Jumat, 12 Juni 2020
'Saya Tidak ke Mana-mana Tapi Tertular Covid-19', Bukti Bahwa Mereka yang Tidak Bepergian Tetap Bisa Terinfeksi Virus Corona
Minggu, 10 Maret 2019
Prabowo Subianto; Ada Kelompok yang Tidak Peduli Dengan Rakyat
Ia mengaku pilpres kali ini lebih memilih langsung terjung ke masyarakat dan menyampaikan program yang akan dilakukan guna mengubah kondisi bangsa.
Menurut Prabowo, awalnya ia berusaha meyakinkan kelompok elite negeri ini terkait kondisi ekonomi yang dirasakan rakyat. Namun, kelompok tersebut tidak pernah peduli dan memilih memikirkan diri sendiri.
“Saya bertahun-tahun keliling dan menulis beberapa buku. Terakhir “Paradoks Indonesia” dan “Indonesia Menang”. Di situ saya berusaha menggugah elit bangsa ini. Apa itu elit? Itu adalah unsur pimpinan, jadi kalau saya sebut elit itu unsur pimpinan di Indonesia,” kata Prabowo saat menyapa ribuan masyarakat di GOR Sukapura, Tasimalaya, Jawa Barat, Sabtu (9/3/2019).
Prabowo menuturkan, saat ia berupaya meyakinkan para elite terkait kondisi Indonesia yang memiliki kekayaan melimpah namun rakyatnya masih banyak yang hidup susah, dirinya malah dicemooh.
“Malah dibilang “Prabowo bisa apa? Prabowo ngerti apa soal ekonomi?”. Memang saya tak punya gelar, tapi saya punya akal sehat. Percuma para elit punya gelar berderet tapi kepintarannya bukan untuk rakyat,” kata Prabowo.
Untuk itu, kata Prabowo, akhirnya ia memilih langsung menemui rakyat dan mengajak untuk saling membantu melakukan perubahan bagi kedaulatan dan kesejahteraan Indonesia mendatang.
Senin, 19 November 2018
KTT Pinjam Sana-Sini
KTT Pinjam Sana-Sini
Sabtu, 17 November 2018
Sekilas Tentang Khilafah yang Kalian Benci Setengah Mati Itu
10Berita TAHUN POLITIK, begitu katanya, dan perang tagar pun terjadi. Yang satu mengkampanyekan pergantian presiden, tagar satunya mengkampanyekan dua periode. Jika kita berpijak pada sebuah adagium yang berbunyi perang adalah politik dengan senjata dan politik adalah perang tanpa senjata, agaknya hal itu benar-benar tersaji pada hari ini. Di dunia maya alias medsos narasi yang diusung kedua belah pihak terkadang tak lagi subtansial, malah cenderung berceceran. Begitu pun di dunia nyata, kerap terjadi persekusi, chaos, serta intimidasi di antara kedua pihak, dan setiap momen tersebut akan dijadikan peluru-peluru narasi baru di perang medsos.
Tahun politik di era percepatan komunikasi menjadi padanan yang terkadang mengerikan, khususnya bagi pihak-pihak yang tak mau terlibat dalam perang tagar. Rasanya tak ada ruang untuk sekedar tak acuh dan abai di setiap momennya, dalam kasus pembakaran bendera bertuliskan lafadz tauhid misalnya, meski tak lagi mengusung tagar ganti presiden atau lanjut presiden, namun arah polarisasi terlalu mudah dibaca, pendukung petahana tak turun ke jalan, pendukung oposisi turun ke jalan, pendukung oposisi mengklaim dirinya sebagai pembela kepentingan umat Islam, pendukung petahana mengklaim dirinya paling NKRI yang terkadang berkoar anti khilafah.
Dan ngomong-ngomong soal khilafah, penulis cukup mengeryitkan dahi ketika pembakaran bendera yang sejatinya merupakan urusan yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan justru menjadi batu loncatan untuk ramai-ramai mengekspresikan kebencian terhadap khilafah, sesuatu yang sedang belum ada, toh kalaupun nanti ada penulis yakin organisasi kalian yang dipenuhi insan-insan muslim cendekia nan terdidik itu tidak akan dibubarkan dan dicap sebagai organisasi terlarang.
Sepengetahuan penulis, memang banyak para pemikir modern yang berargumentasi bahwa Islam memang tidak mempunyai tradisi teori politik, politik dalam pengertian barat tentunya. Dan kita bisa menemukan kesamaan alur pemahaman para pemikir tersebut kurang lebih seperti ini; pemikiran politik barat telah berkembang secara linier dan progresif, dimulai dari Yunani kuno hingga ke berbagai gagasan penyokong demokrasi liberal yang berlaku hari ini. Dan ajaran Kristen hadir di tengah proses tersebut, namun potensi ajaran Kristen untuk memunculkan kerangka politik berbasis agama pada akhirnya terpental dari arena politik. Kekristenan dipaksa untuk menanggalkan klaim apapun atas kekuasaan duniawi, atau jika dari perspektif rakyat, gereja tak pernah memaksakan kekuasaannya terhadap dunia politik.
Pada akhirnya, gereja cenderung mengakui urusan memerintah masyarakat sebagai urusan manusia, dan memandang orang Kristen sebagai hamba Tuhan dan di saat yang sama juga berperan sebagai warga tatanan dunia sekuler. Hal ini bisa kita lihat dari surat St. Paul kepada Titus yang meminta agar ia senantiasa mengingatkan umatnya untuk tunduk kepada raja, dan kekuasaan, mematuhi kata-katanya. Dan dalam pasal Romans XIII di Bible St. Paul menyatakan, “Biarkan setiap jiwa tunduk pada kekuasaan yang lebih tinggi, karena tidak ada kekuasaan kecuali kekuasaan Tuhan, dan kekuasaan yang ditetapkan Tuhan. Oleh karenanya, mereka yang menentang kekuasaan, berarti menentang perintah Tuhan.” Dan untuk mengatasi kebingungan para pemeluk Kristen tentang bagaimana menjalani dua peran sekaligus dalam waktu bersamaan, St. Paul mengatakan, “Berikan upeti kepada mereka yang berhak, taatlah kepada mereka yang berhak, takutlah kepada orang-orang yang berhak ditakuti, dan hormati orang-orang yang berhak dihormati.” Pernyataan indah ini menjadi cerminan berlepasnya gereja dari urusan politik, dan hanya mempunyai otoritas pada wilayah spiritual kehidupan manusia.
Kembali kepada Islam, Islam tentunya tidak ambil bagian dalam proses perkembangan tersebut. Menurut para pemikir (baca: pengkritik) Islam belum pernah menghasilkan suatu teori ataupun praktik politik yang sesuai dengan tradisi demokrasi liberal barat. Secara harfiah pernyataan itu mungkin benar, namun menyimpulkan bahwa Islam belum pernah sama sekali menghasilkan suatu teori politik yang konsisten dan relevan jelas tidak benar. Hal tersebut malah mencerminkan sebuah generalisasi yang serampangan dan tiadanya toleransi terhadap pandangan dunia yang berbeda, dua ciri khas pendukung ideologi yang sedang berkuasa.
Berbeda dengan Kristen, dalam Islam, pembentukan suatu bangunan kekuasaan atau otoritas yang terpisah dari firman Allah SWT adalah suatu hal yang tidak mungkin dan tidak diharapkan. Secara teori, syariah sebagai lambang tatanan sosial yang terinspirasi Al-Quran dan As-Sunnah selalu berada di posisi teratas. Hukum serta pembuatan hukum yang berkesesuaian dengan Al-Quran dan As-Sunnah menjadi aspek mendasar, menentukan, dan khas dalam budaya politik Islam.
Memang tak bisa dipungkiri, perjalanan sejarah umat Islam banyak diwarnai berbagai ketegangan antara hukum syariah dengan berbagai kepentingan penguasa. Seorang penguasa Islam mungkin menjauhi Al-Quran, mungkin menyeleweng dari cita-cita Ilahiah, namun syariah hadir untuk mengoreksi ketidakseimbangan yang ada. Para ulama dan pakar syariah senantiasa menjaga jarak dengan penguasa agar mereka tetap bisa menjadi sandaran ketika para penguasa mulai menyimpang, kebijakan-kebijakannya mendatangkan mafsadat, dan ketika masyarakat mulai dirasa jauh dari agama. Dalam situasi paling ekstrem, para ulama tersebut tak segan mendukung pemberontakan melawan tatanan yang telah mengakar dan mapan demi terjaganya kemuliaan dan kemurnian ajaran Islam.
Satu lagi yang khas dari budaya politik Islam adalah bahwa kekuasaan politik Islam selalu dimulai dengan kekuasaan perseorangan ketimbang institusional. Dan kekuasaan tersebut sah selama sang penguasa mentaati dan menjalankan Syariah.
Kekuasaan politik Islam yang bernama kekhalifahan –silahkan dibuka kitab tarikhnya, ketimbang bakar bendera- telah menjadi lambang kekuatan dunia Islam pada masa lampau. Dan keinginan untuk mengembalikannya menjadi cita-cita abadi kelompok yang pada hari ini dunia menyebutnya Islam radikal. Memang, jika melihat kualitas dan kuantitas kelompok tersebut rasanya mustahil kekhilafahan akan hadir kembali, namun di sisi lain, eksistensi kelompok tersebut telah menghadirkan kegelisahan tersendiri di dunia barat. Militansi serta keberhasilan menjaga eksistensi berpadu dengan ketidakyakinan para pemimpin barat untuk sekedar mengklaim sebuah kemenangan dalam perang global melawan terorisme membuat siapa pun berpikir bahwa mungkin suatu saat nanti kekhalifahan bisa saja terlahir kembali.
Memang sejak dihapuskan secara resmi pada tahun 1924 di Turki, berbagai klaim terhadap gelar khalifah perlahan lenyap dan kekhalifahan tampaknya menjadi sekedar barang peninggalan masa lampau dalam museum umat Islam; dihormati namun dianggap tak relevan lagi dengan perkembangan zaman.
Namun gagasan tersebut menolak untuk pergi, kekhalifahan nyatanya masih mempunyai daya tarik kuat terhadap umat Islam. Meskipun dalam bentuk yang tidak sempurna dan sangat kaku, nyatanya deklarasi khilafah Islamic State mempunyai banyak peminat, meskipun dicap sebagai organisasi terlarang, Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin tak pernah kekurangan sosok intelektual, meskipun banyak pemimpin kharismatiknya yang terbunuh, Al Qaeda seolah seperti api yang tak pernah padam.
Sekali lagi sepengetahuan penulis, pasca hilangnya kekhalifahan, keretakan persatuan dunia Islam menjadi hal yang tak terelakkan lagi. Pemaksaan barat terhadap dunia Islam untuk mengadopsi nation state sebagai pengganti pemerintahan Islam nyatanya menimbulkan masalah baru. Tidak ada kata dalam bahasa dunia Islam yang sepadan untuk memaknai nation dan nationalismdalam pengertian seutuhnya. Hal ini dikarenakan nation sebagai sesuatu yang terbatas dalam suatu ruang geopolitik yang ketat, yang di dalamnya berlaku suatu etnisistas umum, sebelumnya tidak pernah ada dalam budaya politik Islam. Setidaknya orang Islam mengenal tiga kata untuk mendefinisikan wilayah yang mereka tempati; wathan, bilad, dan ardh namun ketiganya tidak ada yang mengandung pengertian khas mengenai kata nation. Ada yang mencoba pemaknaan ulang kata ummah sebagai nation(bangsa), namun tentu saja hal itu akan mengurangi sakralitasnya sebagai sebuah istilah dalam Al-Quran untuk menyebut komunitas orang beriman.
Ras juga diupayakan menjadi simbol pemersatu pengganti agama, dengan alasan yang lebih tidak meyakinkan, yaitu anggapan adanya kejeniusan atau keunikan yang khas pada setiap kelompok ras. Orang Turki, Arab, Persia, ataupun Melayu semua dianjurkan menelusuri masa lalu mereka untuk menyusun suatu narasi keagungan baru yang dapat memberikan legitimasi bagi tatanan baru pengganti Islam. Hingga pada akhirnya umat Islam yang semula “saya Turki, saya Arab, saya Persia, dan kami adalah Islam” dipaksa menjadi “saya Islam, saya Kristen, saya Yahudi dan kami adalah Turki”. Sementara itu baik secara tekstual maupun konstitusional umat Islam di masa lampau (baca: salafus shalih) tak pernah mengelompokkan manusia berdasarkan asal-usul maupun tempat kelahirannya. Tolok ukur penilaian manusia adalah tentang ketaatannya terhadap perjanjian dengan Allah, dan pengelompokan manusia pun lebih sederhana; muslim dan kafir, muslim menjadi penguasa dan kafir menjadi pengikut.
Salah satu landasannya adalah surat Ali Imran ayat 110 yang menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik. Selama ayat tersebut masih berdengung di telinga umat Islam, sulit bagi orang Islam untuk menjiwai sepenuhnya panggilan “hai bangsa Turki, hai bangsa Irak, hai bangsa Indonesia”.
Di atas roda ketidakjelasan inilah, dunia Islam pasca kekhalifahan Ustmani berjalan hingga hari ini. Secara sadar maupun tidak seorang muslim harus berlaku seperti orang Kristen, menjalankan dua peran sekaligus, sebagai seorang penganut Islam sekaligus sebagai warga sebuah negara sekuler. Menurut hemat penulis, hal ini tentu menimbulkan kegelisahan tersendiri, dikarenakan Islam bukanlah agama yang sekedar membahas aspek-aspek spiritual kehidupan manusia, dan syariah mempunyai maqashid yang tanpa pemerintahan Islam –yang sejak zaman Sayyidina Abu Bakar sampai tahun 1924 bernama khilafah- rasanya sulit diwujudkan.
Maka pada akhirnya, menurut subjektifitas penulis, menjelek-jelekkan dan menolak khilafah bagi seorang muslim itu sebaiknya dilakukan secara kaffah, jangan sebatas bendera saja yang dibakar, tapi keimanan yang tertanam dalam kalbu juga perlu dibakar habis.
Penulis: Bang Azzam
Sumber :Kiblat.
Senin, 17 September 2018
Drone Emprit: Istilah Emak-emak Kalahkan Ibu Bangsa
Drone Emprit: Istilah Emak-emak Kalahkan Ibu Bangsa
10Berita – Menjelang Pilpres 2019, kedua pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terus berusaha merebut simpati dan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Salah satu kelompok suara yang diperebutkan adalah suara para perempuan Indonesia.
Untuk meraih dukungan para perempuan, kedua pasangan capres-cawapres itu memiliki istilah sendiri dalam menyebut perempuan Indonesia. Kubu Prabowo-Sandiaga menggunakan istilah ’emak-emak’, Sedangkan kubu Jokowi memilih istilah ‘ibu bangsa’.
Akan tetapi, istilah ’emak-emak’ yang dipakai oleh kubu Prabowo-Sandiaga dipermasalahkan oleh kubu Jokowi-Ma’ruf. Kubu Jokowi-Ma’ruf menolak istilah ’emak-emak’ digunakan untuk menyebut perempuan Indonesia.
Jika ditilik dari segi bahasa, istilah emak-emak maupun Ibu Bangsa, tak ditemukan masalah pada kedua istilah tersebut. Kedua istilah tersebut sama-sama menggambarkan sosok perempuan.
Namun, istilah Ibu Bangsa dianggap sebagai diksi yang lebih formal. Sedangkan istilah emak-emak lebih ‘gaul’ namun terasa lebih akrab untuk masyarakat kecil.
Perempuan memiliki peran penting dalam menentukan preferensi politik sebuah negara, oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan oleh kedua pasangan bakal calon capres-cawapres tersebut dengan menyebut emak-emak atau ibu bangsa, merupakan cara untuk memasarkan diri untuk meraup suara perempuan Indonesia.
Berdasarkan Drone Emprit, nampak istilah Emak-emak mengalahkan istilah Ibu Bangsa. Data didapat sejak 16 September hingga sekarang.
Drone Emprit sendiri diketahui merupakan sebuah sistem yang berfungsi untuk memonitor serta menganalisa media sosial dan platform online yang berbasis teknologi big data. Drone Emprit menggunakan keahlian Artificial Intelligence dan Natural Learning Process (NLP).
Sumber : Ngelmu.co
Senin, 23 Juli 2018
Berbahaya, 7 Tanaman Yang Sering Kamu Lihat Ini Dapat Membunuhmu
Berbahaya, 7 Tanaman Yang Sering Kamu Lihat Ini Dapat Membunuhmu
10Berita, Indonesia memiliki beragam tanaman mulai dari tanaman obat sampai tanaman hias untuk mempercantik taman atau rumah kamu, Tetapi apakah kamu tau mungkin tanaman hias yang kamu pakai untuk menghiasi rumah kamu dan tanaman yang sering kamu jumpai dijalan ternyata dapa membunuhmu. Berikut adalah penjelasannya
1. Pohon Bintaro
Referensi pihak ketiga
Pohon yang sering ditanam di pinggiran jalan dalam rangka penghijauan kota ini cukup beracun karena mengandung carberin. Itu merupakan jenis racun yang akan membuat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia terhambat.
2. Daun Bahagia
Referensi pihak ketiga
Tanaman ini sering jadikan tanaman penghias rumah dan pasti tanaman ini juga ada dirumah kamu tetapi getah yang ada di batang dan daun ini sangat beracun.Jika kamu terkena getah ini biasa akan gatal dan kejang-kejang. Setelah itu meradang ke dalam kerongkongan dan mengganggu saluran pernapasan kamu.
3. Daun Gimpie-gimpie
Referensi pihak ketiga
Tanaman yang satu ini banyak ditemukan di hutan dan cukup berbahaya hingga tercatat pernah membunuh hewan dan binatang.
4. Pohon Singkong Karet
Referensi pihak ketiga
Ini bukan pohon singkong yang biasa dimasak untuk lauk dirumah lho. Tanaman ini memiliki semacam senyawa yang bisa sama dengan asam sianida.
5. Biji Kecubung
Referensi pihak ketiga
Tanaman ini bisa membuatmu mual, sesak nafas hingga berhalusinasi hingga berakibat kematian (mimin kawaii)
Referensi :www.Yuukepo.com
Senin, 25 Desember 2017
Daftar Maskapai Penerbangan Terbaik di Asia, Ada dari Indonesia?
Daftar Maskapai Penerbangan Terbaik di Asia, Ada dari Indonesia?
10Berita, Setiap tahunnya, situs yang menghimpun penilaian konsumen penerbangan Skytrax merilis daftar maskapai penerbangan terbaik di dunia. Tahun ini, maskapai dari Asia mampu memperlihatkan performa memuaskan. 12 dari ranking 20 teratas didominasi oleh maskapai dari Asia.
Maskapai mana saja yang mampu masuk dalam daftar bergengsi ini? Adakah maskapai dari Indonesia yang juga masuk dalam daftar?
Berikut ulasannya dilansir dari Business Insider, Senin (25/12/2017):
10. Thai Airways
Asal: Thailand
Thai Airways telah lama menjadi maskapai terdepan dalam hal layanan berkualitas, jadi tidak mengherankan jika maskapai utama Thailand ini mampu menduduki peringkat tinggi dalam daftar.
Penumpang kelas ekonomi Skytrax mencatat sikap ramah kru dan pilihan bersantap yang lezat yang diberikan oleh Thai Airways. Di tahun 2017, Thai Airways membawa pulang penghargaan untuk Kelas Ekonomi Terbaik Dunia, Onboard Catering Terbaik di Kelas Ekonomi , dan Fasilitas Spa Airline Terbaik di Dunia.
9. Garuda Indonesia
Asal: Indonesia
Garuda Indonesia tercatat terus memperbaiki layanan dalam beberapa tahun terakhir. Perbaikan yang dilakukan juga meliputi pembaharuan pesawat dan penambahan pelayanan oleh para kru.
Penumpang di kelas ekonomi di Skytrax memberi penilaian baik pada kenyamanan tempat duduk Garuda Indonesia. Pilihan makanan khas Asia Tenggara yang disajikan juga mampu menarik hati para penumpang yang menaiki maskapai ini.
8. Hainan Airlines
Asal: China
Didirikan pada 1993, Hainan merupakan satu-satunya maskapai asal Negeri Tirai Bambu yang mampu meraih rating bintang lima dari Skytrax. Hanya dalam waktu tiga tahun, maskapai ini mampu meroket dari ranking 22 dan masuk dalam 10 besar. Hainan juga terus memperluas rute penerbangannya ke berbagai destinasi di Asia, Eropa dan Australia.
7. Etihad Airways
Asal: Uni Emirat Arab
Etihad merupakan maskapai utama dari Uni Emirat Arab. Pesawat Boeing dan Airbus milik maskapai ini memiliki rute penerbangan ke 100 destinasi.
Etihad mampu terkenal dengan fasilitas apartemen dalam pesawat yang dinamakan Residence Fly serta penawaran suite kelas satu dan kelas bisnis mewah.
6. Eva Air
Asal: Taiwan
EVA Air Taiwan didirikan pada tahun 1989 dan merupakan cabang dari raksasa pelayaran kontainer global Evergreen Group. Maskapai yang berbasis di Taipei telah berkembang pesat dalam dua dekade terakhir dan sekarang mengoperasikan armada besar jet penumpang Airbus dan Boeing. Maskapai ini juga merupakan perintis dari kelas "ekonomi premium".
5. Cathay Pacific Airways
Asal: Hong Kong
Maskapai yang memiliki markas di Hong Kong ini turun satu peringkat dari tahun lalu. Meski demikian Cathay mampu mempertahankan posisinya sebagai salah satu maskapai paling dihormati dari Wilayah Pasifik.
4. Emirates
Asal: Dubai
Selama 30 tahun terakhir, Emirat telah berkembang menjadi salah satu maskapai penerbangan jarak jauh terkemuka di dunia. Beroperasi secara eksklusif di Bandara Internasional Dubai, maskapai ini menawarkan armada superjumbo Airbus A380 terbesar di dunia dan jet-jet Boeing 777 ke berbagai destinasi jarak jauh dunia.
3. All Nippon Airways (ANA)
Asal: Jepang
ANA adalah maskapai internasional terbesar di Jepang dan merupakan rumah bagi salah satu armada Boeing 787 Dreamliners terbesar di dunia. ANA mendapat pujian yang tinggi dari pengulas Skytrax karena kebersihan, pelayanan, dan keamanan yang diberikan. Banyak pesawat ANA yang menampilkan kursi bersudut gaya slide-forward yang meningkatkan privasi secara keseluruhan. Kursi ekonomi di pesawat ini juga disertai gerai listrik dan USB.
2. Singapore Airlines
Asal: Singapura
Peringkat kedua ditempati oleh Singapore Airlines. Maskapai ini terkenal berkat pramugarinya yang dilatih untuk selalu melayani penumpang dengan hormat dan sangat hati-hati. Berbagai acara di entertainment-on-board yang ditawarkan juga menjadi nilai plus maskapai ini.
1. Qatar Airways
Asal: Qatar
Setelah jatuh ke posisi kedua tahun lalu, Qatar Airways kembali sukses meraih posisi teratas untuk 2017.
Maskapai yang berbasis di Doha ini menerima pujian dari para pengulas karena kenyamanan dan hiburan dalam penerbangannya. Qatar Airways juga menawarkan sistem hiburan dan penawaran kelas ekonomi terbaik di dunia. Maskapai ini menghubungkan lebih dari 150 tujuan di seluruh dunia dan memperluas armadanya dengan menggunakan pesawat jarak jauh generasi terbaru.
Sumber: Liputan6