OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label INTOLERAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label INTOLERAN. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Maret 2020

UBN TERKRIMINALISASI, Ceramah Dihentikan, Diusir Dari Hotel

UBN TERKRIMINALISASI, Ceramah Dihentikan, Diusir Dari Hotel



UBN TERKRIMINALISASI

Sampai sekarang serasa masih ada bongkahan batu yang mengganjal di hati, menyaksikan Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) acaranya dihentikan dan kemudian beliau digelandang pergi dari hotel, Senin (9/3/2020).

Sekitar pukul delapan malam, Ahad malam Senin kemarin, Habib Asadullah Alaydrus kontak saya. Beliau memberi kabar bahwa ada penolakan acara yang akan dihadiri Ustadz Bachtiar Nasir di Malang. Saya turunkan laptop yang tadinya saya pangku. Agak serius saya ngbrol dengan beliau di telpon.

Saya memang sama sekali tidak tahu menahu dengan acara tersebut. Tak ada seorang panitia pun yang kontak saya. Tapi begitu mengetahui runtutan ceritanya, mulai dari pembatalan tempat di Unibraw hingga akhirnya diputuskan dilaksanakan di Hotel Radho JL. Sengkaling, saya pun akhirnya berusaha membantu teman-teman agar acara tetap bisa terlaksana.

Malam itu juga saya kontak Mas Lutfi Ardobi, sekretaris PA 212 dan KH. Khoirul anam, Ketua Rampak Naong (komunitas kiai berdarah Madura di Malang). Saya minta panitia untuk bertemu. Tapi rupanya Doktor Muwafik, dosen Fisip UB yang menjadi ketua panitia sedang berada di Jakarta. Sehingga yang diutus adalah Mas Reza, dosen Fakultas Teknik UMM, selaku sekretaris panitia.

Habib Asad mempercepat pengajiannya, untuk bisa bertemu kami. Saya menutup laptop, cerita ‘Cinta Tak Berbatas Energi’ yang sedang saya tulis, harus terhenti. Padahal saat itu saya berada di puncak imiginasi penulisan novel roman agama tersebut. Kiai Anam pun saat saya telpon, sebenarnya sudah bersiap ke peraduan. Entah mau apa tidur sesore itu.

Akhirnya Jam 23.30 kita bertemu. Saya dengar langsung permasalahnnya. Termasuk update surat ke Polisi yang masih belum mendapatkan Surat Keterangan Tanda Terima (SKTT). Malam itu setelah berbincang, kita sepakat acara tetap lanjut. Tapi, Mas Reza saya minta untuk segera mendapatkan SKTT.

Besoknya, saya mendapatkan info dari Mas Lutfi, ternyata Polsek Dau tidak mau mengeluarkan SKTT. Tapi acara tetap akan dilaksanakan, hanya tempatnya yang dipindah dari Hotel Radho Sengkaling ke Hotel Radho Kawi.

Saya dapat kepastian bahwa Kokam siap memberi pengamanan. LPI pun sudah siap sedia. Laskar Gamal pun sudah siap. Saya kontak Mas Junaedi dan Gus Hisa (Ansor), mereka memberi kabar bahwa tidak ada penolakan secara insitusi dari Ansor maupun Banser. Itulah kemudian, saya pastikan bahwa tidak ada penolakan acara UBN di Malang!

Tadi malam, selepas isyak saya menuju lokasi acara. Sampai sana suasana aman-aman saja. Ustadz Bachtiar Nasir sudah di lokasi, tapi masih di kamar. Saya minta ketemu, tapi oleh orang-orang yang membersamainya di kamar, disebut beliau sedang mandi. Saya balik arah menuju ruang acara, masih separuh kursi terisi.

Setelah itu saya keluar hotel, melihat-lihat suasana. Seorang laskar membuntuti saya. Saya memintanya balik, “Gak apa-apa, Sampean balik ae nang jerru,” seru saya. Saya jalan-jalan di sekitar hotel. Tidak ada hal-hal yang mencurigakan. Tapi kemudian beberapa mobil Polisi yang ditumpangi banyak perwira berdatangan. Satu, dua dan seterusnya.

Sampai akhirnya secara bersamaan, Habib Zainal Abidin Bilfeqih dan Doktor Muwafiq datang. Saya masuk bersama mereka. Naik ke lantai lima, tempat acara. UBN sudah ada di sana. Kami dipersilakan duduk di deretan kersi di depan. Saya dan Dr. Muwafiq menampik. Saya memilih kembali turun ke bawah, sementara Dr. Muwafiq memilih duduk di deretan kursi paling belakang, di belakang para ibu-ibu. Sedang Habib Zainal, karena beliau memang harus memberi sambutan, beliau pun maju. Duduk di sebelah UBN.

Acara dimulai: mulai MC, tilawah, sambutan dan paparan UBN. Lancar saja. Peserta mebludak. Kursi tidak cukup. Banyak peserta yang berdiri. Semua lancar terkendali. Saya husnuzhzhan saja, ini tidak ada apa-apa.


Tapi tak lama kemudian, ada kabar dari Ustadz Abdullah Hadrami, Habib Asad dan beberapa orang lainnya, mereka mendapat info dari Polisi bahwa sedang ada pergerakan massa menuju lokasi acara. Saya mengumpulkan pimpinan-pimpinan laskar, “Kalian jangan terprovokasi. Berjagalah di depan hotel,” instruksi saya pada mereka. “Kalau mereka melakukan aksi di halaman, biarkan saja. Itu adalah tugas Polisi, apakah akan membiarkan atau akan membubarkan. Tugas kalian adalah menjaga acara untuk tetap berjalan. Kalau sampai mereka masuk hotel untuk mengacau, baru kalian boleh bertindak!”

“Siaaap!” jawab mereka.

Tak berapa lama memang ada beberapa orang, kisaran belasan orang saja. Menurut informasi kawan-kawan, di antara mereka ini adalah orang-orang yang sama yang dulu pernah menolak deklarasi PA 212 di Gedung Muamalat.

Saya masuk ke barisan laskar di teras hotel. Mendengar, menyimak suara-suara mereka. Tak jelas, karena mereka tidak menggunakan pengeras suara. di antara beberapa yang terdengar, “Ayo mettuo koen, nyingkrio. Ojok nggawe kisruh nang Malang!

Wong atasane dudu ulamaˋ kok ngaku-ngaku ulamaˋ. Ayo rene balapan karo aku moco kitab kuning, moco Imriti, moco Alfiyah…” dan lain sebagainya teriakan mereka. Teman-teman diam saja mendengarkan teriakan mereka. Sambil sesekali tersenyum dan tertawa, kalau didapati ada yang dirasa lucu.

Telpon saya berdering, Mas Lutfi meminta saya baik ke lantai tiga. Saya bergegas. Rupanya sedang berlangsung negosiasi antara beberapa Polisi dengan Dr. Muwafiq. Polisi minta acara dihentikan. Dr. Muwafiq bersikeras tidak. Adu argumen terjadi. Polisi berdalih, acara ini tidak mengantongi SKTT. Sehingga harus bubar!

Dr. Muwafiq berdalih, ini acara ilmiah, seminar, diskusi. Di dalam ruangan, bukan di ruang terbuka, tidak perlu adanya SKTT dan sejenisnya. “Kami sudah sering mengadakan acara semacam ini. Tidak pernah ada apa-apa. Polisi tidak ada yang meminta kami bubar.”

“Tapi ini ada penolakan massa. Sehingga untuk alasan keamanan, acara dihentikan saja. Kami minta begitu. Tolong!” timpal seorang Polisi.

Saya ikut menyela, “Pak, kalau memang untuk menghindari keributan, kenapa bukan mereka saja yang dibubarkan. Kenapa harus kami?”

“Tidak bisa. Mereka adalah warga yang menolak.”

“Alasannya apa?”

Polisi tidak menjawab pertanyaan saya. Meraka tetap hanya meminta acara dibubarkan, agar situasi kembali baik.

“Sekarang begini saja, Pak. Siapapun mereka yang melakukan penolakan, sebaiknya Sampean ajak masuk. Sampean dan mereka hadir saja, ikut mendengar ceramah Ustadz Bachtiar. Kalau memang dalam isi ceramah beliau ada yang tidak sesuai, silakan diturunkan. Sila distop!”

Tapi mereka tetap tidak mau. Mereka hanya meminta acara dihentikan. Itu saja.

Negosiasi bubar. Saya tanya Dr. Muwafiq sebagai Ketua Panitia. “Gimana?”

“Iya, kita ngalah saja. Acara kita hentikan,” jawabnya.

Waktu mendekati Jam 21.00. Saya dekati MC, saya sampaikan apa yang terjadi. Ustadz Bachtiar dibisiki. Beliau mengangguk. Tapi beliau minta waktu, sedikit saja. “Kalau begitu kita lompat saja ke urutan yang terkhir,” katanya kepada hadirin.

Tepat Jam 21.00 beliau mengakhiri ceramahnya. Tidak ada tanya jawab. Saya meminta mic, saya kabarkan kepada jamaah, bahwa acara kita sukses, karena bisa terlaksana hingga Pukul sembilan malam, sebagaimana rencana semula. Saya tidak memberitahu jamaah secara eksplisit tetang apa yang terjadi.

Saya hampiri Ustadz Bachtiar, kita salaman dan bercipika-cipiki. Saya berbisik, “La baˋsa. Hadza syaiˋ ‘adi fidda’wah” (Gak apa-apa begitulah tantangan dakwah -terj).

(Ustadz Abrar Rifai -penulis)

Apakah setelah acara dihentikan kemudian tuntutan selesai? Ternyata tidak!

Polisi meminta agar peserta cepat-cepat keluar dari hotel. Padahal makan malam sudah terlanjur disiapkan. Saya minta waktu kepada Polisi, “Biarkan mereka makan dulu, Pak.”

Polisi setuju. Tapi tak lama, Polisi meminta agar cepat-cepat selesai, semua harus keluar dari hotel. Saya sisir ke lantai lima, yang masih makan, saya minta cepat. Yang sedang ngobrol, saya minta ngobrolnya dihentikan. Biasalah, seusai pengajian ada banyak kawan-kawan lama berjumpa, saling sapa dan bertanya kabar masing-masing.

Peserta semua sudah keluar. Yang tersisa di hotel adalah para tamu, yang sebagian saya lihat wajah mereka menyuratkan kecemasan. Saya dan beberapa panitia memang sudah buka kamar, jadi kami termasuk tamu hotel.

Tapi, setelah itu apakah urusan selesai? Ternyata tidak!

Kali ini Polisi meminta Ustadz Bachtiar Nasir untuk menemui orang-orang pengunjuk rasa. Saya setuju, Mas Reza setuju. Dr. Muwafiq sudah tidak ada di lokasi. Saya telpon beliau, tapi ternyata sudah menjauh dari hotel.

Saya sampaikan kepada beberapa orang yang mengawal UBN –sebagiannya disebut ajudan– agar ditemui saja mereka. Kita dialog, kita diskusi, apa sebenarnya yang menjadi penolakan mereka terhadap UBN. Biarkan UBN menjawab. Saya akan dampingi beliau.

Ternyata menunggu lama, UBN tak jua keluar dari kamar. Bahkan seorang di antara yang disebut pengawal UBN berujar, “Gak perlu ditemui mereka. Malah nanti kita bisa marah, kalau mereka melontarkan omongan-omongan yang tidak sopan.”

Deg. Dari situ saya sudah tidak OK. Kenapa harus takut dengan cercaan, cacian dan bahkan hinaan sekaligus. Justru ini kesempatan bagi UBN untuk mendengar dan menyampaikan skapnya. Apa lagi di hadapan Kapolres dan jajarannya, yang sebelumnya sudah menyatakan diri akan mendampingi.

UBN tak juga keluar. Polisi terus mendesak saya. Akhirnya saya berinisiatif saya saja dan Pak Dadik, pemilik hotel yang menghadapi. Kita temui lima orang perwakilan mereka. Tapi pembicaraan sudah tidak fokus ke substansi. Tapi malah melebar ke mana-mana: Parkiran mobil, pedagang nasi, orang Malang dan bukan orang Malang dan lain-lain.

Mereka menuntut adanya ganti rugi dari Pak Dadik terkait juru parkir yang katanya tidak bisa bekerja karena adanya acara ini. Ada juga sih pernyataan ketidaksukaan terhadap UBN. Tapi tidak disertai alasan apa yang membuat mereka tidak suka kepada UBN.

Pak Dadik menjelaskan bahwa hotel ini bebas. Siapa saja boleh menginap dan membuat acara. “Lha wong saya ini bisnis, ” kata Pak Dadik.

“Ada banyak ulamaˋselain UBN yang menginap dan membuat acara di hotel Radho. Kita terima saja.” Pak Dadik kemudian menyebut banyak nama yang sudah pernah menginap di Radho Hotel. Termasuk juga daftar ulamaˋyang akan menginap. Di antaranya KH. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden Republik Indonesia.

Saya nyaris tidak ikut bicara. Karena menurut saya, tidak ada yang substansi untuk saya ikut nimbrung. Saya hanya duduk anteng saja di samping Pak Dadik. Hanya ketika mereka bertanya nama dan asal saya, saya pun menjawab. Sudah itu saja. Pertemuan dengan mereka berakhir.

Pak Dadik memberi sejumlah uang, yang katanya untuk ganti rugi mereka. Pun, mereka mengultimatum agar Pak Dadik tidak lagi menerima Ustadz Bachtiar Nasir dan yang sama dengannya. Saya tidak tahu pasti, apa yang dimaksud sama.

Apakah setelah itu selesai? Ternyata tidak!

Kali ini tuntutannya sebagaimana yang disampaikan oleh Kapolres adalah UBN keluar dari hotel. Entah pindah hotel atau keluar Malang. “Saya jamin keamanan beliau selama dalam perjalan,” kata Kapolres.

Sampai di situ saya minggir. Saya tidak ikut-ikut lagi. Saya serahkan bagaimana Mas Reza dan Timnya UBN. Saya naik ke lantai tiga, menemui teman-teman Forum Peduli Bangsa (FPB) yang kebetulan malam itu juga sedang rapat.

Selanjutnya saya sudah tidak tahu apa yang terjadi. Sampai akhirnya terdengar teriakan-teriakan keras. Rupanya UBN sudah dikeluarkan dari hotel, disertai Polisi. Diiringi oleh teriakan orang-orang yang entah. Allahul Musta’an!

Oleh: Ustadz Abrar Rifai

(Sumber: orangramai.id)

Selasa, 18 Februari 2020

Salat Jumat, Karyawan Toko di Medan Dipotong Gaji

Salat Jumat, Karyawan Toko di Medan Dipotong Gaji



10Berita,Hanya gara-gara melaksanakan salat Jumat, seorang karyawan toko bernama Erwinsyah Batubara (32) di Kota Medan dipotong gajinya.

Ihwal nasib buruk yang dialami warga Jalan Beringin Pasar VII Tembung Gang Delima ini terjadi setelah dirinya yang bekerja sebagai karyawan salah satu Toko Buku di Jalan Akik No. 53-C Kelurahan Sukaramai II, Medan Area dipotong gajinya karena melaksanakan salat Jumat.

“Setelah menerima gaji tadi sore, saya baru mengetahui gaji saya dipotong sebesar Rp. 5 ribu,” kata Erwin.

Alasannya, lanjut dijelaskan Erwin, perlakuan yang tidak manusiawi terhadap dirinya itu terjadi hanya karena ia terlambat satu jam.

“Jadi memang saya terlambat 1 jam. Habis salat Jumat, saya makan lalu kembali ke toko. Jadi, pas nerima gaji, pemilik toko bilang gaji kamu dipotong. Kamu terlambat 1 jam,” jelas Erwin yang mengaku baru sepekan terakhir bekerja di Toko Buku tersebut.

Menurutnya, jika sekali salat dipotong gaji sebesar Rp. 5 ribu, kalo dua atau tiga kali salat, berarti Rp. 10 atau 15 ribu yang dipotong.

“Sementara gaji aku cuma Rp. 50 ribu. Cemana lagi awak mau makan. Sedangkan kebutuhan hidup sekarang besar kali,” katanya dengan nada kesal.

Menanggapi hal itu, Tokoh Pemuda Kecamatan Medan Area, Rahmadsyah Tarigan alias Joko mengecam keras tindakan pemilik Toko Buku terhadap karyawannya yang membatasi hak umat beragama menjalankan ibadahnya.

“Perlakuan pemilik toko terhadap karyawannya yang membatasi untuk beribadah tersebut sudah sangat keterlaluan. Biadab itu,” tegas Joko.

Apalagi, lanjut dijelaskannya, gaji karyawan toko tersebut sangat kecil, hanya Rp. 50 ribu sehari.

“Nah, sudah gaji kecil, dipotong lagi hanya gara-gara salat itukan sudah kelewatan,” jelasnya.

Untuk itu, Joko menegaskan, ia bersama elemen masyarakat serta tokoh agama lainnya akan mengawal kasus ini.

“Intinya, kita akan buat gerakan agar pemilik toko tidak bertindak semena-mena terhadap karyawannya. Apalagi hanya karena  melaksanakan salat sehingga gajinya dipotong.

Sumber: Pewarta

Minggu, 02 Februari 2020

MUI: Pengrusakan Masjid Bisa Buka Mata Pemerintah Siapa yang Intoleran dan Radikal

MUI: Pengrusakan Masjid Bisa Buka Mata Pemerintah Siapa yang Intoleran dan Radikal




10Berita - Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara terkait pengrusakan masjid di Perum Agape, Tumaluntung, Minahasa Utara.

Masjid dirusak massa gara-gara terganggu dengan suara bising toa. Pagar masjid dirobohkan, bagian dalam bangunan pun dihancurkan.

Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Anton Tabah mengatakan pengrusakan rumah ibadah umat Islam tersebut membuktikan siapa yang radikal dan intoleran di Indonesia.

Selama ini, kata dia, kelompok umat Islam selalu dicap radikal dan intoleran. Padahal, kelompok tersebut tidak pernah rumah ibadah agama lain.

“Dari kasus banyaknya rumah ibadah umat Islam dirusak bisa membuka mata pemerintah siapa yang intoleran dan radikal,” kata Anton melalui keterangan tertulisnya, Kamis (30/1/2020).

Anton mengatakan, menyelesaikan perselisihan rumah ibadah di berbagai daerah memang sering menemukan masalah komunikasi antarumat beragama.

Anton mengatakan, harus dibangun komunikasi yang lebih komunikatif dengan mengendepankan pendekatan sosial yang beradab.

Menurut Anton, Surat Keputusan Bersama (SKB) Mentri yang mengatur pendirian rumah ibadah dengan tanda tangan minimal 60 orang warga sekitar, tidak boleh kaku.

Jika memang di sekitar tempat tersebut belum ada rumah ibadah, padahal sangat dibutuhkan oleh warga setempat, maka boleh dibangun rumah ibadah asalkan ada tanda tangan warga setempat.

Dikatakan Anton, penyelesaian kasus pengrusakan masjid di Perum Agape Minahasa Utara bisa difasilitasi tokoh-tokoh di Minahasa Utara dengan hasil yang terukur, seperti yang penanganan kasus pembakaran Masjid di Tolikara Papua.

Kala itu, lanjut Anton, tokoh-tokoh umat Kristen setempat marah dan mengutuk keras pembakaran masjid di Tolikara Papua.

Para tokoh umat Kristian meminta pemda segera terbitkan izin pendirian masjid tersebut karena keberadaannya sangat diperlukan umat Islam.

“Akhirnya mereka mengganti rugi kerusakan dan akan bantu kelancaran pembangunan masjid. Alhamdulillah tidak sampai sebulan Tolikara sudah punya masjid lagi dan lebih bagus,” katanya.

Purnawiran Polri ini mengaku telah mendengar kasus perusakan mushala di Minahasa Utara.

Dia juga mendapat laporan dari tokoh-tokoh Minahasa bahwa mereka sepakat untuk mengganti rugi dan membantu kelancaran perbaikan tempat ibadah umat Islam yang dirusak.

“Terkait soal hukum terhadap pelaku perusakan diserahkan yang berwajib yang kini sudah beberapa pelaku yang ditangkap,” katanya.

Anton mengingatkan semua warga negara Indonesia tanpa kecuali tidak boleh mempersulit, apalagi menghalang-halangi ibadah umat lain. Sebab, kebebasan beribadah diatur konstitusi UUD 1945 dan Pancasila.

“Jangan hanya berteriak saya Pancasila tapi nihil dari sifat-sifat kelima sila tersebut,” tandas Anton. [pojoksatu]


Jumat, 31 Januari 2020

Viral ‘Musala’ Dirusak, MUI: Jangan Cuma Teriak ‘Saya Pancasila’, Tapi Nihil Pengamalannya!

Viral ‘Musala’ Dirusak, MUI: Jangan Cuma Teriak ‘Saya Pancasila’, Tapi Nihil Pengamalannya!

10Berita – Sebuah video viral tentang perusakan sebuah tempat yang disebut sebagai ‘musala’ beredar di media sosial. Disebutkan perusakan itu terjadi di Perumahan Griya Agape Desa Tumaluntung, Kauditan, Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut).
Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo meminta semua pihak untuk segera membangun komunikasi yang lebih intens untuk menyelesaikan kasus ini.
Pasalnya, selama dia ditugasi menyelesaikan silang selisih rumah ibadah, pemicu yang muncul adalah karena masalah komunikasi antar umat beragama.


Dia juga berharap pembangunan tempat ibadah umat muslim di daerah itu dipertimbangkan dengan baik oleh warga.
“Ini mengingat, tempat ibadah tersebut sangat dibutuhkan warga,” ujarnya kepada redaksi, Kamis (30/1).
Dia lantas mengingat saat dirinya menangani kasus pembakaran tempat ibadah di Tolikara, Papua. Saat itu, tokoh agama kompak marah dan mengutuk keras perusakan tempat tersebut. Mereka meminta agar pemda segera terbitkan izin pendiria masjid karena sangat diperlukan umat Islam.
“Mereka juga ikut mengganti rugi kerusakan dan membantu kelancaran pembangunan masjid. Alhamdulillah tidak sampe sebulan, Tolikara sudah punya masjid lagi dan lebih bagus lebih strategis,” urainya.
Sejauh ini, dia mendengar bahwa kasus di Minahasa juga demikian. Ada kesepakatan ganti rugi dan membantu kelancaran pendirian masjid tersebut.
“Soal hukum terhadap pelaku perusakan diserahkan yang berwajib. Kini sudah beberapa pelaku yang ditangkap,” tegasnya.
Terlepas dari itu, Anton mendesak kepada semua warga negara Indonesia untuk menghormati kebebasan beragama sesama sesuai amanah UUD 1945 dan Pancasila.
Jangan sampai, sambung mantan jenderal polisi itu, jargon “Saya Pancasila” hanya ramai didengungkan tanpa ada pengamalan di dunia sehari-hari.
“Jangan hanya berteriak “Saya Pancasila”, tapi nihil dari sifat-sifat kelima sila tersebut,” tutupnya. (*glr)


Sumber: Eramuslim

Selasa, 29 Oktober 2019

Komnas HAM: Pelarangan Jilbab Terjadi Hampir di Seluruh Bali

Komnas HAM: Pelarangan Jilbab Terjadi Hampir di Seluruh Bali


10Berita - Kasus pelarangan mengenakan jilbab di sekolah di Bali ternyata bukan hanya dilakukan SMAN 2 Denpasar. Lebih dari itu, pelarangan mengenakan jilbab di Bali ditengarai dilakukan sebagian besar sekolah yang ada di seluruh kabupaten dan kota di Bali.

"Dari laporan yang kami terima, kasus itu tidak hanya terjadi di Denpasar saja, tapi hampir di seluruh Bali," kata Drs Maneger Nasution MA dari Komnas HAM RI.

Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM), itu mengatakan pihaknya telah mengadakan pertemuan dengan Anita Whardani siswa SMAN 2 Denpasar yang sebelumnya dilarang mengenakan jilbab di sekolah. Dia telah menghimpun data-data dan mendapatkan masukan-masukan dari Anita dan juga Tim Advokasi Kasus Jilbab Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Bali.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali, HM Taufik As'adi kepada Republika, Jumat (21/2) menyayangkan kalau masih ada sekolah yang melarang siswinya mengenakan jilbab ke sekolah. Menurut Taufik, petunjuk teknis penggunaan pakai seragam sudah dibuat jajaran Kementerian Pendidikan, sehingga tidak seharusnya pengenaan jilbab dimasalahkan lagi.

"Sekolah mana pun, tidak boleh melarang siswanya melaksanakan keyakinan agama. Penggunaan jilbab adalah masalah keyakinan agama," kata mantan Kabid Pendidikan Agama Islam Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali itu.

Menurut Nasution, kedatangannya ke Bali awal pekan ini, bertujuan mengklarifikasi masalah pelarangan pengenaan jilbab pada sekolah-sekolah di Bali, khususnya terkait dengan masalah Anita. Kalau benar ada pelarangan pengenaan jilbab di sekolah di Bali sebut Nasution, itu merupakan pelanggaran HAM. "Agama itu merupakan hak dasar seseorang, yang tidak boleh dikurangi sedikit pun," katanya.

Menjadi hal yang aneh sebut Nasution, kalau ada sekolah yang melakukan pelarangan. Karena sekolah sebagai lembaga pendidikan semestinya memberikan contoh yang baik, bagaimana mendorong agar para siswa mau melaksanakan ajaran agamanya secara baik.

Karena itu lanjutnya, pihaknya akan mendorog Kementerian Pendidikan untuk melakukan evaluasi, karena ada sesuau yang tidak beres. "Ada pelanggaran HAM di sini," katanya.

Sementara di SMAN 5 Denpasar di papan pengumuman sekolah juga terpampang pengumuman yang bertuliskan para siswa tidak boleh mengenakan penutup kepala. Dikatakan Zira, pihaknya juga ingin meminta penjelasan, apakah penutup kepala yang dimaksudkan di sini adalah jilbab.

"Yang jelas, ada beberapa siswi muslim yang pernah berkeinginan mengenakan jilbab, karena membaca peraturan itu akhirnya ketakutan sendiri," katanya.

Selain di Denpasar, pelarangan jilbab juga dilakukan sejumlah sekolah di Kabupaten Buleleng. Bahkan di SMPN 1 Singaraja, larangan mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di di buku saku siswa. Pada Bab I Pasal 2 di buku itu disebutkan, "Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab”.

Menurut Zira, PW PII Bali bersama-sama dengan sejumlah elemen organisasi Islam di Bali akan terus mengumpulkan informasi tentang sekolah-sekolah yang melarang siswanya mengenakan jilbab di sekolah. Menurut dia, ada sejumlah sekolah yang menantang tim investigasi PII Bali untuk mengadukan pelarangan berjilbab ke instansi yang lebih tinggi.

"Tapi kami masih himpun dul datanya, nanti kami buat laporannya," kata Zira.(Jft/repiblika

Sumber:KONFRONTASI

Senin, 28 Oktober 2019

Meski Berbeda Pandangan Agama, Penggagalan Ceramah Gus Miftah Harusnya Tak Dilakukan

Meski Berbeda Pandangan Agama, Penggagalan Ceramah Gus Miftah Harusnya Tak Dilakukan




10Berita, Gus Miftah saat ceramah (Foto: Inst)
Koordinator Bidang Advokasi Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid al-Islamiyah Nahdlatul Ulama (PP RMINU) Abdul Waidl menyayangkan aksi sekelompok orang yang menggagalkan ceramah ulama dari Yogyakarta Maulana Habiburrahman yang akrab disapa Gus Miftah di Cianjur, Jawa Barat pada Hari Santri pada 22 Oktober lalu.

Abdul mengatakan, aksi penggagalan ceramah Gus Miftah itu dilarang. Terlebih Gus Miftah akan memberikan ceramah dan itu merupakan kegiatan positif.


"Itu enggak boleh, warga negara mengusir atau melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain," ujar Abdul saat ditemui kemarin.

Ia menjelaskan, meskipun orang itu berbeda pemahaman mengenai ajaran agama, tetap saja dilarang. Sebab, hal tersebut tidak mencerminkan sikap seorang muslim dan bisa berhadapan dengan hukum.

"Sekalipun berbeda pemahaman tentang agama, itu kriminal dan urusannya dengan hukum," terangnya.

Meski Gus Miftah adalah salah seorang warga NU, namun untuk urusan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwajib. PBNU tidak ikut campur karena itu sudah masuk ke dalam ranah hukum.

Sebelumnya, Gus Miftah menceritakan kegagalannya untuk berceramah di alun-alun Cianjur melalui akun instagran miliknya.

"Semalam saya ada dua tabligh akbar. Jam pertama di Kota Sukabumi berjalan dengan sukses. Jam kedua di alun-alun Cianjur, saya sampai lokasi alun-alun Cianjur jam 22.30 dengan suasana yang sudah tidak kondusif, segerombolan ormas teriak-teriak dan merangsek ke panggung utama, saya bersikukuh untuk bisa naik panggung, karena jamaah yang datang begitu banyak dan berharap mendengar ceramah saya."

Pihak panitia, lanjutnya, akan melakukan perlawanan terhadap segerombolan ormas itu. Namun Gus Miftah memilih mengalah dan pergi dari alun-alun Cianjur dan tak jadi ceramah.

Sumber: Okezone.com

Sabtu, 19 Oktober 2019

Abdul Somad Ditolak Ceramah di Jerman, Penolaknya dari Kelompok yang Sama

Abdul Somad Ditolak Ceramah di Jerman, Penolaknya dari Kelompok yang Sama
 

10Berita,Setelah  ditolak ceramah di Universitas Gajah Mada, Ustad Abdul Somad ditolak ceramah di sejumlah kota besar jerman. Rencananya ia akan tablig akbar tanggal 20 Oktober, namun ada petisi yang disusul oleh surat penolakan. Surat itu berasal dari orang-orang yang mengatasnamakan Kelompok Masyarakat Indonesia di Jerman.



Ustad Abdul Somad (dok).
Dari komunikasi yang terlihat di facebook, kelompok ini tampaknya sama dengan yang mereka yang selama ini meneriakkan Pancasila dan NKRI. Mereka beralasan menghargai perbedaan dan toleransi.

Namun faktanya mereka justru menolak perbedaan dengan bukti menolak UAS ceramah di Jerman. Hingga akhirnya bukan hanya membuat petisi tetapi juga surat tertanggal 14 Oktober.

Surat itu ditujukan ke Indonesische Weisheits- und Kulturzentrum (IWKZ) Al-Falah, yaitu masjid dan pusat budaya Islam Indonesia yang telah berdiri lebih dari 20 tahun di Jerman (Kumparan, 18/10/2019).

Namun ada versi lain yang menyebut alasan UAS batal ceramah. Versi pertama pihak masjid yang membatalkan, versi lainnya menyebut UAS sendiri yang meng-cancel jadwalnya di Frankfurt.


Terlepas dari kisruh undangan ceramah UAS di Jerman, penolakan ini kalau memang benar, tak mengurangi sedikitpun langkah Somad dalam berdakwah.

Sumber: UCNEWS

Penolakan terhadap UAS justru makin melambungkan namanya, dan tak ada yang mampu menghalanginya untuk tetap ceramah agama. Tak dapat hadir secara fisik, publik masih bisa mendengarkan ceramahnya melalui media sosial maupun youtube. Jadi percuma saja menolak orang mengajak kebaikan. (fur/18/10/2019).

Jumat, 31 Mei 2019

Hadirkan Bacaan Alquran di Pesawat, Garuda Indonesia Dibully Warganet

Hadirkan Bacaan Alquran di Pesawat, Garuda Indonesia Dibully Warganet



10Berita, Maskapai penerbangan Garuda Indonesia di 10 hari terakhir bulan Ramadan menyediakan bacaan Alquran untuk penumpangnya di dalam pesawat guna menunjang kebutuhan umat Muslim dalam fokus beribadah. Program ini berlangsung mulai 26 Mei hingga 5 Juni 2019.

“Kami ingin memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi para penumpang Garuda Indonesia khususnya umat Muslim yang ingin fokus beribadah di 10 hari terakhir Ramadan meskipun sedang dalam penerbangan,” ujar Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia M. Ikhsan Rosan dalam keterangan tertulis yang diterima Beritasatu.com, Senin 27 Mei 2019.

Ikhsan mengatakan para penumpang yang ingin membaca Alquran dapat langsung menghubungi awak kabin Garuda di penerbangan, dan mengembalikan kembali Alquran sebelum pesawat mendarat.

Menurut Ikhsan, layanan ini tersedia di 157 penerbangan domestik dan 22 penerbangan internasional dari dan menuju Jakarta dengan maksimal 4 buah Alquran di setiap penerbangannya.

"Kami juga turut memperkenalkan akses fasilitas bacaan Alquran dalam bentuk murotal (audio) yang kami sediakan di dalam fitur in-flight entertainment,” ujar Ikhsan.

Ikhsan menambahkan untuk menu bacaan Alquran pada in-flight entertainment Garuda Indonesia dapat ditemukan dalam menu “Islamic World” yang berada di bagian “Information” pada in-flight entertainment.

Sumber: BeritaSatu

Warganet langaung membully Garuda.


Menanggapi ini, seorang warganet meminta Garuda berhati-hati.

Sabtu, 09 Februari 2019

Tiongkok paksa kaum Muslim ‘makan babi dan minum alkohol’ di Festival

Tiongkok paksa kaum Muslim ‘makan babi dan minum alkohol’ di Festival

10Berita  : Umat ​​Muslim di suatu wilayah di China dipaksa makan daging babi dan minum alkohol selama liburan tahun baru Imlek, seperti dilansir dari Mirror, Jum’at, (2/8/2019).
Warga di Prefektur Otonomi Ili Kazakh, Cina barat laut, diduga diundang ke acara di mana daging babi telah disajikan.
Dikatakan bahwa mereka diancam akan dikirim ke kamp “pendidikan ulang” jika mereka menolak untuk ambil bagian.
Seorang penduduk mengatakan kepada Radio Free Asia (RFA) : “Orang-orang Kazakhtan di Xinjiang tidak pernah [makan babi]. Mulai tahun lalu, beberapa orang terpaksa makan daging babi sehingga mereka dapat merayakan festival milik orang Cina Han.”
Daging babi dan alkohol dilarang keras dalam Islam.
“Festival Musim Semi adalah untuk orang Cina Han dan orang-orang yang percaya pada agama Buddha,
“Jika kita tidak memasang kuplet atau menggantung lentera (dekorasi tahun baru Imlek), mereka mengatakan kita bermuka dua, dan mereka akan mengirim kita ke kamp pendidikan ulang,” kata seorang warga lainnya.
Perayaan festival Cina berakar pada agama rakyat, yang meliputi gambar dan karya seni Buddha.
Dilxat Raxit, juru bicara kelompok pengasingan Kongres Uyghur Dunia, mengatakan: “Menurut informasi kami, pemerintah Cina meningkatkan kampanye untuk mengasimilasi warga Uyghur ke dalam budaya Cina Han.
“Mereka juga memaksa orang Uyghur untuk minum alkohol, untuk menunjukkan bahwa mereka tidak memegang erat ‘kepercayaan agama yang ekstrem’ dan tidak menghormati budaya tradisional Tiongkok.”
Sumber : Mirror | Redaktur : Aris Abadi
Copyright © 1439 Hjr. (2019) – Moslemtoday.com


Kamis, 23 Agustus 2018

Tolak Deklarasi #2019GantiPresiden, Pemuda Pancasila Ancam Segel Bandara

Tolak Deklarasi #2019GantiPresiden, Pemuda Pancasila Ancam Segel Bandara


Suasana Deklarasi #2019GantiPresiden di Makassar, 12 Agustus 2018 (Terkini.id)

10Berita, Deklarasi 2019 Ganti Presiden yang akan dilaksanakan di Kota Pekanbaru, Ahad (26/8/2018) mendapat ancaman. Pemuda Pancasila Provinsi Riau menyatakan akan menyegel bandar udara jika polisi sampai mengizinkan deklarasi tersebut.

"Kami minta polisi tidak berikan izin. Apabila diberikan izin, Bandara akan kami segel, akan kami tutup," kata Wadankoti Mahatidana Pemuda Pancasila Riau, Renaldi usai menyampaikan aspirasinya di Mapolda Riau, Kota Pekanbaru, Selasa (21/8/2018), seperti dikutip Republika.

Pemuda Pancasila, kata Renaldi, akan bermalam di bandara. Tujuannya, agar para pegiat #2019GantiPresiden seperti Neno Warisman dan Ahmad Dhani tak bisa keluar dari bandara tersebut.

Deklarasi #2019GantiPresiden, menurutnya, hanya akan memecah belah masyarakat Provinsi Riau, yang sejauh ini ia nilai sudah sangat kondusif.

Kepolisian Daerah Riau sendiri hingga saat ini belum menerbitkan izin penyelenggaraan deklarasi #2019GantiPresiden tersebut.

Direktur Intelijen dan Keamanan Polda Riau, Kombes Pol Trijan Faisal, mengatakan pihaknya masih melakukan evaluasi apakah akan diberi izin atau tidak. [Ibnu K/]


Sumber :Tarbiyah

Minggu, 29 Juli 2018

Anton Tabah Minta Kepolisian Penjarakan Pelaku yang Membubarkan Pengajian

Anton Tabah Minta Kepolisian Penjarakan Pelaku yang Membubarkan Pengajian


10Berita, Majelis Ulama Indonesia menyayangkan aksi penolakan ceramah Ustadz Abdul Somad di Semarang, Jawa Tengah yang rencananya digelar pekan depan.

Penolakan dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri Patriot Garuda Nusantara (PGN) dengan menuding Ustadz Abdul Somad intoleran.

"Menuduh Ustadz Abdul Somad tidak toleran itu dasarnya apa. Yang berhak memvonis seseorang tidak toleran atau radikal itu undang-undang atau hukum, berdasar fakta bukan persepsi. Dibuktikan dalam persidangan yang fair dan adil," jelas pengurus MUI Pusat Anton Tabah Digdoyo kepada redaksi, Sabtu (28/7).

Dia mengatakan, kelompok ormas manapun tidak boleh memvonis apalagi melarang digelarnya pengajian. Karena hal itu sangat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

"Tidak ada yang boleh melarang-larang pengajian atau ustadz berceramah dalam majelis ilmu. Polisi pun tak boleh melarang," kata Anton.

Menurutnya, polisi hanya boleh melarang atau menghentikan sebuah kegiatan pengajian jika materi kajiannya bertentangan dengan ajaran agama atau Pancasila dan UUD 45.

"Itupun dilakukan secara de facto setelah dengar atau saksikan materi ceramahnya benar-benar bertentangan dengan ajaran agama, ideologi negara Pancasila dan konstitusi negara UUD 45," papar Anton yang juga purnawirawan Polri.

Sedangkan, secara de jure, larangan diatur oleh undang-undang, seperti larangan penyebaran ideologi komunisme yang diatur UU 27/1999 junto pasal 107 a, 107f KUHP. Dan larangan menafsirkan agama sekehendaknya atau menghina agama. Kemudian menista kitab suci, Tuhan, nabi dan lainya sesuai UU 1 PNPS 1965 dan KUHP pasal 156a

"Bukan dilakukan sebelum kajian dimulai tanpa bukti. Dan itu hanya tugas dan kewenangan Polri, bukan induvidu maupun kelompok," kata Anton.

Dia pun mempertanyakan ulah PGN yang mau membubarkan pengajian dan menentukan siapa ustadz yang boleh mengisi ceramah.

"Kalau begini yang tidak toleran siapa. MUI yang jadi payung seluruh umat Islam di Indonesia saja tidak berwenang seperti itu," jelas Anton.

Untuk itu, dia mendesak kepolisian mengambil tindakan tegas terhadap ormas maupun kelompok yang bertindak sewenang-wenang.

"Penjarakan pelakunya," tegas Anton.

Sumber : b-islam24h.com, rmol.co


Kamis, 26 Juli 2018

Ormas PGN Ngotot Tolak Ceramah Ustad Abdul Somad di Semarang, Ini Tanggapan Polri

Ormas PGN Ngotot Tolak Ceramah Ustad Abdul Somad di Semarang, Ini Tanggapan Polri


10Berita, Organisasi massa Patriot Garuda Nusantara atau PGN Jawa Tengah, bersikeras menolak dakwah Ustad Abdul Somad atau UAS di Kota Semarang, Jawa Tengah. Rencananya ustadz kondang itu akan mengisi pengajian di dua lokasi.

Ketua PGN Jawa Tengah, Mohammad Mustofa Mahendra membenarkan, jika pihaknya menolak kehadiran Ustaz Somad di Semarang. Hal itu dikuatkan dengan surat edaran penolakan yang kini telah beredar luas.

Alasan organisasinya menolak kehadiran Ustad Somad karena menuding jika penceramah kelahiran Silo Lama, Asahan Sumatera Utara itu sebagai tokoh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Somad itu kan HTI. Kok masih diberi ruang (ceramah). Walau mulutnya sudah bilang sudah tobat," kata Mustofa saat dikonfirmasi wartawan, Rabu, 25 Juli 2018.

Sesuai jadwal, UAS akan mengisi acara tabligh akbar di Lapangan Leboh Raya, Pedurungan Kidul pada Senin 30 Juli 2018. Kemudian, UAS akan mengisi acara kajian subuh akbar di masjid Jami' Jatisari BSB, Mijen pada Selasa 31 Juli 2018.

Mustofa menyayangkan pihak penyelenggara acara yang lebih memilih mengundang Ustaz Somad. Ia menuding bahwa acara itu juga diinisasi ormas radikal. Ia menyarankan akan lebih baik jika pengajian tersebut diisi oleh sejumlah kiai kondang di Jawa Tengah yang juga ulama Nahdhatul Ulama seperti Gus Yusuf, Habib Luthfi dan sejumlah tokoh besar NU lainnya.

Ia menuding bahwa adanya rencana demo sejumlah orang yang mendukung kehadiran Ustaz Somad dengan alasan menyuarakan kebebasan ideologi Islam sebagai sesuai yang tak patut. Karenanya organisasinya siap melakukan perlawanan.

"Ideologi Islam apa? Sudah jelas dasar negara kita itu Pancasila, dia mau bikin ideologi apa lagi? Kalau mau bikin ideologi itu kan berarti makar," ujarnya.

Mustofa menegaskan telah bertemu dengan aparat kepolisian dan TNI membicarakan terkait benturan dan penolakan terhadap kehadiran UAS. "Bapak-bapak Kepolisan dan Tentara tadi sudah ketemu, intinya mereka tidak mau ada tabrakan," katanya.

(Surat Penolakan PGN)

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal, menyatakan tidak ada yang berhak melarang kehadiran Ustadz Somad di acara itu.

"Siapapun kalau mengeluarkan surat edaran silahkan saja. Tapi itu tidak mempunya kekuatan hukum yang tetap. Mana ada ormas yang melarang," katanya di Mabes Poli Jakarta Selatan.

Link: https://m.viva.co.id/amp/berita/nasional/1057819-ormas-pgn-ngotot-tolak-ceramah-ustaz-abdul-somad-di-semarang

***

Ini Ormas PGN kok ngawur gitu ya?
- Ustadz Abdul Somad bukan HTI, malah dituduh HTI
- Ustadz Abdul Somad diundang resmi pengajian oleh Kapolri dan Panglima TNI, kok masih dituduh-tuduh tidak Pancasila, malah ngelantur ngomong makar
- Lah kemarin Rabu (25/7/2018) baru saja ngisi Tabligh Akbar Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Masjid Istiqlal Jakarta. Foto diatas UAS duduk bersama Wakapolri Komjen Pol. Drs. H. Syafruddin di pengajian Masjid Istiqlal tsb.

Sumber :Portal Islam 

Minggu, 15 Juli 2018

Waketum FPI Dipersekusi Massa di Bandara Tarakan, Kok Bisa Bandara Membiarkan Massa Melanggar UU Seperti Itu?

Waketum FPI Dipersekusi Massa di Bandara Tarakan, Kok Bisa Bandara Membiarkan Massa Melanggar UU Seperti Itu?


BANDARpost, Pada hari Sabtu 14 Juli 2018, rombongan Dakwah Islam DPP FPI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Umum DPP FPI K.H. Ja'far Shiddiq berencana menuju Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara untuk menghadiri Musyawarah Daerah DPD FPI Kalimantan Utara sekaligus untuk bersilaturahmi dengan para Alim Ulama setempat.

Namun tiba-tiba kedatangan rombongan FPI di Bandara Tarakan Sabtu pagi itu dihadang dan dipersekusi oleh sekelompok massa yang diduga adalah kawanan preman dan berjumlah sekitar 30 - 40 orang.

Rombongan FPI yang datang ke Tarakan ini terdiri dari para Ulama dan Ustadz seperti K.H. Ja'far Shiddiq, Ustadz Haris Ubaidillah dan lain-lain. Namun para penghadang dan pelaku persekusi terhadap mereka itu dikabarkan mayoritasnya justru adalah non Muslim.

Padahal di Kalimantan Utara umat Islam adalah Mayoritas dengan jumlah 65,75 Persen, sementara pemeluk Kristen Protestan hanya 25,17 Persen dan Katolik lebih sedikit lagi hanya 7,60 Persen.

Namun anehnya massa penghadang ini nampak dibiarkan bebas keluar masuk ke area Bandara. Padahal area Bandara sesuai amanat Undang-Undang seharusnya steril, tidak boleh dimasuki oleh para pendemo.

Masyarakat dilarang menyampaikan pendapat atau berdemo di obyek vital transportasi nasional seperti bandara, pelabuhan dan stasiun.

Hal itu tercantum dalam Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 18 Mei 2017.

“Penyampaian pendapat di muka umum sebaiknya dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum kecuali di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat dan obyek vital nasional,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, JA Barata dalam keterangannya pada 19 Mei 2017.

Dalam surat edaran, dijelaskan bahwa bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan terminal angkutan adalah obyek vital transportasi. Sehingga tempat tersebut harus dilindungi dari gangguan keamanan

Sementara umat Islam yang bersiap menjemput rombongan FPI justru dihadang, dilarang masuk ke area Bandara oleh aparat.

Aparat kemudian memutuskan memulangkan Waketum DPP FPI KH Ja'far Shiddiq bersama rombongan ke Jakarta tanpa mendiskusikan sama sekali dengan pihak FPI Kalimantan Utara.

Sikap FPI

Foto: Waketum DPP FPI KH Ja'far Shodiq (tengah) didampingi Ustadz Haris Ubaidillah dan para pengurus FPI lainnya di Bandara Tarakan, Kalimantan Utara, Sabtu (14/7/2018)

Menghadapi penghadangan dan persekusi ini, Waketum FPI KH Ja'far Shiddiq justru tetap bersabar dan menghindari konflik dengan berkata, "Di dalam situasi begini kita harus mengedepankan Musyawarah," ujarnya, seperti dikutip FaktaKini.com.

Masya Allah... Inilah bukti bahwa FPI selalu mengutamakan jalur dialog, jalur musyawarah.

Sementara pihak "perusuh Bandara" di Tarakan yang mempersekusi para pengurus FPI ini adalah kelompok pelanggar aturan terbukti dengan melakukan aksi demo dan persekusi di Bandara.

Mereka orang-orang yang menyerang para pengurus FPI ini adalah kelompok brutal, anarkis, intoleran, anti kebhinnekaan dan anti keberagaman dan kejadian persekusi di Tarakan Kalimantan Utara hari ini adalah buktinya.

Berikut video penghadangan dan persekusi yang menimpa rombongan dakwah FPI.

[video]

Hari ini terjd penolakan pengurus FPI pusat di bandara tarakan kaltara. Pengurus FPI kaltara dihadang masuk ke bandara oleh aparat, namun demonstran di biarkan masuk ke bandara. Sangat sistematis!!! Kerjaan siapa ya? pic.twitter.com/Z7cAGeaFaG

— Lembaga Informasi Front (@LembagaF) 14 Juli 2018

Sumber : PORTAL ISLAM

Sabtu, 14 Juli 2018

Ini Kata KH Ja’far Shodiq, Korban Penghadangan Gerombolan Massa di Tarakan

Ini Kata KH Ja’far Shodiq, Korban Penghadangan Gerombolan Massa di Tarakan


10Berita, Wakil Ketua Umum  DPP Front Pembela Islam (FPI), KH Ja’far Shodiq menjadi korban penghadangan gerombolan massa, di Bandara Internasional Juwata, Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara).

Aksi penghadangan tersebut berakhir dengan pemulangan kembali pengurus DPP FPI ke Jakarta, dari rencana sebelumnya mereka akan berdakwah di Tarakan.

“Jadi ana berangkat dari Jakarta jam 04.20 WIB memakai Garuda. Sampai di Kaltara sekitar jam 08.00 WITA pagi. Kita langsung di bawa ke rungan tunggu oleh pihak kepolisian, alasannya tidak bisa masuk karena ada yang menolak. Lalu ketua bidang organisasi FPI Haji Hasan kemudian menghubungi panitia dan panitia juga tidak bisa masuk karena diblokir sama aparat. Kita negosiasi dan difasilitasi oleh FKUB yang minta supaya kita bisa ketemu panitia, tapi nggak bisa. Intinya kita nggak bisa keluar dari Bandara nggak boleh keluar dari Bandara,” kata KH Ja’far Shodiq kepada Panjimas.com, Sabtu (14/7/2018).

KH Ja’far Shodiq, menuturkan dirinya tak tahu menahu siapa pihak yang menggelar aksi menolak FPI di Bandara. Ia pun mengecam tindakan intoleran tersebut.

“Kita nggak pernah tahu dari mana dan kelompok apa, yang pasti mereka menolak kedatangan kita,” tuturnya.

Terkait tindakan yang akan diambil FPI menyikapi gerombolan massa yang melakukan penolakan, KH Ja’far Shodiq menyampaikan akan bermusyawarah terhadap para pengurus.

Sumber : panjimas.com

Kamis, 07 Juni 2018

Kelompok Anti-Islam Belanda Pesta Panggang Babi di Depan Masjid Saat Berbuka

Kelompok Anti-Islam Belanda Pesta Panggang Babi di Depan Masjid Saat Berbuka

10Berita – Rabu 6 Juni 2018, Menteri Uni Eropa Turki Omer Celik mengecam keras Pemerintah Belanda karena mengizinkan kelompok anti-Islam memanggang daging babi di depan sebuah masjid di Rotterdam saat waktu iftar (berbuka puasa).

“Pada hari Kamis 7 Juni 2018, saat berbuka puasa Ramadhan. Beberapa anggota organisasi fasis akan mengadakan pesta barbeque di depan Masjid Laleli Islamitische Stichting Nederland di Rotterdam dan mereka akan memanggang babi,” cuit Celik, lansir Anadolu Agency.

Organisasi sayap kanan Patriot Eropa melawan Islamisasi Barat (Pegida) sebelumnya mengumumkan di media sosial bahwa mereka akan memanggang daging babi di depan masjid selama jam buka puasa pekan ini di kota-kota Belanda di Rotterdam, Utrecht, Gouda, Den Haag dan Arnhem. Pemerintah kota Rotterdam telah memberikan izin kepada Pegida.

Celik menyebut ini adalah upaya paling tidak bermoral yang pernah ada dalam sejarah kejahatan kebencian.

“Memberikan izin hukum untuk kegiatan tak bermoral semacam itu juga merupakan kekurangan moralitas lain,” tambahnya.

“Kota-kota lain di Belanda tidak mengizinkan Pegida untuk memanggang babi di depan masjid pada waktu puasa. Namun, Ahmet Abutalib, Walikota Rotterdam, yang berasal dari Maroko, berpikir bahwa kegiatan Pegida ini tidak melanggar hukum. Sungguh tragedi yang menjijikkan!”

Celik juga mengatakan bahwa Muslim Turki dan lainnya di Rotterdam akan meletakkan bunga di sekitar masjid dan “mendirikan dinding cinta dengan bunga untuk melawan bau kebencian.”

“Muslim akan mengajarkan pelajaran kemanusiaan melawan kebijakan kebencian ini. Dengan demikian, mereka akan mengingatkan semua orang tentang penghormatan terhadap masjid, gereja dan sinagog.” (ji/aa)

Sumber :Eramuslim 

Minggu, 03 Juni 2018

Derita Muslim Uighur Di Bawah Pemerintahan Komunis China

Derita Muslim Uighur Di Bawah Pemerintahan Komunis China

“Ketika saya mendengar berita bahwa ibu saya ditahan di kamp re-edukasi, saya sangat terpukul. Saya tidak bisa mengungkapkan rasa sakit dan ketidakberdayaan yang saya rasakan karena tidak bisa kembali untuk membantunya. Dia hanya seorang wanita berusia 60 tahun yang tidak bisa berjalan tanpa bantuan orang lain karena sakit yang dideritanya. Saya tidak dapat membayangkan apa yang telah dialaminya di kamp tersebut,” ungkap Nurtay.

Nurbiye Nurtay adalah seorang Muslim Uighur yang berasal dari Daerah Otonomi Xinjiang di barat laut China (XUAR). Dia telah tinggal di Malaysia selama tiga tahun terakhir dengan bekerja sebagai tabib tradisional. Dia telah satu kehilangan kontak dengan keluarganya yang berada di daerah Ghulja (Yining), di Prefektur Oton Ili Kazakh atau yang dalam bahasa China disebut Yili Hasake.

Nurtay baru mengetahui bahwa ibunya yang berusia 60 tahun, Elenur Eqilahun, telah ditahan di salah satu “kamp re-edukasi” pemerintah di Xinjiang, di mana di tempat tersebut banyak masyarakat Uighur yang dituduh menyembunyikan pemahaman “ekstrim” dan “menyimpang dari tatanan politik pemerintahan” ditahan.

Meskipun dia tidak tahu dengan pasti di kamp mana ibunya ditahan, namun dia yakin bahwa polisi menahan ibunya untuk memaksanya kembali dari Malaysia, sebagaimana yang dikatakannya kepada petugas RFA yang berada di Uighur.

Berikut ini cerita yang dituturkan oleh Nurtay:

Saya telah kehilangan kontak dengan keluarga saya selama hampir satu tahun. Dan saya belum pernah kembali ke rumah dalam tiga tahun terakhir. Baru-baru ini saya meminta teman saya untuk mengunjungi keluarga saya dan mencari tahu bagaimana keadaan mereka, karena saya khawatir dengan kondisi mereka. Dua atau tiga hari yang lalu dia pergi ke rumah saya dan mendapati bahwa ibu saya tidak berada di sana. Teman saya mendapat kabar dari tetangga bahwa ibu saya ditahan di “kamp re-edukasi” milik pemerintah dan tidak tahu kapan dia akan dibebaskan. Ketika saya mendengar berita itu, saya sangat terpukul. Saya tidak bisa mengungkapkan rasa sakit dan ketidakberdayaan yang saya rasakan karena tidak bisa kembali untuk membantunya.

Ibu saya telah berusia 60 tahun dan mengidap penyakit osteoartritis yang parah. Dia hampir tidak bisa berjalan tanpa bantuan orang lain, jadi saya tidak bisa membayangkan apa yang dia alami di sana.

Saya bertanya kepada teman saya, apakah ibu sya diizinkan untuk pulang ke rumah setelah “belajar” hariannya, tetapi teman saya menjawab tidak, dia ditahan di “kamp re-edukasi”. Teman saya juga mengatakan bahwa tidak ada yang tahu di kamp mana ibu saya ditahan. Semua anggota keluarga, teman-teman, dan kenalan saya telah menghapus nomor saya dari WeChat mereka karena alasan keamanan. Jadi saya sama sekali tidak memiliki kontak dengan orang-orang yang ada di rumah saya.

Ibu saya ditahan di “kamp re-edukasi” karena panggilan yang dia terima dari saya di Malaysia. Terakhir kali saya berbicara dengannya, ibu saya berkata, “Saya diminta untuk pergi ke kantor polisi setempat, tapi saya katakan ke mereka bahwa saya tidak bisa berjalan ke sana dan saya meminta mereka untuk datang menemui saya”. Percakapan itu terjadi pada bulan Oktober tahun lalu.

Ibu saya juga pernah berkata, “Hubungi saya kapan saya kamu mau, karena saya ingin mendengar suaramu setidaknya setiap dua atau tiga hari sekali. Jangan khawatir tentang peringatan mereka, biar saya yang menghadapi mereka”. Dia juga pernah bertanya, “Mengapa saya dilarang berbicara dengan putri saya sendiri? Saya telah menjalani hidup saya dan jika saya tidak memiliki kebebasan untuk berbicara dengan kamu maka apa gunanya hidup!”.

Saya tidak tahu apakah apa yang telah dikatakan ibu saya itu dijadikan bukti ketidaktaatannya atas perintah mereka. Namun dalam percakapan terakhir kami, ibu memberitahu saya bahwa mereka sangat memperhatikan panggilan di teleponnya, terutama panggilan dari luar negeri.

Tapi saat saya mengatakan bahwa mungkin saya harus berhenti meneleponnya agar dia tidak berada dalam kesulitan, dia berkata, “Saya ingin mendengar suaramu, terutama di saat kondisi saya kurang sehat seperti sekarang.” Saya tahu bahwa ibu saya menangis saat saya gagal meneleponnya selama beberapa hari.

Dia sering diinterogasi karena mendapat telepon dari saya. Mereka juga memaksanya agar memberikan alamat saya kepada mereka. Ketika situasinya semakin memburuk, ibu saya mengatakan kepada saya untuk tidak kembali. “Tetaplah di tempatmu sekarang, di sana lebih aman,” desaknya. (Rafa/)

Sumber : arrahmah

Sabtu, 02 Juni 2018

VIRAL... [Video] Spanduk FPI "Marhaban Yaa Ramadhan" Dicopot Paksa, Diduga Pelaku Banser

VIRAL... [Video] Spanduk FPI "Marhaban Yaa Ramadhan" Dicopot Paksa, Diduga Pelaku Banser


10Berita, Entah apa yang ada didalam benak para pemuda yang melakukan tindakan secara serampangan dengan mencopot spanduk ucapan 'MARHABAN YAA RAMADHAN' kepada sesama muslim yang sedang memasuki bulan suci Ramadhan.

Spanduk yang bertuliskan “Marhaban Yaa Ramadhan” milik ormas Front Pembela Islam (FPI), yang dipajang di salah satu sudut kabupaten Brebes, Jawa Tengah, dicopot pada saat malam.

“Spanduk “Marhaban yaa Ramadhan” FPI DPW kab. Brebes dicopot Banser, inikah islam rahmatan lil alamiin? #2019GantiPresiden,” tulis akun twitter @Intel_FPI, pada Jumat (1/6/18) sekitar pukul 22.12 WIB.

Akun @Intel_FPI menyertakan video.

Dalam video tsb, tampak spanduk besar FPI dengan foto Imam Besar FPI Habib Rizieq Sihab dicopot paksa dengan menggunakan benda tajam.

Di chanel Youtube juga beredar video pencoptan spanduk Ramadhan FPI tsb.

Video yang diposting akun Buat Channelberitel "SPANDUK "MARHABAN YA RAMADHAN" DPW FPI BREBES DICOPOT BANSER, DIGANTI DENGAN PENOLAKAN ORMAS FPI."

Berikut videonnya...

[Twitter]

— Intelijen FPI (@Intel_FPI) 1 Juni 2018


[Youtube]


Sumber :Portal Islam 

Kamis, 31 Mei 2018

Protes Sopir Bus Transjakarta yang Putar Lagu Islami, Akun Ini "Dihajar" Mustofa Nahra

Protes Sopir Bus Transjakarta yang Putar Lagu Islami, Akun Ini "Dihajar" Mustofa Nahra


10Berita, Sebuah lagu Islami yang diputar di Bus Trans Jakarta ternyata mampu membuat seorang penumpangnya merasa "gerah" hingga merasa perlu mengeluhkan hal tersebut di lini masa Twitter.

Melalui akun twitter @Fryscalicious, Frysca Manurung, penumpang tersebut, bercuit pedas sembari mengunggah video singkat di dalam busway tersebut.

"Ini sopir busway keterlaluan sih sepanjang jalan putar lagi shalawat atau apa lah gw ga paham @PT_TransJakarta ga semua yg di dalam busway bisa nyaman dengerin ny kan... Nama: tahuri, id 20478," cuit Frysca.

https://twitter.com/Fryscalicious/status/1001649914303033345

Cuitan Frysca ini langsung ditanggapi warganet, salah satunya Mustofa Nahra yang memberikan komentar menohok.



Merasa tak nyaman, Frysca pun memutuskan untuk mengunci akun twitter dan mengganti foto profile twitternya. Sehingga netizen tak dapat melihat statusnya yang menjadi kontroversi tersebut.


Namun, Mustofa Nahra dan netizen lain sudah sempat mencapturenya.

Sumber : b-islam24h.com, portal-islam.id

Jumat, 18 Mei 2018

Akhir Nasib Pengujar ”Kami Ibadah Hanya Minggu, Aku Bosan Dengar Toak Masjidmu”

Akhir Nasib Pengujar ”Kami Ibadah Hanya Minggu, Aku Bosan Dengar Toak Masjidmu”


10Berita, Ujaran kebencian pasca terjadinya bom bunuh diri semakin menjadi. Adalah Ria Siregar pengguna Facebook yang melecehkan Islam.

Ria memposting di akun Facebooknya karena merasa kesal atas aksi bom bunuh diri yang menyerang tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).

“Kami ibadah hanya hari Minggu tuh pun cuma 2 jam. Kalian ibadah setiap menit, setiap detik. Kau pikir aku gak bosan dengar toak masjidmu tuh,” tulisnya.

Ria juga menulis nama binatang dan menyebut tidak ada gunanya melaksanakan shalat lima waktu.

“Tak ada gunanya kau ibadah 5 waktu, tak ada gunanya kau puasa selama sebulan,” katanya lagi.

Postingan tersebut dianggap provokatif dan menghina umat Islam. Usai heboh diperbincangkan, Ria akhirnya menghapus postingan tersebut. Akan tetapi beberapa pengguna Facebook sudah terlanjur men-screenshot dan menyebarkannya kembali di media sosial.

Jajaran Sat Reskrim Polresta Barelang menangkap Ria Siregar di kawasan Batamkota. Saat ditemui di Mapolresta Barelang, Ria mengaku menyesal membuat postingan provokatif di Facebooknya itu.

Dia mengaku membuat postingan itu lantaran kesal dengan aksi pengeboman di tiga gereja di Surabaya. Dia tak menyangka ungkapan kekesalannya itu justru dianggap melecehkan umat Islam secara umum.

“Saya tidak bermaksud mau menghina agama lain. Ternyata saya salah. Statusnya sudah sempat saya hapus, tapi sudah tersebar kemana-mana,” aku Ria, seperti dikutip dari Batam Pos, Rabu (16/5/2017).

Ia masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Barelang atas pelanggaran Undang-Undang ITE.

Kasat Reskrim Polresta Barelang AKP Andri Kurniawan membenarkan penangkapan terhadap Ria. Hingga kemarin, Ria masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Saat dikonfirmasi lebih jauh, Andri belum bisa membeberkannya.

“Kami mintai keterangannya dulu. Pengakuannya dia khilaf. Tapi nanti akan kita dalami lagi,” ujarnya singkat. 

Sumber : bersamadakwah.net

Senin, 14 Mei 2018

MIRIS! Viral Aksi Persekusi Tolak Penayangan Film 212 di Manado; Katanya BHINNEKA TOLERANSI?

MIRIS! Viral Aksi Persekusi Tolak Penayangan Film 212 di Manado; Katanya BHINNEKA TOLERANSI?


10Berita, Penayangan Film “212: The Power of Love” mendapat penolakan di Kota Manado, Sulawesi Utara. Aksi penolakan tersebut menjadi viral salah satunya melalui postingan di dalam akun Facebook Makatana Minahasa.

Makatana Minahasa
12 Mei pukul 20:23 

Aksi Penolakan Film The Power Of Love 212 Di Mega Mall, Mantos, Lippo Plaza Dan CGV Bersama Dengan Gabungan Ormas Adat Minahasa:
- Brigade Manguni
- OKLBI
- Paspamnas
- Aliansi Makapetor
- Makatana Minahasa
Dengan Hasil Dari Semua Manager Studio Yang Ditemui, Berjanji Tidak Akan Pernah Memutar Film Tersebut Karena Telah Terjadi Penolakan Besar2an Di Tanah Minahasa.

Disampaikan Banyak Terima Kasih Buat Seluruh Anggota Makatana Minahasa Yang Telah Mengambil Bagian Dalam Kegiatan Tadi, Tetap Berjuang Dan Menjadi Kelung Um'banua Di Tanah Minahasa.. Sigi Wangko

#SekaliMakminTetapMakmin
#NyakuSiMakatana


Link: https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=2000901873571077&id=100009538500173

***

Sungguh sangat miris, mereka yang suka koar-koar Bhinneka Tunggal Ika, tapi melakukan persekusi semena-mena.

Hal ini menjadi sorotan warganet di kolom komentar postingan Makatana Minahasa.

Dewi Erwana Wati"Apa ini cuma Film aja kalian takut, mana yg koar2 soal toleransi, kalian hidup di negara mayoritas islam."

Reza Rama Valiandra"Diskriminasi & persekusi 👎"

Dedi Sanjaya Suren"Kata nya paling NKRI . Paling TOLERANSI tapi...sdh lah cebong."

Peces Statham"intoleran... padahal cuma sekedar film damai."

Begy"Sama kaos takut eh sama film juga takut......panix."

Muh Kasim Basir"Yg seperti ini yg kalian anggap paling toleran paling pancasialis? Kenapa tidak ditonton dulu baru dilarang jika memang merusak kerukunan."

Mahmudah Ratna Suminar"Beginilah intoleransi itu. Orang datang ke bioskop pake uang sendiri kok dilarang. Filmnya tidak mengandung pornoaksi, tidak ada kekerasan, dan mengajarkan perdamaiam kok dihalangi diputar dibioskop. Oalahh...seperti kalian ini kah yang sering mengklaim sebagai pancasilais sejati. Menebar teror di bioskop, mengganggu hak asasi manusia untuk mendapat hiburan sehat? Sewenang-wenang dalam perbuatan!!!"

Sumber :Portal Islam