juga, Betti-lah...alias beda-beda tipis.

Selamat datang di Sumut dan Selamat berjuang Lae..

Dari Aku, Azwar Siregar Pendukung Jenderal Edy Rahmayadi anak Sumut Asli.

__
*Sumber: fb Azwar Siregar, PI