Senin, 27 Februari 2023
Gus Umar Sindir Yenny Wahid yang Bawa-bawa NU soal Kasus David: Keadilan Harus Ditegakkan untuk Siapapun
Selasa, 21 Februari 2023
Menebak Kejutan Gerakan Bawah Tanah Sambo Sulap Vonis Hakim di Tingkat Banding
Senin, 14 Desember 2020
Heboh Isu Habib Rizieq, Apa Kabar Korupsi Bansos Pak Mensos?
Heboh Isu Habib Rizieq, Apa Kabar Korupsi Bansos Pak Mensos?
10Berita - Dalam beberapa hari ini, publik disuguhi berita tentang Front Pembela Islam (FPI) dan Imam Besar Habib Rizieq Shihab. Baik itu mengenai penembakan terhadap 6 anggota Laskar FPI oleh polisi, hingga penetapan tersangka yang berujung pada penahanan terhadap Habib Rizieq pada 12 Desember 2020 lalu.
[news.beritaislam.org]
HEBOH... Denny Siregar 'Keceplosan' Ungkap Skenario Habisi HRS?
HEBOH... Denny Siregar 'Keceplosan' Ungkap Skenario Habisi HRS?
Novel: Gibran dan Bobby Harus Dipenjara karena Pelanggarannya Bertubi-tubi dengan Unsur Kesengajaan
Novel: Gibran dan Bobby Harus Dipenjara karena Pelanggarannya Bertubi-tubi dengan Unsur Kesengajaan
10Berita - Persaudaraan Alumni (PA) 212 mendesak Polda Metro Jaya untuk segera membebaskan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS).
Desakan itu disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PA 212, Novel Bamukmin yang merasa adanya ketidakadilan terhadap penegakkan hukum antara Habib Rizieq dengan putranya Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
"Kami meminta untuk segera Polda Metro Jaya segera membebaskan IB (Imam Besar) HRS karena tidak ada satu Pasal pun yang terbukti menjerat IB HRS," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (14/12).
Novel mengklaim bahwa banyak para pakar hukum yang menyatakan bahwa UU Karantina bukan termasuk dalam ruang lingkup kerumunan.
Novel kemudian mengutip pernyataan Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monado yang mengatakan bahwa yang bisa menindak pelanggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah Satpol PP.
"Yusril Ihza Mahendra pun mengatakan bahwa pelanggar PSBB tidak bisa dijerat pidana dan hukuman paling tinggi terhadap pelanggar PSBB adalah denda. Dan padahal IB HRS telah membayar denda tepat pada waktunya," kata Novel.
Masih kata Novel, dirinya pun menyoroti perbedaan sikap penegak hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan Covid-19 yang dilakukan oleh Gibran Rakabuming Raka maupun menantu Jokowi, Bobby Nasution di saat proses Pilkada 2020.
"Kalau pun harus terjerat, maka jelas Gibran dan Bobby Nasution harus dipenjara serta diborgol dan memakai baju tahanan karena pelanggarannya sudah berat dan bertubi-tubi dengan jelas unsur kesengajaannya dipertontonkan sebagai orang yang kebal hukum," terang Novel.
"Dengan bukti perayaan kemenangannya sangat fatal melanggar prokes dan masih banyak lagi kubu penguasa pelanggar berat prokes terstruktur, sistematis, masif dan brutal," pungkas Novel. [rmol]
Minggu, 13 Desember 2020
HRS Ditahan, MUI Ingatkan Polisi Harus Adil: 79.000 Petugas KPPS Reaktif Covid, Siapa yang akan Tersangka?
HRS Ditahan, MUI Ingatkan Polisi Harus Adil: 79.000 Petugas KPPS Reaktif Covid, Siapa yang akan Tersangka?
10Berita - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas mewanti-wanti polisi untuk berbuat adil dalam mempidanakan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab. Ia mempertanyakan apakah pihak yang menimbulkan kerumunan yang banyak terjadi saat serangkaian gelaran Pilkada 2020 juga sudah dipidanakan.
[news.beritaislam.org]
Habib Rizieq Ditahan, PA 212 Minta Umat Islam Serahkan Diri ke Polisi
Habib Rizieq Ditahan, PA 212 Minta Umat Islam Serahkan Diri ke Polisi
10Berita - Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin menilai, penahanan yang dilakukan kepada Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab dalam kasus kerumunan merupakan tindakan dzalim.
Untuk itu, Novel mengajak umat Islam yang terlibat dalam penjemputan Habib Rizieq, hingga kerumunan di Petamburan dan Megamendung untuk menyerahkan diri ke polisi. Ajakan ini sudah ramai di media sosial (medsos) guna menunjukkan kecintaannya kepada Habib Rizieq.
"Ada saatnya umat Islam bersma ulama bergerak. Sudah ramai di medsos umat Islam yang setia kepada ulama yang istiqomah sudah siap meyerahkan diri untuk ditahan sebagai kecintaan kepada ulama. Apalagi ulamanya cucu Rasulullah yang sudah tidak diragukan lagi pembelaan terhadap negara, agama, dan Pancasila sebagai realisasi Islam yang Rahmatan lil alamin," kata Novel saat konfirmasi Okezone, Minggu (13/12/2020).
"Dan demi tegaknya islam yang Rahmatan lil alamin yang kaffah yaitu enam laskar Front Pembela Islam (FPI) sudah menjadi korban nyawa dan ditahannya Habib Rizieq adalah bentuk resiko menegakan Islam Rahmatan lil alamin yang kaffah sesuai para pejuang pendiri negara ini," tambah Novel.
Lebih lanjut, Novel meminta agar Habib Rizieq segera dibebaskan lantaran menilai tak ada satu pasal pun yang bisa dibuktikan.
"Karena para pakar hukum mengatakan bahwa UU Karantina bukan termasuk dalam ruang lingkup kerumunan dan termasuk Ketua Penanganan Covid-19 Doni Monardo bahwa yang bisa menindak pelanggaran PSBB adalah Satpol PP dan menurut pakar hukum sekelas Yusril Ihza Mehendra pun mengatakan bahwa pelanggar PSBB tidak bisa dijerat pidana," ujarnya.
Novel mengatakan, hukuman paling tinggi dalam pelanggaran PSBB merupakan denda Rp50 juta dan Habib Rizieq telah membayar denda yang diberikan Pemprov DKI Jakarta tersebut. [okezone]
Sabtu, 12 Desember 2020
Polisi: Rizieq Menyerahkan Diri karena Takut Ditangkap, Netizen: Harun Masiku Gak Menyerahkan Diri Karena Gak Takut Ditangkap? Atau Yang Mau Nangkap Takut?
Polisi: Rizieq Menyerahkan Diri karena Takut Ditangkap, Netizen: Harun Masiku Gak Menyerahkan Diri Karena Gak Takut Ditangkap? Atau Yang Mau Nangkap Takut?
HRS Jadi Tersangka, Rocky: Semua Sudah Didesain Istana, Dijebak ke Dalam Skenario
HRS Jadi Tersangka, Rocky: Semua Sudah Didesain Istana, Dijebak ke Dalam Skenario
10Berita - Pengamat Politik Rocky Gerung menyampaikan analisa terkait hubungan Istana dan kasus Habib Rizieq. Dia menilai hal ini sudah diatur oleh pihak Istana.
Seperti diketahui, Rizieq Shihab akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas penyebab kerumunan beberapa waktu lalu.
Selain itu, enam anggota laskar FPI yang tewas menjadi runtutan peristiwa yang menghubungkan Habib Rizieq.
Menurut Rocky, publik berhak menuntut agar peristiwa itu dapat diurai sedetail-detailnya.
Hal itu dia ungkapkan dalam kanal Youtube Rocky Gerung pada Jumat (11/12/2020).
"Supaya tahu kejahatan bersembunyi di mana. Sebab, setan itu selalu ada di dalam hal detail. Nah detail itu lah yang akan kita bongkar," ujar Rocky Gerung.
Dia pun menganalisa bahwa Istana seolah menginginkan Rizieq sebagai tersangka.
Menurut Rocky, penangkapan Rizieq sudah diatur oleh pihak Istana.
"Upaya bekuk Habib Rizieq memang desain Istana. Terlihat dari mereka yang berkumpul, sejak HRS datang terus dipantau teleponnya, dipantau WA-nya, untuk dijebak ke dalam skenario HRS," ujarnya.
“Dan ini bukan dilakukan pada kesalahan negara lain, seperti kasus kemanusiaan, korupsi, dan segala macam. Dia seolah terus diintai untuk dicelakakan," tambahnya.
Dalam video tersebut, Rocky juga menyuarakan pendapat terkait Presiden Joko Widodo yang tidak angkat bicara soal Habib Rizieq.
"(Pidato) Presiden tak mengucapkan satu kata pun, apa dia enggak punya TV, apa dia enggak baca koran, apa dia enggak punya pembisik? Apa dia enggak punya kemampuan untuk menghadapi masyarakat sipil, karena masyarakat sipil lagi marah soal HAM, ini namanya Presiden pengecut namanya itu. Hanya itu kesimpulan saya tuh,” katanya. (*suara)
Refly Harun Sebut Kasus Pelanggaran Prokes Rizieq Shihab Tak Layak Dipidanakan
Refly Harun Sebut Kasus Pelanggaran Prokes Rizieq Shihab Tak Layak Dipidanakan
10Berita - Penetapan Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus kerumunan dikritik pakar hukum tata negara Refly Harun.
Habib Rizieq Shihab (HRS) resmi dinyatakan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Pentolan FPI tersebut dinyatakan sebagai tersangka atas kasus pelanggaran protokol kesehatan. Sebelumnya, HRS banyak menjadi perbincangan karena acaranya yang dihadiri 10.000 orang pada masa PSBB transisi DKI Jakarta.
Berita penetapan HRS sebagai tersangka pelanggaran protokol kesehatan lantas mendapatkan beragam reaksi dari masyarakat. Salah satu yang ikut bersuara adalah ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun. Ia ikut menyuarakan tanggapannya melakui kanal YouTube pribadinya.
Dalam video berdurasi 12 menit lebih tersebut, Refly mengulas pasal 160 KUHP untuk upaya menahan HRS. Mengutip pandangan pakar, disebutkan bahwa pasal tersebut sangat bisa digunakan untuk menahan HRS dibandingkan hanya menggunakan pasal karantina kesehatan, yang tidak bisa digunakan sebagai pasal penahanan.
"Kita kembali pada hal yang lebih fundamental tentang tujuan hukum. Apa sih tujuan hukum tersebut? Salah satunya adalah ketertiban masyarakat," ujar Refly.
Refly menilai, yang dilakukan HRS memanglah sebuah kesalahan, tetapi bukan sebuah tindak kejahatan dengan pemberatan. Namun, karena penggunaan pasal 93 kurang gagah untuk menangkap HRS, akhirnya digunakan pasal 160. Menurutnya, pasal tersebut tidak bisa digunakan untuk menjerat HRS. Ia mempertanyakan di mana unsur menghasut yang disangkakan dalam pasal tersebut.
Pasal 160 KUHP juga berorientasi pada sebab dan akibat. Dalam hal tersebut, Refly tidak melihat akibat yang disangkakan. Dalam pemeriksaan Covid-19 kepada warga petamburan, Refly menerima informasi, ada lima orang warga yang terjangkit. Namun, kelimanya juga tidak hadir dalam acara yang digelar HRS dan terjangkit lantaran baru pulang liburan.
Secara pos facto, Refly menyebutkan, tidak ada yang perlu dirisaukan dari kerumunan tersebut. Hanya saja, memang perlu diberikan teguran yang keras dan jika perlu, denda administrasi yang lebih besar. Pihak HRS sendiri sudah menerima denda Rp50 juta dari Satpol PP DKI Jakarta atas terselenggaranya resepsi pernikahan putri keempat HRS.
"Jadi bukan melakukan pendekatan pidana untuk memenjarakan, menangkap orang, menahan orang sebagaimana tren yang terjadi saat ini," ujar Refly.
Refly mengajak masyarakat untuk menjaga demokrasi bangsa Indonesia dan tidak menggunakan hukum sebagai alat represi, melainkan sebagai alat untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Refly berharap agar semua bisa berjalan baik-baik saja dan kasus ini bisa diungkap secara genuine, dengan tim yang juga independen.
Menurutnya, selain tim dari Mabes Polri, FPI dan Komnas HAM yang bekerja. Kasus ini juga akan terkuak jika ada tim independen yang bekerja.
Pengungkapan kasus dengan tim independen akan lebih mudah diungkap daripada kasus yang melibatkan sedikit orang seperti kasus penyiraman penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Sejak diunggah pada Jumat (11/12/2020), video itu sudah ditayangkan lebih dari 19 ribu kali. Ada 2.000 lebih yang menekan tanda suka dan seribu lainnya meninggalkan komentar.
Banyak warganet pendukung HRS yang memberikan tanggapan dalam video tersebut. Mereka ikut memberikan pendapatnya mengenai kasus yang melilit sang pimpinan FPI.[Suara]
Jumat, 11 Desember 2020
Peringatan Prof Jimly Soal Pelanggaran HAM, Jika Tak Bisa Diproses Sekarang Tunggu Masa Depan
Peringatan Prof Jimly Soal Pelanggaran HAM, Jika Tak Bisa Diproses Sekarang Tunggu Masa Depan
10Berita - Sejak amandemen kedua II tahun 2000, hampir semua instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) sudah diadopsi jadi materi Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J UUD 1945. Tinggal promosi, implmntasi dan penegakan di lapangan.
Demikian disampaikan guru besar fakultas hukum Universitas Indonesia (UI), Prof Jimly Asshiddiqie melalui akun Twitter pribadinya, @JimlyAs, Jumat (11/12).
“Tidak ada demokrasi sejati tanpa tegaknya HAM sebagai cermin sila kedua Pancsila. Semoga semua pemimpin terus ingat,” kata Jimly.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut sejak tahun 2000, materi terbanyak UUD 1945 adalah tentang HAM.
“Maka jangn anggap remeh soal HAM dalam praktik kekuasaan kapan pun, di manapun, oleh siapapun pemegang kekuasaan atau non-state actor sesama wrga, ormas ataupun korporasi. Implementasinya menentukan kemajuan pradaban bangsa menurut sila kedua Pancsila,” tegas Jimly.
Menurut Jimly, pelanggaran HAM tidak mengenal istilah kadaluarsa, sehingga bisa diproses kapan saja.
Jika tidak bisa diproses sekarang, kata Jimly, masih bisa dibongkar dan diproses di masa yang akan datang.
“Sampai kapan pun bisa dibongkar dan diproses hukum. Maka siapa saja merasa pernah jadi korban, sambil diperjuangkan secepatnya, kumpulkan segala fakta dan data sebagai bukti di masa depan. Kalau tidak selesai sekarang di masa depan akan terus dapat diperjuangkan,” jelas Jimly.
Anggota DPD RI ini mengajak semua pihak untuk selalu bersikap adil agar bisa mengikis rasa benci dan permusuhan.
“Teruslah brusaha untuk bersikap adil dalam hidup, meskipun terhadap orang, kelompok orang atau golongan yang anda sangat benci,” katanya.
“Lebih baik lagi jika kita berhasil mengikis sikap benci dan rasa permusuhan dalam hati terhadap siapa saja dengan semangat kemanusiaan yang adil dan beradab,” tandas Jimly Asshiddiqie.[pojoksatu]
Saksi Penembakan: Hanya 2 yang Tewas di Tempat, 4 Lagi Masih Hidup Dibawa Pergi Entah ke Mana
Saksi Penembakan: Hanya 2 yang Tewas di Tempat, 4 Lagi Masih Hidup Dibawa Pergi Entah ke Mana
10Berita - Wartawan senior FNN, Edy Mulyadi membuat penelusuran yang mengejutkan publik. Ia mendatangi lokasi penembakan laskar pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) di Jalan Tol Jakarta – Cikampek, tepatnya di KM 50.
Edy Mulyadi mewancarai beberapa saksi mata yang melihat langsung insiden penembakan pengawal HRS di KM 50.
Kepada Edy Mulyadi, saksi mengatakan bahwa tidak ada baku tembak di KM 50. Saksi hanya mendengar dua kali suara tembakan yang dilakukan oleh aparat.
Saksi juga menegaskan bahwa laskar FPI yang mengawal HRS dan keluarganya tidak membawa senjata api. Namun dia tidak bisa memastikan apakah laskar FPI membawa senjata tajam, seperti samurai.
Saksi menjelaskan bahwa saat kejadian pada malam Senin, dia sedang menunggu di toilet. Ia melihat belasan mobil mengepung salah satu mobil yang diduga milik laskar FPI.
Dari belasan mobil itu, kata dia, tiga di antaranya merupakan mobil patroli kepolisian.
“Ada satu mobil dipalang dan di situ polisi banyak banget. Bahkan, kata dia (saksi), sejak sore jam 6 itu sudah banyak polisi. Saya tanya berapa mobil? Mobilnya 10 lebih dan tiga di antaranya mobil resmi patroli,” ucap Edy Mulyadi dalam video berjudul ‘Pengakuan Saksi Mata KM50 kepada Edy Mulyadi’ yang dikutip dari chanel YouTube MimbarTube, Kamis (10/12).
Menurut Edy, saksi melihat kejadian itu dari jarak sekitar 8 meter. Warga di lokasi diusir dan tidak boleh mendekat.
“Jadi, kalau polisi mengatakan ada baku tembak, tembak-menembak, sekali lagi si saksi mata tadi yang tidak ingin ditampilkan nama apalagi wajahnya, mengatakan cuma dua kali. Tidak ada tembak-tembakan,” ucap Edy Mulyadi.
“Dan dia (saksi) mengatakan bahwa yang menembak adalah polisi. Orang yang di dalam mobil sama sekali tidak membawa senjata karena tidak melakukan tembakan balasan,” tambah Edy.
Berdasarkan keterangan saksi mata, kata Edy, polisi menembak laskar FPI dengan menggunakan senjata laras panjang.
“Dia melihat dua orang langsung tewas di tempat,” kata Edy.
Edy menyebut saksi juga melihat polisi menembak ban mobil depan bagian kiri sehingga kempes. Tujuannya agar mobil tidak kabur.
Tak lama setelah dua orang ditembak, mobil ambulans datang mengangkut jenazah korban.
“Dua mayat dibawa keluar, digotong, dibawa pergi ambulans. Empat orang lagi masih hidup, satu terpincang-pincang kakinya itu dipindahkan ke mobil lain, dibawa pergi entah ke mana,” kata Edy.
Edy menjelaskan bahwa di lokasi kejadian tidak ada garis polisi yang dipasang dan tidak ada olah tempat kejadian perkara (TKP).
Seperti diketahui, polisi menembak 6 anggota laskar pengawal Habib Rizieq di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada Senin (7/12) dini hari.
Polisi menjelaskan tindakan tegas itu terpaksa dilakukan lantaran mereka ditodong senjata tajam dan senjata api oleh laskar FPI.
Polisi menyebut saat kejadian ada 10 anggota laskar FPI. 6 ditembak karena dinilai membahayakan keselamatan polisi, sementara 4 lainnya melarikan diri.
“Anggota yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang kemudian melakukan tindakan tegas dan terukur, sehingga terhadap kelompok yang diduga pengikut MRS yang berjumlah 10 orang, meninggal sebanyak 6 orang,” kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran, di Mapolda Metro Jaya, Jl Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Senin (7/12). [pojoksatu]
Rabu, 09 Desember 2020
Pakar Pidana: Alasan Kapolda Soal Pembuntutan Habib Rizieq Tak Sesuai Fakta Hukum
Pakar Pidana: Alasan Kapolda Soal Pembuntutan Habib Rizieq Tak Sesuai Fakta Hukum
10Berita -Pakar Hukum Pidana Abdul Chair Ramadhan merespons ucapan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran yang menyebutkan aksi pembuntutan terhadap mobil Habib Rizieq Shihab terkait adanya informasi pengerahan massa jelang pemanggilan.
”Apa yang disampakan itu, tidak sesuai dengan fakta hukum dan makna penyelidikan,” jelas Choir dalam FGD Online bertajuk Potret Hukum Indonesia: Kasus Penembakan 6 Anggota FPI, Ekstra Judicial Killing kah?, Selasa (8/12/2020).
Choir menjelaskan, peristiwa yang disebut pengerahan massa untuk mengawal Habib Rizieq sampai sekarang itu belum terjadi. “Oleh karena itu tidak pada tempatnya disebut penyelidikan. Kita praktisi, akademisi hukum tentu paham apa itu penyelidikan. Penyelidikan adalah suatu tindakan penyelidik untuk menetukan apakah suatu perbuatan itu pidana bukan. Nah ini belum ada pengerahan massa kenapa disebut penyelidikan,” heran Choir.
Sumber: Eramuslim
Anggota DPR Kecam Penembakan Laskar, Bukhori Yusuf: Ada Missing Link Dalam Narasi yang Disampaikan Polisi
Anggota DPR Kecam Penembakan Laskar, Bukhori Yusuf: Ada Missing Link Dalam Narasi yang Disampaikan Polisi
10Berita - Anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf mengecam keras peristiwa yang menewaskan enam Laskar FPI (Front Pembela Islam) di Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat pada Senin (7/12) dini hari.
Bukhori menganggap insiden mematikan yang menimpa Laskar FPI saat tengah mengawal Habib Rizieq untuk mengisi pengajian subuh itu sebagai tindakan biadab, dan tidak berperikemanusiaan.
“Sejujurnya, saya sangat menyesalkan tindakan oknum yang sangat gegabah dalam melakukan penindakan tersebut sehingga mengakibatkan hilangnya enam nyawa manusia sekaligus,” kata Bukhori dalam siaran persnya, Selasa (8/12).
Anggota Komisi VIII DPR ini juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam insiden itu. Sebagai contoh, kata Bukhori, lokasi tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya keenam Laskar FPI yang tidak teridentifikasi dengan jelas.
Selain itu, bukti proyektil peluru yang bersarang di mobil petugas kalau benar terjadi baku tembak, hingga fungsi intelijen yang seolah kecolongan karena tidak mampu melakukan antisipasi dini bila benar anggota FPI terbukti memiliki senjata.
Menurut Bukhori, terdapat missing link dalam narasi yang disampaikan oleh kepolisian sehingga ruang yang tidak utuh tersebut justru menimbulkan skeptisisme bagi publik.
Ketua DPP PKS ini menganggap ada dugaan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) serius yang telah dilakukan akibat arogansi oknum aparat dalam peristiwa itu.
Sebab, lanjut Bukhori, mengacu pada keterangan resmi DPP FPI sebutkan bahwa anggota mereka yang menjadi korban justru tidak membawa senjata api maupun senjata tajam, atau dalam posisi mengancam aparat sebagaimana disebut pihak Polri.
Bukhori menyebut kejanggalan itu makin menguat mengingat posisi para korban saat itu dalam rangka melakukan pengawalan terhadap Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang akan melakukan dakwah keluar kota.
Saat itu, lanjut Bukhori, Laskar FPI bukan dalam rangka memobilisasi massa ke Jakarta dalam rangka menghalangi penyidikan Polri terhadap Habib Rizieq Shihab sebagaimana dirisaukan oleh aparat.
“Ini adalah tindakan teror terhadap pemuka agama untuk kesekian kalinya. Ironisnya, tindakan kali ini justru dimotori oleh oknum aparat hingga mengakibatkan terenggutnya nyawa orang lain yang tidak bersalah,” kata Bukhori.
Menurut dia, pemerintah semestinya menjadi yang terdepan dalam melindungi setiap warga negaranya, sekalipun mereka berseberangan pikiran dengan penguasa.
“Sejak awal saya telah memperingatkan pemerintah supaya mengutamakan komunikasi yang persuasif, bukan intimidatif. Lakukan pendekatan yang merangkul, bukan memukul dalam menghadapi pihak yang kritis,” tutur Bukhori.
Karena itu, mantan anggota Komisi III DPR ini mengusulkan supaya pemerintah segera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menguak peristiwa itu.
TPF itu akan dipimpin oleh Komnas HAM beserta sejumlah pihak independen yang kompeten, dan netral dalam rangka mendukung proses penyelidikan.
Bukhori menegaskan bahwa hal ini perlu segera dilakukan untuk mengungkap peristiwa sebenarnya, mengingat kedua pihak yang berselisih, yakni FPI dan Polri, bersikukuh dengan klaimnya masing-masing.
Selain itu, pembentukan tim ini juga dalam rangka mitigasi risiko terjadinya perselisihan di tengah masyarakat akibat beredarnya informasi yang simpang siur.
“Kita perlu mengungkap dalang di balik semua ini dan meminta penegakan hukum terhadap pelaku dilakukan seadil-adilnya,” pungkas Bukhori.
Sumber: pojoksatu.id
Selasa, 08 Desember 2020
Jika Terbukti Bersalah Dalam Kematian 6 Anggota FPI, Kapolri Dan Kapolda Metro Jaya Harus Dicopot
Jika Terbukti Bersalah Dalam Kematian 6 Anggota FPI, Kapolri Dan Kapolda Metro Jaya Harus Dicopot
10Berita,Kapolri Jenderal Idham Azis dan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran harus segera dicopot dari jabatannya apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum terkait kematian 6 pengikut Front Pembela Islam (FPI).
Anggota Komisi III DPR RI, Romo HR. Muhammad Syafii mengatakan perlunya dibentuk tim independen untuk mencari fakta yang sebenarnya terkait kematian 6 anggota FPI yang diklaim polisi telah menyerang aparat di Tol Cikampek.
Menurut Syafii pengakuan FPI bahwa pengikutnya tidak memiliki senjata api itu harus diverifkasi kebenaranya di lokasi kejadian.
“Pengakuan dari pihak FPI bahwa mereka tidak pernah bawa senjata tajam apalagi senjata api, maka berarti tidak mungkin ada peristiwa tembak-menembak dan ketika dicek di lapangan juga itu tidak terbukti ada kejadian tembak-menembak,” demikian kata Syafii.
Politisi Gerindra ini juga mendesak Komnas HAM untuk turun gunung mencari kebenaran dan duduk persoalan terkiat insiden berdarah yang memakan korban 6 nyawa pengikut Habib Rizieq Shihab.
Kata Syafii, Jenderal Idham Azis dan Irjen Fadil Imran harus dicopot apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum.
“Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran harus dicopot, berikut juga Kapolri Idham Azis, demi memberi kepastian hukumdan memberikan wajah Polri yg Promoter yang benar-benar melindungi, melayani danmengayomi rakyat,” demikian kata Syafii.(RMOL)
ISAC Minta Komnas HAM & DPR Segera Investigasi Kematian 6 Anggota FPI
ISAC Minta Komnas HAM & DPR Segera Investigasi Kematian 6 Anggota FPI
10Berita Ada perbedaan pemberitaan kronologi kematian 6 anggota Front Pembela Islam (FPI) pada Senin 7 Desember 2020 di Tol Cikampek, Jawa Barat, yang diungkap Polri dengan versi FPI.
Menurut Sekretaris The Islamic Study and Action Center (ISAC) Endro Sudarsono, ada sederet pertanyaan yang harus dijawab. Di antaranya dalam rangka apa ada pembuntutan, siapa yang memulai, di mana TKP kematian, mengapa ditembak mati, tidak dilumpuhkan?
Pertanyaan berikutnya, ujar Endro, mengapa FPI merasa diculik, apakah ada video/CCTV atau tidak, bagaimana asal usul senjata api dan lainnya lagi?
“Jika hal ini terkait dengan pemanggilan Habib Rizieq Syihab, Polri masih ada waktu untuk melakukan upaya hukum lainnya,” kata Endro Sudarsono dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Selasa (8/12/20).
Ia melanjutkan, jika peristiwa ini diduga terkait dengan dukungan pengikut Habib Rizieq saat akan diperiksa di Polda Metro, tentunya ada SOP tentang pembubaran massa.
“Karena itu ISAC meminta Komnas HAM dan DPR RI agar segera melakukan investigasi independen dan profesional untuk mengungkap peristiwa yang sesungguhnya,” tegas Endro.
Jika perlu, ujarnya, ada Tim Pencari Fakta Gabungan yang melibatkan ormas seperti Muhammadiyah dan NU untuk melakukan otopsi terhadap 6 anggota FPI tersebut, apakah karena luka tembak atau ada penyebab yang lain.
Selain itu, ISAC juga berharap kepada Kapolri untuk melakukan pendekatan kemanusiaan dan komunikasi antar ormas sebagai prioritas dan diutamakan.
“Hindari upaya penembakan mematikan terhadap masyarakat atau terduga pelaku kejahatan kecuali jika sudah ada tahapan sesuai SOP,” pintanya kepada Polri. (S)
The post ISAC Minta Komnas HAM & DPR Segera Investigasi Kematian 6 Anggota FPIappeared first on Salam Online.
Munarman: FPI Tidak Punya Senpi, Pistol Itu Punya Siapa?
Munarman: FPI Tidak Punya Senpi, Pistol Itu Punya Siapa?
10Berita – Polisi menyita beberapa barang bukti terkait kasus penyerangan yang dilakukan simpatisan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab. Salah satu yang diamankan adalah senjata api jenis pistol.
Ketua Bantuan Hukum DPP FPI, Sugito Atmo Pawiro, membantah kalau anggota atau laskar yang mengawal Habib Rizieq Shihab yang lebih dulu melakukan penyerangan. Kata dia, justru pihaknya yang mendapatkan serangan duluan.
“Pihak Kapolda dalam rilisnya menyatakan seakan ada penyerangan dari laskar FPI. Padahal, tidak begitu. Kami malah yang diserang,” ujar Sugito di Jakarta, Senin, 7 Desember 2020.
Sugito pun tidak tahu siapa yang menembaki tersebut. Tapi, yang pasti enam anggota FPI yang mengawal Habib Rizieq Shihab itu saat ini kondisinya telah meninggal dunia.
Atas kejadian itu, ia meminta agar dilakukan pengusutan terkait penembakan terhadap enam anggota FPI di Tol Karawang Timur, Senin dini hari tersebut.
Sumber: Eramuslim
Minggu, 06 Desember 2020
Teror! 4 Orang dengan Wajah Tertutup Pecahkan Kaca Mobil Ketum PA 212 Slamet Maarif
Teror! 4 Orang dengan Wajah Tertutup Pecahkan Kaca Mobil Ketum PA 212 Slamet Maarif
10Berita - Sekelompok orang tidak dikenal menteror Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Ma'arif.
[news.beritaislam.org]
Kasus Denny Siregar, Penyataan Mabes Polri Dipertanyakan
Kasus Denny Siregar, Penyataan Mabes Polri Dipertanyakan
10Berita - Forum Mujahid Tasikmalaya mempertanyakan pernyataan Mabes Polri dalam penanganan kasus Denny Siregar. Sebab, Mabes Polri menyatakan keterangan saksi dalam tangkapan foto itu masih belum terpenuhi.
Ketua Forum Mujahid Tasikmalaya, Nanang Nurjamil mengatakan, seluruh saksi dari pelapor telah memenuhi panggilan kepolisian untuk memberikan keterangan. Keterangan dari santri yang ada dalam foto yang diunggah Denny Siregar bahkan sudah diberikan sejak kasus masih ditangani Polresta Tasikmalaya.
“Yang aneh itu statement Karo Penmas (Humas Polri). Kan dia bilang yang di dalam foto itu masih dicari. Padahal kan santrinya sudah diperiksa juga di Polres,” katanya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (6/12).
Menurutnya, bukan hanya santri yang sudah diperiksa dari pihak pelapor. Keluarga santri juga telah ikut memberikan keterangan sewaktu kasus masih ditangani Polresta Tasikmalaya. Karena itu, Nanang mempertanyakan maksud dari pernyataan Polri itu. Padahal, menurut dia, keterangan yang belum ada itu dari pihak terlapor.
“Kita mempertanyakan maksud statement itu apa. Gambar orang yang mana yang masih dicari? Kalau dari pelapor sudah lengkap semua,” ujarnya.
Nanang berharap, polisi dapat dengan cepat menangani kasus Denny Siregar, seperti kasus lainnya. Sebab, sudah lebih dari lima bulan belum ada kejelasan dari kasus itu.
Kasus dugaan penghinaan yang dilakukan Denny Siregar kepada santri di salah satu pesantren di Tasikmalaya dilaporkan ke polisi pada Kamis (2/7). Berikutnya, pada Selasa (14/7), dua santri yang berada dalam foto yang diunggah Denny Siregar melalui akun Facebook-nya, memberikan keterangan di Polresta Tasikmalaya.
Tak hanya itu, salah satu orang tua santri juga telah memberikan keterangan kepada polisi pada Jumat (7/8). Setelah itu, kasus yang sebelumnya ditangai Polresta Tasikmalaya Dilimpahkan ke Polda Jabar.
Pelapor dalam kasus itu, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani, yang juga merupakan pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, beberapa kali diperiksa kembali ke Polda Jabar. Namun, hingga saat ini kasus masih belum jelas.
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, polisi tetap melakukan proses dalam kasus Denny Siregar. “Dalam penanganan kasus kita semua dari proses penyelidikan ke penyidikan berproses, memang di sana sudah saya tanyakan pada Dirkrimsus Polda Jabar ada kendala-kendala permasalahan,” kata dia dalam konferensi pers, Jumat (4/12).
Menurut Awi, kendala tersebut terkait saksi dengan capture yang ada sampai saat ini masih belum terpenuhi. Sehingga, kata Awi, orang orang yang ada didalam gambar itu sampai sekarang masih dicari.
Namun, ia menegaskan bahwa semua kasus, termasuk kasus Denny Siregar akan ditangani secara profesional dan proporsional oleh petugas. “Jadi kita tunggu saja,” tegas Awi.
Sumber: republika.co.id