OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label ISLAMOPHOBIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ISLAMOPHOBIA. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Desember 2018

Puluhan Tahun Berdiri, Sekolah Bahasa Arab di China Bakal Ditutup

Puluhan Tahun Berdiri, Sekolah Bahasa Arab di China Bakal Ditutup

10Berita , Gansu – Sekolah bahasa Arab berusia 34 tahun di provinsi Gansu di China barat laut akan segera ditutup. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kebijakan yang kejam terhadap wilayah otonomi Xinjiang diterapkan ke daerah-daerah berpenduduk Muslim lainnya.
Pingliang Arabic School, yayasan amal yang melayani siswa kurang mampu, telah diberitahu oleh pejabat pendidikan kota untuk ditutup pada 17 Desember mendatang. Dampaknya, 200 siswa dan 20 pengajar akan dipulangkan.
Para pejabat mengklaim sekolah tidak memiliki izin operasional, meskipun telah beroperasi sejak 1984. Pingliang adalah kota kecil di perbatasan antara Gansu dan provinsi Shaanxi – salah satu daerah termiskin di China.
“Tampaknya para pejabat tidak tertarik untuk berbicara kepada kami sama sekali,” kata seorang guru yang meminta namanya dirahasiakan, sebagaimana dikutip South China Morning Post, Ahad (09/12/2018).
Sebagai upaya pencegahan, para guru minggu lalu mengirim petisi yang berisi lebih dari 1.000 tanda tangan ke biro pendidikan, meminta agar sekolah tidak ditutup.
“Siswa kami semuanya berasal dari keluarga yang sangat miskin. Dengan pelatihan bahasa, banyak lulusan kami dapat menemukan pekerjaan seperti penerjemah untuk para pedagang Timur Tengah yang melakukan bisnis di provinsi-provinsi seperti Guangdong,” kata guru itu. “Jika sekolah ditutup, mereka bisa berakhir sebagai putus sekolah di jalan.”
Kematian sekolah-sekolah bahasa Arab adalah gejala meningkatnya kontrol China terhadap daerah-daerah berpenduduk Muslim. Tiga tahun yang lalu Presiden Xi Jinping memulai kembali kampanye “agama-agama Sinicise”, asimilasi mereka dengan nilai-nilai budaya dan sosialis tradisional China.
Muslim membentuk kurang dari 2 persen populasi China, atau sekitar 22 juta orang. Ada 10 kelompok etnis yang didominasi Muslim, yang terbesar di antaranya adalah Hui, kelompok etnis yang terkait erat dengan mayoritas penduduk Han dan sebagian besar berbasis di wilayah otonomi Ningxia Hui dan provinsi Gansu, Qinghai dan Yunnan.

Sumber :Kiblat 

Selasa, 20 November 2018

Otoritas China Ancam Siksa Muslim Uighur yang Haramkan Miras

Otoritas China Ancam Siksa Muslim Uighur yang Haramkan Miras

10Berita , Xinjiang – Muslim di China yang menganggap keharaman minuman keras diminta menyerahkan diri jika tidak ingin menghadapi pemenjaraan dan penyiksaan yang keras.
Pemerintah kota Hami di wilayah Xinjiang menyatakan bahwa hal itu adalah pikiran ekstremisme, terorisme atau separatisme. Mereka diimbau agar mereka menyerahkan diri dalam 30 hari ke depan, jika ingin mendapat penanganan yang lunak.
Selain itu, muslim China yang ingin menjalani hidup mereka sesuai ajaran Al-Quran atau menghindari tarian di pesta pernikahan dan merokok juga dianggap memiliki perilaku bermasalah.
“Semua individu yang terlibat dalam kejahatan teroris dan diracuni oleh ‘tiga kekuatan jahat’ didesak untuk menyerahkan diri mereka kepada organ peradilan dalam waktu 30 hari dan untuk mengaku dan menyerahkan fakta-fakta kejahatan Anda,” kata pemberitahuan itu, seperti dikutip Independent.co.uk.
Selama beberapa dekade, China berusaha untuk membasmi Islam demi mempertahankan pengaruhnya di Xinjiang, di mana hampir setengah dari 24 juta penduduknya berasal dari suku Uighur atau minoritas Muslim lainnya.
Pihak berwenang mengklaim wilayah itu berada di bawah ancaman serius oleh serangan ekstrimis Islam yang bertujuan untuk membangkitkan ketegangan antara etnis Han Cina dan penduduk Muslim.
Pada bulan Agustus, panel hak asasi manusia PBB mengatakan telah menerima banyak laporan yang dapat dipercaya bahwa satu juta atau lebih orang Uighur dan minoritas lainnya ditahan dalam kamp konsentrasi yang dirahasiakan.
Selain penahanan massal, kelompok-kelompok hak asasi manusia juga mengatakan bahwa pemerintah China telah secara signifikan meningkatkan pembatasan terhadap kegiatan keagamaan sehari-hari di wilayah tersebut.
Bulan lalu, ibukota wilayah Urumqi meluncurkan kampanye yang menargetkan produk halal, seperti makanan dan pasta gigi, yang diproduksi sesuai dengan hukum Islam, untuk mencegah apa yang dilihatnya sebagai serbuan Islam ke dalam kehidupan sekuler.
Laporan juga beredar pihak berwenang mengumpulkan data biometrik dan sampel suara dari warga Uighur ketika mereka mengajukan permohonan untuk kartu identitas atau paspor.
Sumber: Independent
Redaktur: Ibas st0
Sumber Kiblat.


Selasa, 13 November 2018

Andi Arief: PSI Kelihatannya Dibentuk untuk Islamophobia

Andi Arief: PSI Kelihatannya Dibentuk untuk Islamophobia

10Berita   JAKARTA–Wasekjen Partai Demokrat menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie yang akan menolak Perda yang berlandaskan agama jika lolos ke DPR.
“Soal akan menolak Perda Syarah adalah soal frustrasi pada kenyataan lalu mencari target minimun. Target minimumnya duduk di DPRD kabupaten dan Propinsi. Cukup realistis, tidak besak pasar dari tiang,” kata Andi dalam akun twitternya, @AndiArief__, Selasa (13/11/2018).

Andi menceritakan, dulu Partai Rakyat Demokratik (PRD) dibentuk untuk membuka demokrasi, tidak disiapkan duduk di Parlemen.
“PSI kelihatannya dibentuk untuk Islamophobia mendapat gelanggang, juga tidak serius duduk di Parlemen. PRD berhasil membuka demokrasi, PSI memperbesar ketegangan. Ini pendapat saya pribadi,” beber Andi.
“Anak muda berkumpul itu kekuatan. Tetapi kalau salah asuhan, maka muda adalah sia-sia,” imbuhnya.

Menurut Andi, sikap takut kepada perda syariah adalah contoh salah asuhan. Bagaimna mungkin bisa demokrasi, menolak sebuah produk bila dicapai dengan cara demokrasi. Bagaimana mungkin anak-anak muda dicekoki sejarah yang salah soal kekhususan Papua dan Aceh.
“Ada kecenderungan yang kontradiktif, di satu sisi menginginkan kebebasan yang seluas-luasnya. Di sisi lain berupaya melarang sebesar-besarnya. Kami boleh bebas, tetapi anda tidak boleh, nanti jadi syariah. Mungkin dulu Belanda juga bilang pada kaum pergerakan hal yang sama,” ungkapnya. []

SUMBER: TEROPONGSENAYAN


Selasa, 16 Oktober 2018

Biksu ultra-nasionalis Myanmar kutuk seruan global membela Muslim

Biksu ultra-nasionalis Myanmar kutuk seruan global membela Muslim Rohingya

10Berita  - Seorang biksu ultra-nasionalis Myanmar pada Minggu (14/10/2018) mengutuk masyarakat internasional karena menyeru diseretnya jenderal-jenderal Myanmar ke pengadilan atas krisis Rohingya.

Biksu penghasut Wirathu, yang dikenal sebagai wajah gerakan nasionalis Buddhis Myanmar, berbicara di depan sebuah unjuk rasa pro-militer yang menarik ratusan pendukung. Unjuk rasa ini merupakan yang pertama sejak ia dilarang berbicara di depan umum tahun lalu.

Larangan itu, yang berakhir pada bulan Maret, dikeluarkan oleh dewan para biksu senior yang mengatakan bahwa Wirathu telah “berulang kali menyampaikan pidato kebencian terhadap agama-agama untuk menyebabkan perselisihan komunal”.

Dalam kampanyenya, Wirathu menyebut minoritas Muslim Rohingya sebagai “Bengali”, sebagai upaya untuk mendelegitimasi identitas mereka dari Myanmar.

Think tank garis keras ini kembali bersuara pada Minggu (14/10) dalam rapat umum untuk memprotes sejumlah seruan agar Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyelidiki para jenderal Myanmar atas genosida dan kejahatan kemanusiaan terhadap minoritas Muslim Rohingya.

“Hari ketika ICC datang ke sini … adalah hari ketika Wirathu memegang pistol,” katanya.

Dia memuji Cina dan Rusia di Dewan Keamanan PBB sebagai “raksasa nasionalis yang berdiri tegak bersama kebenaran” atas peran mereka mencegah tindakan tegas terhadap Myanmar.

“Jangan berbohong kepada dunia yang mengatakan bahwa orang Bengali adalah Rohingya karena Anda ingin mempromosikan Islamisasi di Myanmar,” lanjut Wirathu. “Jangan hancurkan negara kita dengan menciptakan kelompok etnis palsu.”

Militer mengatakan tindakan brutal mereka – yang menyebabkan lebih dari 720.000 orang Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan dengan tuduhan pemerkosaan, pembakaran dan pembunuhan – dibenarkan untuk memerangi ‘terorisme’.

Para pendukung Wirathu muncul dalam pawai hari Minggu (14/10), dimana ratusan orang berkumpul di depan pusat Semon Pagoda ikon kota Yangon membawa potret raksasa kepala militer Jenderal Min Aung Hlaing, yang menurut para penyelidik PBB adalah sosok yang paling bertanggung jawab.

Dewan HAM PBB memilih bulan lalu untuk mempersiapkan dakwaan kriminal atas kekejaman di Myanmar.

Min Aung Hlaing tetap bertahan dalam menghadapi tekanan internasional, membenarkan tindakan Myanmar dengan mengatakan bahwa tidak ada negara, organisasi atau kelompok yang memiliki “hak untuk ikut campur dalam kedaulatan Myanmar”.  


sumber: arrahmah

Senin, 15 Oktober 2018

Cina Benarkan Keberadaan Penjara Rahasia untuk Muslim Xinjiang

Cina Benarkan Keberadaan Penjara Rahasia untuk Muslim Xinjiang

10Berita Cina secara implisit membenarkan keberadaan kamp-kamp rahasia untuk menahan warga minoritas muslim di provinsi Xinjiang.
Pengakuan ini keluar setelah berbulan-bulan pemerintah komunias Cina menyangkal keberadaan kemp-kamp tersebut. Meskipun bukti-bukti yang ditunjukkan oleh organisasi non-pemerintah semakin banyak.
Seperti dilansir dari Anadolu Agency (AA) pada Ahad (14/10), pengakuan itu tersirat setelah pemerintah Cina tiba-tiba mengubah pernyataannya tentang dugaan keberadaan kamp-kamp tersebut pekan ini. Pemerintah juga mengumumkan amandemen undang-undang UU anti-ekstremisme.
Surat kabar milik partai penguasa, South China Morning Post (SCMP), Rabu lalu, melaporkan bahwa provinsi Xinjiang telah mengubah undang-undang untuk memungkinkan pemerintah setempat “mengajari dan mengubah perilaku” orang-orang yang diduga terpapar ekstremisme di “pusat-pusat pelatihan pejuruan.”
Surat kabar tersebut mengatakan bahwa pemerintah menamakan tempat-tempat pelatihan tersebut dengan istilah “pusat-pusat pelatihan kejuruan”. Hal ini menyiratkan tempat-tempat itu merupakan jaringan pusat-pusat penahanan yang dikenal sebagai kamp-kamp untuk “re-indoktrinasi.”
Pemerintah Cina secara konsisten membantah tuduhan keberadaan kamp-kamp penjara untuk menahan sekitar satu juta muslim di Xinjiang, sebagian besar minoritas Uighur.
Pada bulan Agustus, Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial di bawah naungan PBB meminta Cina membebaskan segera muslim Uighur, yang ditahan tanpa konstitusi, di tempat-tempat yang dinamakan “kamp pengembalian pendidikan politik”.
Komite memperkirakan bahwa sekitar 1 juta tahanan muslim ditempatkan di kamp-kamp ini, di mana tidak adanya statistik resmi.
Sejak 1949, Beijing menguasai Xinjiang, rumah bagi minoritas Muslim Uighur.
Menurut statistik resmi, sebanyak ada 30 juta muslim hidup di wilayah ini. 23 juta dari mereka dari etnis Uighur. Sementara laporan tidak resmi menyebutkan bahwa jumlah muslim di Xinjiang sekitar 100 juta, atau sekitar 9,5 persen dari total penduduk.
Sumber: AA
Redaktur: Sulhi El-Izzi

Sumber :Kiblat.


Jumat, 12 Oktober 2018

Kampanye Anti-Halal Cina Target Makanan Hingga Pasta Gigi

Kampanye Anti-Halal Cina Target Makanan Hingga Pasta Gigi

Daging halal di Cina.
10Berita , XINJIANG — Otoritas Cina telah mengkampanyekan perlawanan keberadaan produk halal di negara tersebut. Hal itu bertujuan menghentikan Islam menembus kehidupan sekuler dan memicu ekstremisme.
Dilansir di Daily Mail pada Rabu (10/10), para pemimpin Partai Komunis di Urumqi mengajak kadernya bersumpah melawan halalisasi dalam sebuah pertemuan pada Senin (8/10) lalu. Hasil keputusan itu dipublikasi oleh akun resmi WeChat milik pemerintah kota.
Setiap hari, produk halal mulai dari makanan hingga pasta gigi harus diproduksi sesuai hukum Islam. Kecenderungan label halal atau halalifikasi mengacu pada perluasan pelabelan halal dari produk makanan ke non-makanan yang menarik minat konsumen Muslim.
Media Global Times melaporkan, otoritas menilai tindakan menuntut hal yang halal dari sesuatu yang belum jelas kehalalanya, memicu permusuhan terhadap agama dan tindakan itu memungkinkan Islam menembus kehidupan sekuler. Provinsi Gansu yang merupakan rumah bagi populasi besar Muslim Hui, melarang layanan seperti, potong rambut halal dan mandi halal.
Belum lama ini, Cina menuai kecaman keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia dan pemerintah asing karena penahanan terhadap sejutaan warga etnis Uighur Muslim di Xinjiang. Beijing telah membantah secara sistematis tudingan melanggar hak-hak Muslim Xinjiang. Pemerintah setempat beralasan tindakan itu hanya upaya menindak ekstremisme dan splittism (bertentangan dengan kebijakan partai komunis) di wilayah tersebut.
Sebuah kampanye anti-halal dari Jaksa Kepala Suku Uighur Urumqi, Ilshat Osman menuliskan sebuah esai berjudul, “Teman, anda tidak perlu menemukan restoran halal khusus untuk saya.”
“Kami etnis minoritas menganggapnya sebagai hal yang wajar untuk menghormati kebiasaan makan kami. Kami belum memikirkan tentang menghormati kebiasaan makan mereka,” tulisnya.
Osman mendorong warga dari etnis Uighur yang juga anggota partai, makan dengan rekan dari Han Cina daripada mengunjungi restoran halal. Menurut dia, mengubah kebiasaan makan memiliki dampak yang signifikan dan jauh dari upaya melawan ekstremisme.
Para pemimpin Partai Komunis Urumqi berharap pejabat pemerintah dan anggota partai secara tegas percaya pada Marxisme-Leninisme, bukan agama. Secara teoritis, warga Cina bebas mempraktikkan agama apa pun, tetapi faktanya mereka dikendalikan dan diawasi ketat oleh negara. Partai Komunis pada Agustus lalu, mengeluarkan seperangkat peraturan yang mengatur perilaku jajarannya. Mereka mengancam hukuman atau pengusiran bagi siapa pun yang berpegang teguh pada keyakinan agama.

Sumber : 

Otoritas Cina Luncurkan Kampanye Anti-Halal

Otoritas Cina Luncurkan Kampanye Anti-Halal

10Berita, XINJIANG – Otoritas Cina di Xinjiang telah meluncurkan kampanye menentang “penyebaran produk halal”, dan mengklaim bahwa pertumbuhan produk halal mendorong ekstremisme agama di wilayah tersebut.
Para pemimpin Partai Komunis Urumqi, ibu kota Xinjiang, yang merupakan rumah bagi sekitar 12 juta Muslim, pada Senin (8/10/2018), menyerukan kepada pejabat pemerintah untuk memperkuat “perjuangan ideologis” dan melawan “halalifikasi”.
Istilah “halalifikasi” ini mengacu pada peningkatan pelabelan halal pada barang-barang barang-barang non-makanan.
Sebagaimana dilansir The Guardian, pejabat dan media pemerintah mengatakan bahwa semakin banyak produk berlabel halal maka hal itu memungkinan nilai-nilai Islam untuk menembus kehidupan sekuler di Cina.
“Kecenderungan pan-halal bisa mengaburkan batas antara agama dan kehidupan sekuler. Sehingga hal itu bisa dengan mudah jatuh ke dalam lumpur ekstremisme agama,” ungkap media yang dikelola pemerintah Cina, Global Times, dalam sebuah artikel tentang kampanye anti-Halal yang berlangsung di Xinjiang.
Para pengeritik mengatakan bahwa Cina berusaha untuk mengasimilasi minoritas ke dalam etnis Han Cina yang dominan dengan membasmi tradisi Muslim.
Pihak berwenang setempat telah membatasi jenggot panjang, penutup kepala, atau pakaian Islami lainnya dengan dalih bisa “membangkitkan fanatisme agama”.
Semua perjalanan ibadah Haji harus dilakukan melalui perjalanan yang diatur oleh negara.
Para aktivis Uighur juga mengatakan bahwa beberapa masjid sedang dirobohkan.
Inisiatif untuk menentang pelabelan halal di Xinjiang untuk produk daging, produk susu dan minyak telah mendapatkan momentum baru-baru ini.
Pejabat di provinsi Gansu, rumah bagi populasi besar Muslim Hui, telah menutup lebih dari 700 toko yang menjual produk halal pada bulan Maret.
Para pejabat partai komunis pada pertemuan yang digelar Senin (8/10), juga menghimbau semua pejabat pemerintah dan anggota partai di Urumqi untuk berbicara dengan menggunakan bahasa Cina Mandarin di tempat kerja dan di tempat umum.
Mereka juga diminta untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap ideologi partai Komunis China.
Liu Ming, sekretaris kelompok anggota partai, memimpin para hadirin dalam pembacaan sumpah.
Sebuah foto menunjukkan Liu sedang berbicara di mikrofon, dengan mengepalkan tangan, berikrar: “Keyakinan saya adalah Marxisme-Leninisme. Saya tidak percaya pada keyakinan agama apa pun. Saya harus berjuang keras melawan halalifikasi sampai akhir”.
Pertemuan itu juga meminta para pejabat pemerintah untuk menerbitkan esai mereka sendiri yang menyatakan sikap mereka terhadap kecenderungan produk halal.
Sumber :ameera, Arrahmah.com 

Kamis, 11 Oktober 2018

Berkedok Pusat Pelatihan, China Legalkan Kamp Cuci Otak Muslim Uighur

Berkedok Pusat Pelatihan, China Legalkan Kamp Cuci Otak Muslim Uighur


Muslim Uighur
10Berita  - Wilayah Xinjiang di barat Cina telah mengesahkan pengiriman warga minoritas Muslim Uighur ke tempat yang mereka sebut sebagai "pusat pelatihan kejuruan".
Tetapi negara-negara Barat menyebut tempat ini adalah adalah kamp penawanan besar-besaran.
Sebuah komite hak asasi manusia PBB baru-baru ini mengatakan pihaknya percaya Chinabisa jadi telah menahan lebih dari 1 juta warga Uighur di kamp-kamp rahasia. Namun klaim ini telah berulang kali ditolak oleh China.
Sebuah pasal baru telah ditambahkan pada undang-undang anti-ekstremisme Xinjiang, yang mengatakan pusat pelatihan itu dimaksudkan untuk "mendidik dan mentransformasi" tahanan.
"Pemerintah di tingkat daerah dapat mengatur ... pusat pelatihan kejuruan, untuk mendidik dan mengubah orang-orang yang telah dipengaruhi oleh ekstremisme," kata klausa itu.
Undang-undang anti-ekstremisme di kawasan itu telah berlaku sejak April tahun lalu, yang melarang laki-laki dan perempuan Muslim memelihara jenggot yang dianggap "tidak normal" atau mengenakan jilbab di depan umum.
Kecaman dunia internasional semakin meningkat setelah sejumlah laporan memuat penahanan massal dan pengawasan ketat terhadap etnis Uighur dan Muslim lainnya di China. Amerika Serikat bahkan mempertimbangkan penjatuhan sanksi.
China membantah bahwa pihaknya menahan warga Uighur di pusat pengungsian dan mengatakan fasilitas semacam itu tidaklah ada, namun mereka mengaku mengirim para pelaku tindak kriminal ke pusat pelatihan.
Mantan tahanan mengatakan mereka dipaksa untuk keluar Islam dan menyatakan kesetiaan mereka kepada Partai Komunis. Ia juga menggambarkan fasilitas itu sebagai tempat indoktrinasi politik.
"Menjadi sebuah pembenaran retrospektif untuk penahanan massal orang-orang Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang," kata James Leibold, pakar kebijakan etnis Cina di La Trobe University di Melbourne.
"Ini adalah bentuk baru dari pendidikan ulang yang belum pernah terjadi sebelumnya dan benar-benar tidak memiliki dasar hukum, dan saya melihat mereka mencoba menciptakan dasar hukum untuk kebijakan ini."
Cina mengatakan Xinjiang menghadapi ancaman serius dari militan dan separatis Islam. Kerusuhan antara warga Uighur dan warga mayoritas Han Cina mayoritas telah menewaskan ratusan orang dalam beberapa tahun terakhir.

Kampanye melawan produk halal
Secara terpisah, Xinjiang meluncurkan kampanye melawan produk halal, untuk menghentikan Islam mempengaruhi kehidupan sekuler dan memicu "ekstremisme".
Dalam pertemuan hari Senin (8/10), para pemimpin Partai Komunis kota Urumqi memimpin para kadernya untuk bersumpah untuk "ikut berperang memerangi \'pan-halalisasi\'," menurut pemberitahuan yang disampaikan di akun resmi WeChat milik ibukota Urumqi.
Para pemimpin Partai Komunis Urumqi juga mengatakan mereka membutuhkan pejabat pemerintah dan anggota partai untuk secara tegas percaya pada Marxisme-Leninisme, bukan percaya agama.
Mereka juga meminta agar bahasa yang digunakan untuk berbicara di muka umum adalah bahasa Mandarin.
Global Times melaporkan "permintaan bahwa hal-hal yang terkait halal yang tidak bisa benar-benar halal" telah memicu permusuhan agama, dan memungkinkan Islam untuk pengaruhi kehidupan sekuler.
Secara teori, warga China secara bebas mempraktekkan agama apa pun, tetapi mereka telah mengalami peningkatan pengawasan karena pemerintah berusaha membuat ibadah keagamaan berada di bawah kendali ketat negara.
Bulan lalu, muncul gambar salib yang dibakar dan diturunkan dari gereja-gereja Kristen di provinsi Henan tengah. Dilaporkan beberapa salib-salib ini diganti dengan gambar Presiden China Xi Jinping.
Di bulan Agustus, pejabat lokal di wilayah otonomi Ningxia Hui mengumumkan akan menghancurkan sebuah mesjid yang baru dibangun. Pengumuman ini memicu protes langka yang menarik ratusan jamaah.
Kemudian Partai Komunis merevisi peraturan yang mengatur perilaku anggotanya, mengancam hukuman, atau pengusiran bagi siapa pun yang berpegang teguh pada keyakinan agama.
Artikel ini telah disadur dari laporan aslinya dalam bahasa Inggris, yang bisa dibaca di sini.
Sumber : Intisari-Online.com 

Atlet Judo Arab Saudi Tetap Boleh Bejilbab Bertanding, Kenapa Indonesia Tidak Bisa?

Atlet Judo Arab Saudi Tetap Boleh Bejilbab Bertanding, Kenapa Indonesia Tidak Bisa?


10Berita, Pelarangan atlet judo blind Indonesia asal Aceh, Miftahul Jannah, bertanding di Asian Para Games 2018 yang digelar di Jakarta Senin kemarin menimbulkan tanda tanya dan kecaman dari banyak pihak.Wasekjen MUI KH Tengku Zulkarnain mengecam keras sebagai penghinaan terhadap Syariat Islam, lebih baik event itu dibubarkan, apalagi terjadi di negara Indonesia, negara muslim terbesar di dunia.
"Andaikan saya pimpinan tertinggi di negeri ini, akan saya bubarkan saja Asian Para Games yang digelar di negara saya saat ini, tapi menghina anak bangsa saya dan syariat agama saya," kata KH Tengku Zulkarnain, Senin (8/10/2018).
(Baca: Wasekjen MUI: Larang Atlit Jilbab, Mending Dibubarkan)
Pihak official Tim Indonesia dan juga Kemenpora berdalih pelarangan itu bukan soal diskriminasi, tapi soal aturan internasional yang harus dipatuhi soal keamanan pejudo sehingga tidak diperbolehkan menggunakan tutup kepala dalam bentuk apapun.
Namun, apakah cuma soal aturan? Dan tidak bisakah aturan itu dibuat pengecualian? Tidak bisakah Tim Indonesia melobby pihak official judo Asian Para Games?
Dalam kasus judo internasional ternyata pernah kejadian bahkan di Olimpiade, tim Arab Saudi berhasil melobby dan membuat kesepakatan sehingga atlet judo Saudi tetap diperbolehkan bertanding dengan tetap memakai jilbab.
Simak berita tahun 2012 saat Olimpide London...
[Selasa, 31 Juli 2012]
Judoka Arab Saudi Tetap Berjilbab Saat Bertarung
Judoka wanita Arab Saudi, Wojdan Ali Seraj Abdulrahim Shahrkhani, tetap akan mengenakan jilbab meskipun dilarang oleh ofisial cabang olahraga judo di Olimpiade London. Wojdan memakai jilbab sesuai dengan keyakinan dan jati dirinya sebagai muslimah.
Ofisial pertandingan judo melarang Wojdan bertanding dengan mengenakan jilbab karena sesuai aturan. Wojdan dilarang ikut berkompetisi karena melanggar prinsip olahraga judo.
Namun, setelah diadakan pertemuan antara Federasi judo Internasional dengan Komite Olimpiade Internasional (IOC) serta Komite Olimpiade Arab Saudi, Wojdan diperbolehkan tetap bertanding di kelas berat. "Ada solusi antara kedua pihak, semua pihak terlibat," kata juru bicara IOC Mark Adams. "Atlet yang bersangkutan akan tetap berkompetisi."
Kesepakatan resmi mengenai jilbab itu diumumkan bersama oleh Federasi Judo Internasional dan Komite Olimpiade Arab Saudi. "Berdasarkan kesepakatan dengan IOC, proposal disetujui semua pihak," begitu bunyi pernyataan. "Solusi disepakati ada jaminan antara keselamatan dan pertimbangan kultur (negara muslim)."
Link: https://sports.sindonews.com/read/662028/51/judoka-arab-saudi-tetap-berjilbab-saat-bertarung-1343749813
***
SUDAH JELASKAN?
JADI PERSOALANNYA BUKAN SEKEDAR ATURAN KOK...
Kalau "Negara Hadir" dan mau melakukan segala upaya seperti yang dilakukan Saudi, akan lain ceritanya...
Apalagi Indonesia jadi Tuan Rumah loh...


Sumber : PORTAL ISLAM 

Kamis, 13 September 2018

Keterlaluan, Cina Pasang QR Code Disetiap Rumah Muslim Uighur


Keterlaluan, Cina Pasang QR Code Disetiap Rumah Muslim Uighur


10Berita, Organisasi pemerhati hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) melaporkan bahwa pemerintah Cina memasang sistem QR Code di setiap rumah etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.

Sistem tersebut berisikan data biometrik termasuk DNA dan sampel suara individu sehingga memungkinkan otoritas melacak setiap pergerakan mereka.

Otoritas lokal China dilaporkan akan memindai kode yang tertera di setiap pintu rumah komunitas Muslim di Xinjiang untuk memantau para penghuni.

Dalam laporan terbaru HRW, salah satu mantan warga di Xinjiang mengaku sistem tersebut berlaku sejak musim semi 2017 lalu.

“Setiap hari atau dua hari sekali otoritas datang dan memindai QR code itu sehingga mereka tahu berapa banyak orang yang tinggal di rumah itu,” tutur warga eks Xinjiang tersebut.

“Dan sejak itu mereka akan bertanya kepada setiap tamu yang datang ke rumah kami, ‘Mengapa Anda berada di sini?’ Pada malam hari mereka juga akan memeriksa.”

Mantan warga Xinjiang itu juga mengatakan aparat mengambil sampel DNA saat mereka mengajukan pembuatan paspor dan dokumen identitas lainnya.

“Bagi warga yang bisa membaca, mereka diminta membaca sebuah artikel dari koran. Sedangkan bagi yang tidak bisa membaca mereka, diminta bernyanyi dan menceritakan sesuatu dan merekam suaramu,” tutur perempuan yang meninggalkan Xinjiang tahun lalu itu.

“Saat itu Anda tidak berada pada posisi yang bisa berdebat dengan mereka.”

Perempuan itu juga mengklaim tak jarang warga Xinjiang dipaksa bolak-balik ke kantor polisi hanya untuk mendata identitas dan pergerakan mereka.

HRW menyebut sistem QR code tersebut merupakan salah satu kebijakan pemerintah China untuk membatasi pergerakan minoritas Muslim, terutama Uighur, di Xinjiang.

Namun, Beijing mengklaim sistem QR Code itu dipasang guna membantu meningkatkan layanan publik bagi warga dan mengontrol jumlah populasi.

Selain itu, HRW juga mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap aparat China yang secara sewenang-wenang kerap menangkap orang Uighur dan menahan mereka di kamp “pendidikan politik.”

Warga Xinjiang yang memiliki hubungan dengan ’26 negara sensitif’ bagi China seperti Kazakhstan, Turki, dan Indonesia kerap menjadi target penangkapan aparat.

Mereka ditahan selama beberapa bulan di kamp penampungan tanpa prosedur formal dan izin didampingi pengacara.

Selama berada di kamp, para tahanan disebut mendapat “indoktrinasi politik” dengan dipaksa memuja paham komunis dan pemerintahan presiden Xi Jinping.

Sumber : eramuslim.com

Minggu, 02 September 2018

NASIONAL Komunis  Cina Nyatakan Islam Sebagai Penyakit Ideologis Menular, 1 Juta Muslim Diasingkan

Negara Komunis  Cina Nyatakan Islam Sebagai Penyakit Ideologis Menular, 1 Juta Muslim Diasingkan


10Berita, Cina adalah salah satu negara besar yang paling homogen di dunia, dengan suku Han berjumlah 91 persen dari total penduduknya. Partai Komunis yang berkuasa menganggap homogenitas dan kohesi sosial Cina sebagai pilar kekuatannya dan rasionalisasi yang kuat untuk diskriminasi terhadap etnis minoritas dan pemerintahan otoriter.

Namun wilayah Xinjiang, di barat laut Cina, adalah rumah bagi populasi besar orang Uighur, kelompok etnis Turki yang didominasi Muslim. Pemerintah Cina telah lama khawatir bahwa orang-orang Uighur akan berusaha membangun sebuah tanah air yang merdeka di wilayah itu, yang biasanya mereka sebut Turkestan Timur.

Pada tahun 2009, kerusuhan etnis di Xinjiang merenggut ratusan jiwa; sejak saat itu, nasionalis Uighur dituduh melakukan beberapa serangan.

Jadi, dengan dalih memerangi pengaruh bahwa orang Uighur memiliki alasan untuk menginginkan negara mereka sendiri yang terpisah – apalagi untuk menyebarkan kekerasan untuk mencapainya – pemerintah Xi Jinping telah memutuskan untuk menyatakan Islam sebagai “penyakit ideologis menular”, dan mengkarantina satu juta orang Uighur di kamp-kamp pendidikan ulang, menurut perkiraan dari PBB.

Dalam wawancara, mantan tahanan dari kamp-kamp ini mengatakan bahwa mereka dipaksa meninggalkan keyakinan mereka, menyanyikan lagu-lagu Partai Komunis, mengonsumsi daging babi, dan minum alkohol; laporan-laporan lain menunjukkan bahwa beberapa orang yang “benar-benar sakit secara ideologis” telah disiksa dan dibunuh.

Mula-mula, Beijing puas telah membuat tempat tawanan untuk orang-orang yang dicurigai radikal. Tapi, seperti yang dijelaskan Sigal Samuel di Atlantik, mereka akhirnya memutuskan bahwa “penyakit ideologis” orang Uighur begitu merusak dan menular, dan mengkarantina mereka secara profilaksis, dengan gejala yang paling jelas (seperti janggut panjang pada laki-laki Uighur).

Bagi Barat, Cina bersikeras bahwa “kamp pendidikan”-nya hanya sekolah kejuruan. Tapi, seperti catatan Samuel, Beijing menawarkan penjelasan yang lebih terbuka tentang niatnya kepada konstituen Cina.

Berikut klaim Partai Komunis dalam rekaman resmi, sebagaimana dilansir nymag.com (28/8/2018):

Anggota masyarakat yang telah dipilih untuk “pendidikan ulang” telah terinfeksi oleh “penyakit ideologis”. Mereka telah terinfeksi ekstremisme agama dan ideologi “teroris yang kejam”, dan karena itu mereka harus mendapat perawatan dari rumah sakit sebagai pasien rawat inap.

Selalu ada risiko bahwa penyakit akan memanifestasikan dirinya setiap saat, yang akan menyebabkan bahaya serius bagi masyarakat. Itulah mengapa mereka harus dirawat di rumah sakit pendidikan kembali pada waktunya untuk mengobati dan membersihkan virus dari otak mereka dan memulihkan pikiran normal mereka.

Terinfeksi oleh “ekstremisme” agama dan ideologi “teroris” yang kejam dan tidak mencari pengobatan, seperti terinfeksi oleh penyakit yang tidak diobati pada waktunya, atau suka mengonsumsi obat-obatan beracun. Tidak ada jaminan bahwa itu tidak akan memicu dan tidak mempengaruhi Anda di masa depan.

Setelah melalui pendidikan kembali dan pulih dari penyakit ideologis tidak berarti bahwa seseorang secara permanen sembuh. Jadi, setelah menyelesaikan proses pendidikan kembali di rumah sakit dan kembali ke rumah, mereka harus tetap waspada, memberdayakan diri mereka dengan pengetahuan yang benar, memperkuat studi ideologi merek , dan secara aktif menghadiri berbagai kegiatan publik untuk meningkatkan sistem kekebalan mereka.

Sampai saat ini, kecaman internasional atas penindasan terhadap penduduk Muslim Uighur relatif jinak. Sebagaimana catatan Business Insider, pemerintah di banyak negara mayoritas Muslim telah menolak untuk mengekspresikan oposisi publik, karena takut membahayakan akses mereka ke ibukota Cina – terutama pinjaman infrastruktur yang disediakan Beijing sebagai bagian dari prakarsa “One Belt, One Road” .

Sumber : arrahmah.com

Senin, 20 Agustus 2018

Seorang Muslimah Swedia mendapat ratusan ancaman setelah menangkan kasus diskriminasi

Seorang Muslimah Swedia mendapat ratusan ancaman setelah menangkan kasus diskriminasi

10Berita, STOCKHOLM  – Seorang wanita Muslim di Swedia pada Sabtu (18/8/2018) mengatakan dia telah menerima ratusan ancaman dan pesan yang bernada pelecehan seksual secara eksplisit setelah pengadilan setempat memutuskan untuk mendukungnya dalam kasus diskriminasi.

Farah Alhajeh (24) dikabarkan akan memperoleh 40.000 kroner Swedia ($ 4.366) sebagai ganti rugi dari sebuah perusahaan yang melakukan diskriminasi berbasis kepercayaannya selama wawancara kerja.

Dia menjadi target ancaman dan pesan kasar setelah putusan pengadilan diberikan.

Berbicara kepada televisi pemerintah SwediaSVT, Alhajeh mengatakan dia menerima 500 komentar dan pesan segera setelah putusan pengadilan tersebar di berita dalam 20 menit.

“Ketika berita itu menyebar, ancaman dan pesan yang kasar membanjiri. Saya juga menerima pesan dan komentar dukungan. Satu pesan dukungan setara dengan 10.000 pesan ancaman jadi saya memutuskan untuk mengabaikan ancaman,” katanya.

Dia mengatakan banyak dari pesan yang dibaca berisi: “Pulanglah ke negaramu, ke Timur Tengah!” meski dia mengatakan dia lahir dan dibesarkan di Swedia.

Wawancara kerja Alhajeh di Uppsala, Swedia bagian timur, dibatalkan ketika dia menolak berjabatan tangan dengan pewawancara karena keyakinan agamanya. Ia hanya memberikan isyarat dengan menganggukkan kepala, menurut pernyataan ombudsman Swedia. (Althaf/)
Sumber : arahmah.com

Selasa, 14 Agustus 2018

Cina berkilah, kamp konsentrasi Xinjiang tidak lain sekolah kejuruan untuk para "kriminal"

Cina berkilah, kamp konsentrasi Xinjiang tidak lain sekolah kejuruan untuk para "kriminal"

10Berita , BEIJING – Cina membantah tuduhan bahwa pihaknya menahan sebanyak satu juta etnis minoritas Muslim di kamp-kamp interniran, bahkan menyebutnya sebagai sekolah kejuruan, dalam komentar langka di depan panel Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, dikutip Wall Street Journal pada Senin (13/8/2018).

Seorang pejabat senior Cina mengatakan kepada panel PBB Senin (13/8) bahwa kamp-kamp tersebut, yang disebut dalam dokumen pemerintah Cina sebagai “pusat pendidikan kembali,” adalah untuk “penjahat yang terlibat hanya dalam pelanggaran kecil” agar membantu mereka belajar keterampilan kejuruan dan untuk mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat.

Dia menyebut perkiraan satu juta yang dikutip secara luas ini “benar-benar keliru” tetapi menolak memberikan angka resmi Cina jumlah orang yang ditahan di pusat tersebut.

Kamp-kamp di provinsi Xinjiang barat laut Tiongkok telah menarik perhatian internasional tahun ini, karena para peneliti akademis menggunakan foto-foto satelit dan tawaran konstruksi pemerintah untuk menetapkan skala besar program tersebut.

Pakar hukum Cina, Jerome Cohen, telah menyebut penahanan berskala besar di luar sistem peradilan di Cina sejak kampanye “anti-sayap kanan” yang dicetuskan Mao Zedong pada 1950-an.

Pemerintah Cina telah memerangi gerakan separatis secara sporadis dan keras kepala di Xinjiang selama beberapa dekade. Para pejabat Cina mengatakan gerakan itu adalah hasil dari ekstremisme agama dan menggambarkan anggotanya sebagai teroris.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan kekerasan itu adalah reaksi terhadap diskriminasi legal pemerintah terhadap warga Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya serta pembatasan kemampuan mereka untuk mempraktikkan Islam.

Hu Lianhe – wakil direktur jenderal dari biro kesembilan dari unit kerja lapangan Departemen Pekerjaan Cina yang mengawasi Xinjiang – memberikan pembelaan penuh dari pusat-pusat penahanan ini hingga hari ini.

“Tidak ada penahanan sewenang-wenang” di Xinjiang, katanya, menambahkan bahwa penjahat telah dipenjara sebagai bagian dari kampanye antiterorisme dan bahwa mereka yang telah melakukan pelanggaran lebih rendah dikirim untuk memperoleh “pendidikan kejuruan”.

Aktivis hak asasi manusia mengkritik pernyataan itu.

“Faktanya, mereka menahan orang tanpa batas di fasilitas yang melanggar hukum tanpa dakwaan atau pengadilan,” kata Maya Wang, seorang peneliti untuk Human Rights Watch.

Hu juga membela beberapa kebijakan ketat Cina lainnya untuk Muslim. Dia mengatakan burqa, atau “jubah bertopeng”, dilarang di Xinjiang untuk memerangi ekstremisme dan karena itu bukan pakaian tradisional untuk orang Uighur, kelompok etnis Turki di Asia Tengah.

Hu mengeksekusi penyitaan yang tersebar luas atas paspor Uighur pada tahun 2016. Xinjiang “mencegah masuknya teroris asing dan ekstremis dan keluarnya teroris internal dan ekstrimis,” kata Hu. (Althaf/)

Sumber :arrahmah.com

Minggu, 12 Agustus 2018

PBB: Cina ‘Sekap’ Lebih dari 1 Juta Muslim Uighur di Xinjiang

PBB: Cina ‘Sekap’ Lebih dari 1 Juta Muslim Uighur di Xinjiang

10Berita, CINA—Pemerintah Cina dilaporkan telah menahan lebih dari satu juta Muslim etnis Uighur di wilayah barat Xinjiang. Cina juga memaksa sebanyak dua juta orang untuk tunduk pada pendidikan ulang dan indoktrinasi.

“Kami sangat prihatin terhadap banyaknya laporan terpercaya yang kami terima. Dengan alasan untuk mencegah ekstrimisme relijius dan menjaga stabilitas sosial, Cina telah mengubah wilayah otonom Uighur menjadi sebuah penampungan raksasa yang rahasia, seperti sebuah zona tanpa hak asasi,” kata Gary McDougall, anggota Komite Penghapusan Diskriminasi Rasional PBB.

Pemerintah Cina mengatakan bahwa Xinjiang kini harus menghadapi ancaman besar dari ‘kelompok bersenjata’ yang telah merencanakan banyak serangan dan memprovokasi ketegangan antara minoritas Muslim Uighur dan mayoritas etnis Han.

BACA JUGA: Kepolisian China Razia Al-Quran dan Alat Shalat Muslim Uighur

Seorang delegasi asal Cina menolak berkomentar terkait pernyataan McDougall di Jenewa.

Sementara itu misi AS di PBB mengatakan di Twitter bahwa mereka “sangat prihatin terhadap laporan adanya penangkapan para Muslim Uighur dan kelompok Muslim lain di China.

Pada Juli 2018, lembaga Chinese Human Rights Defenders menyatakan dalam sebuah laporan bahwa 21 persen dari semua penangkapan di China sepanjang 2017 terjadi di Xinjiang.

Sebelumnya, Duta Besar China untuk PBB di Jenewa, Yu Jianhua, mengatakan bahwa pihaknya tengah mengupayakan kesetaraan dan solidaritas di antara semua kelompok etnis.

Namun McDougall mengatakan bahwa komunitas Uighur dan kelompok Muslim lainnya diperlakukan sebagai “musuh negara” hanya karena identitas mereka.

“Lebih dari 100 mahasiswa Uighur yang kembali ke Cina setelah belajar di luar negeri telah ditahan, dan beberapa di antara mereka tewas di penjara,” kata McDougall.

BACA JUGA: Muslim Uighur Kembali Diperlakukan Diskriminatif oleh Pemerintah China

Fatima-Binta Dah, anggota panel PBB yang sama, sempat bertanya kepada delegasi China, “bagaimana tingkat kebebasan beragama bagi kelompok Uighur di Cina, apakah ada perlindungan hukum bagi mereka untuk menjalankan keyakinannya?”

Adrian Zenz, seorang spesialis di Xinjiang yang mengajar di Sekolah Kebudayaan dan Teologi Eropa di Berlin memperkirakan, pemerintah Cina telah membangun 1.000-1.200 kamp interniran bagi Muslim Xinjiang.

Ada juga laporan bahwa pemerintah telah meningkatkan pembangunan panti asuhan untuk menampung anak-anak dari Muslim yang ditahan. []

SUMBER: NYT,  Islampos.

Sabtu, 11 Agustus 2018

Ribuan Muslim di Cina Berdemo Menentang Rencana Pembongkaran Masjid oleh Pemerintah Komunis Cina

Ribuan Muslim di Cina Berdemo Menentang Rencana Pembongkaran Masjid oleh Pemerintah Komunis Cina


10Berita, WEIZHOU, CINA  - Ribuan Muslim berkumpul di sebuah masjid di barat laut Cina untuk memprotes rencana pembongkaran.

Sekelompok besar orang Hui, minoritas etnis Muslim, mulai berkumpul di Masjid Agung yang menjulang tinggi di kota Weizhou pada Kamis, penduduk setempat Hui mengatakan kepada kantor berita Associated Press.

"Orang-orang sangat menderita," kata Ma Sengming, pria berusia 72 tahun yang ikut serta dalam protes dari Kamis pagi hingga Jum'at (10/8/2018) sore. "Banyak orang menangis. Kami tidak bisa mengerti mengapa ini terjadi."

Ma mengatakan kelompok itu berteriak, "Lindungi agama di Cina!" dan "Cintailah negara, cintai agama!"

Protes itu muncul ketika kelompok-kelompok agama yang sebagian besar ditoleransi di masa lalu telah melihat kebebasan mereka menyusut ketika pemerintah berusaha untuk "mensiniskan" agama-agama dengan membuat para penganutnya untuk memprioritaskan kesetiaan kepada Partai Komunis yang secara resmi ateis.

Lambang bulan sabit dan kubah telah dicopot dari masjid-masjid, gereja-gereja Kristen telah ditutup dan Alkitab disita, dan anak-anak Tibet telah dipindahkan dari kuil-kuil Buddha ke sekolah-sekolah.

Penduduk Weizhou khawatir dengan berita bahwa pemerintah berencana untuk menghancurkan masjid meskipun pada awalnya otoritas tampaknya menyetujui pembangunannya, yang selesai tahun lalu.

Sekretaris Partai Komunis kota itu bahkan membuat pidato ucapan selamat di lokasi ketika pembangunan masjid dimulai, kata Ma Zhiguo, seorang penduduk di berusia 70-an.

Pihak berwenang berencana untuk menurunkan delapan dari sembilan kubah di atas masjid dengan alasan bahwa bangunan itu dibangun lebih besar dari yang diizinkan, kata Ma. Tetapi anggota masyarakat berdiri tegak dengan pendirian mereka, tambahnya.

"Bagaimana kami bisa membiarkan mereka merobohkan masjid yang masih dalam kondisi baik?" katanya, menambahkan bahwa masjid tersebut mengadakan sholat yang dihadiri oleh sekitar 30.000 Muslim dan dibangun menggunakan dana pribadi orang Muslim.

Foto-foto online menunjukkan masjid putih yang megah, dengan tiang-tiang menjulang, jendela vertikal dan bendera nasional Cina yang dikibarkan di depan.

Pejabat di kantor propaganda kabupaten dan kota mengatakan mereka tidak sadar akan situasi ini. Otoritas lokal lainnya tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.

Ma Sengming mengatakan para pemrotes tetap di masjid sepanjang malam dari Kamis hingga Jum'at dan dua kali dikunjungi oleh pejabat lokal yang mendorong mereka untuk pulang.

Ma mengatakan pejabat itu tidak membuat janji-janji spesifik, tetapi berusaha meyakinkan para pengunjuk rasa bahwa pemerintah akan bekerja dengan mereka mengenai masalah itu.

Lebih dari seratus petugas polisi mengepung masjid, tetapi tidak berusaha menghentikan protes, menurut Ma.

Penindasan yang disetujui negara

Demonstrasi publik jarang terjadi di China, di mana pemerintah sering dengan cepat memberangus tanda-tanda perbedaan pendapat.

Di bawah Presiden Xi Jinping, Partai Komunis menindak tegas ekspresi agama dan menyerang apa yang disebutnya ide-ide radikal di antara lebih dari 20 juta Muslim di negara itu.

Di wilayah barat jauh Xinjiang, ratusan ribu anggota Muslim Uighur dan minoritas Muslim Kazakh telah ditahan sewenang-wenang di kamp-kamp indoktrinasi di mana mereka dipaksa untuk mengecam Islam dan menyatakan kesetiaan kepada partai.

Dibandingkan dengan kelompok etnis tersebut, suku Hui secara kultural jauh lebih dekat dengan mayoritas suku Han Cina, mirip dalam penampilan dan berbicara variasi dari bahasa Mandarin umum.

Namun baru-baru ini, laporan mengatakan pihak berwenang telah menutup sekolah agama dan kelas bahasa Arab etnis Hui dan melarang anak-anak mereka berpartisipasi dalam kegiatan Muslim. (st/AJE)

Sumber :Voa-islam.com 

Jumat, 20 Juli 2018

Polisi: Serangan Muslim Di Toronto Merupakan Kejahatan Islamofobia

Polisi: Serangan Muslim Di Toronto Merupakan Kejahatan Islamofobia

10Berita, TORONTO  – Seorang Muslim masih dalam perawatan intensif di sebuah rumah sakit Toronto setelah insiden pemukulan mengerikan yang dikonfirmasi polisi pada Rabu (18/7/2018) sebagai kejahatan kebencian anti-Muslim, yang disebabkan meningkatnya Islamofobia di daerah tersebut.

Mohammed Abu Marzouk (39) dan keluarganya – istri dan dua anak perempuan berusia empat dan enam tahun – berada di kendaraan sedang dalam perjalanan ke rumah dari rekreasi di Mississauga, tepat di luar Toronto, ketika dua pria berjalan dengan berteriak “teroris.”

Kedua pria tersebut kemudian menendang mobil. Marzouk keluar dan diserang.

Istrinya, Diana Attar, memohon agar mereka berhenti. Dia lalu melihat sebuah mobil polisi dan berlari ke sana untuk meminta bantuan.

Ketika dia kembali, suaminya terbaring di tanah dan mengeluarkan banyak darah dari telinganya.

Marzouk dilarikan ke Rumah Sakit di Toronto dan kemudian didiagnosa mengalami pendarahan otak dan beberapa patah tulang akibat pemukulan yang terjadi pada Ahad (15/7).

Pada awalnya, polisi mengira pemukulan tersebut hanya akibat dari kemarahan pengguna jalan, tetapi setelah penyelidikan lebih lanjut, pihak berwenang pada Selasa (17/7) menyatakan bahwa insiden itu merupakan kejahatan rasial.

“Pada awalnya kami diberi informasi bahwa insiden tersebut akibat dari kemarahan pengguna jalan, perselisihan yang terjadi di tempat parkir,” kata juru bicara Peel Regional Police, Akhil Mooken, sebagaimana dilansir Daily Sabah.

“Para saksi kemudian datang dan berbicara dengan para penyelidik. Mereka memberi beberapa pernyataan terkait awal mula insiden tersebut dan kejahatan kedua pria tersebut akhirnya terungkap sehingga mereka ditangkap dan dituntut.”

Dua pria masing-masing berusia 19 dan 27 tahun, yang ternyata bersaudara tersebut, telah dituntut.

“Mereka menyebut Mohammed Abu Marzouk dan keluarganya teroris Arab, begitu jelas mereka menyerang agama dan etnis korban dalam insiden tersebut,” kata Ibrahim Hindy, imam masjid Dar At-Tauhid di mana keluarga Marzouk menjadi anggotanya.

“Kami khawatir tentang kebencian terhadap komunitas mana pun, tetapi ini adalah masalah yang terlalu sering terjadi,” imbuhnya.

Hindy menunjukkan bahwa kejahatan kebencian yang dilaporkan ke polisi di Mississauga meningkat dari tahun lalu.

Ada 158 kasus pada 2017, kenaikan yang sangat signifikan jika dibandingkan pada tahun 2016 yang hanya 59 kasus. Dari jumlah tersebut sebanyak 57 kasus, yang merupakan jumlah tertinggi, diarahkan kepada Muslim.

“Kami sebagai masyarakat harus mulai mengakui fakta bahwa Islamofobia masih berkembang di sini,” katanya.

Polisi mengatakan lonjakan yang terjadi pada 2017 mungkin merupakan hasil dari lebih banyak kesadaran akan kejahatan kebencian, sehingga jumlah yang dilaporkan ke polisi meningkat.

Selain itu berkembangnya kelompok sayap kanan yang mendukung Islamofobia juga menjadi sebab peningkatan kejahatan tersebut. (Rafa/)

Sumber :arrahmah.com

Sabtu, 30 Juni 2018

Islamofobia, Agenda Ideologis Menyerang Islam!

Islamofobia, Agenda Ideologis Menyerang Islam!


Oleh: Ustadzah Iffah Ainur Rochmah

10Berita, Wikipedia mengartikan kata “Islamofobia” sebagai prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim. Islamofobia (ketakutan pada Islam) semakin meningkat dan terjadi di berbagai penjuru dunia pasca insiden 9 September 2001.

Insiden 911 ini berlanjut pada penangkapan banyak muslim yang diduga menjadi bagian dari aksi terror, sel teroris dan terlibat organisasi ektremis. Bahkan juga ada legitimasi menuduh setiap orang Islam dan identitas Islam sebagai pihak yang berpotensi melakukan terorisme. Maka, nama Muhamad, wajah Timur Tengah, hijab, jenggot dsb dicurigai, didiskriminasi dan dilarang.

Dibuatlah label-label negative untuk muslim seperti militant, ekstremis, fundamentalis, radikalis dan teroris. Riset Citizen’s Platform Againts Islamophobia (PCI) di tahun 2017 menyatakan di Jerman ada 950 insiden serangan kepada umat muslim dan masjid. Di Spanyol, dilaporkan ada 500 insiden menyasar muslimah berhijab dan masjid. Di Prancis, ada aturan daerah yang melarang burqa, burkini dan banyak insiden serangan terhadap Muslimah di tempat umum.

Yang paling kontroversial dalam kampanyenya Trump menyatakan akan menutup total AS dari masuknya imigran muslim. Semua ini adalah contoh -contoh perilaku Islamofobia. Aksi islamophobia menyebar luas di masyarakat karena paranoia para politisi Barat terhadap meningkatnya jumlah muslim dan potensi kebangkitan Islam politik. Menjadi lebih panas karena dibahan bakari oleh narasi media yang massif memberitakannya.

Saat ini islamofobia bukan hanya dilakukan oleh dunia Barat terhadap muslim minoritas di negaranya. Bahkan di negeri-negeri Islam termasuk Indonesia islamophobia mulai menjangkit. Sebagian politisi sudah mulai menampakkan jatidirinya sebagai pengidap islamofobia dan media juga terus menerus menjadikannya sebagai komoditas laris.

Padahal sebenarnya ini adalah bencana bagi umat Islam. Beberapa tahun lalu keinginan polisi wanita (polwan) untuk berkerudung dihambat, kini masyarakat yang ingin menegakkan hukum-hukum syariat dikesankan akan menghancurkan negara, menghasilkan kekacauan massal dan berbagai tuduhan keji seperti memberangus yang berbeda agama dll. Mereka yang kritis berbasis syariat terhadap penjajahan ekonomi kaum kapitalis dianggap anti Barat dan tidak berkontribusi positif bagi pembangunan.

Banyak perlakuan buruk terhadap simbol Islam. Cadar dan bendera tauhid dikriminalisasi. Berbagai peristiwa terror dituduhkan pada umat Islam. Al Quran dianggap barang bukti terorisme. Ulama dibelah dengan daftar terekomendasi dst. Penangkapan muslim tanpa alat bukti yang menyakinkan dan bahkan UU yang sarat tekanan dan bernuansa anti kritik anti Islam. Bukankah fenomena ini sama persis dengan yang terjadi di Eropa dan AS?
===

Beberapa poin penting ini harus difahami ketika kita membahas topik ini:

1. Islamofobia sangat merugikan umat Islam. Muslim menjadi korban. Ajaran Islam dikriminalisasi, organisasi Islam dibubarkan karena dianggap mengancam negara. Padahal justru umat Islam dan organisasi nya lah yang terbukti cinta negeri dan ingin menyelamatkan masyarakat dari kerusakan, menjaga dan membela negeri dari penjajahan.

2. Islamofobia tanpa disadari memaksa muslim meninggalkan identitas islamnya dan mendorong mengambil nilai-nilai sekuler dan liberal. Bila di Barat, segregasi (pemisahan) pria wanita muslim dianggap sikap ekstremis maka mendorong Muslim hidup dengan pergaulan ikhtilat pria wanita. Sedang di negeri ini, muslim didorong menjadi kaum pluralis yang merayakan natal bersama, membela kelompok LGBT dengan alasan kemanusiaan dan bahkan meninggalkan tuntunan memilih pemimpin sesuai tuntunan agama agar tidak dianggap fanatik atau radikal.

3. Islamofobia adalah serangan terhadap ideologi Islam. Menyerang Islam dan umat Islam adalah cara kaum sekuler penganut ideogi kapitalisme untuk memberangus lawan ideologinya sejak dari akarnya. Mereka ingin menutupi realita bahwa sistem mereka bangkrut, rezim mereka korup dan masyarakat yang dihasilkannya bobrok. Tentu secara logis harusnya ada pengganti sistem dan Islam adalah tawaran yang sangat logis. Namun mereka tidak menghendaki Islam yang menggantikan posisi ideologisnya. Maka ajaran Islam harus dimonsterisasi, dikesankan jahat dan para pengemban Islam dibungkam agar tidak menyuarakan Islam yang sebenarnya. Ajaran Islam tentang sistem politik /khilafah adalah simpul besarnya. Bila khilafah bisa dianggap sebagai ancaman dan musuh Bersama, maka benih-benih kebangkitan Islam yang ada pada individu tidak akan terangkai menjadi kekuatan bagi lahirnya sistem politik penantang kapitalisme global.

4. Islamofobia harus dilawan. Caranya? Memahami bentuknya dan mencermati realita yang mengarah pada perwujudannya. Bila tujuan islamophobia membuat muslim takut, maka ingatlah bahwa hanya boleh takut pada Allah. Tetaplah beraktifitas sesuai tuntunan Islam, bersikap kritis dan menolak segala bentuk kezaliman. Bila tujuannya menghancurkan identitas muslim maka bentengi diri dan generasi kita dari perusakan identitas. Dan bila itu adalah cara menghalangi tegaknya khilafah justru harus makin gencar memahamkan bahwa khilafah ajaran Islam, wajib diperjuangkan dan tidak akan bisa dihentikan kehadirannya karena janji Allah itu pasti datangnya.

[]

Sumber :MuslimahNews

Selasa, 10 April 2018

Kini Proyek Politik Eropa-AS Gambarkan Muslim Seperti Iblis

Kini Proyek Politik Eropa-AS Gambarkan Muslim Seperti Iblis

10Berita, CALIFORNIA  – Politisi sayap kanan menggunakan Islamophobia untuk memenangkan pemilihan, menurut seorang ilmuwan terkemuka tentang masalah ini.

“Islamophobia, baik di Eropa maupun AS, digunakan sebagai proyek politik yang terhubung ke sayap kanan dan mungkin juga oleh elit politik yang menjelek-jelekkan Muslim untuk memenangkan pemilu,” Dr. Hatem Bazian dari University of California-Berkeleymengatakan kepada Anadolu Agency pada hari Ahad (8/4/2018).

Bazian, yang juga seorang kolumnis pekanan untuk surat kabar berbahasa Inggris yang berbasis di Istanbul, Daily Sabah, berada di Istanbul untuk mengambil bagian dalam konferensi tiga hari tentang Islamophobia di Sabahattin Zaim University.

“Jadi, oleh karena itu, strategi demonizingMuslim (menggambarkan Muslim seperti iblis-jahat) dan menargetkan Muslim didorong oleh politik elektoral,” kata Bazian, yang juga seorang pendiri dan profesor Hukum dan Teologi Islam di Zaytuna College, perguruan tinggi seni liberal Muslim terakreditasi pertama di AS.

Di beberapa negara Eropa, partai-partai sayap kanan telah memperoleh kemenangan elektoral di tengah krisis pengungsi – yang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Bazian mengatakan partai-partai politik sayap kanan “berusaha mendefinisikan diri mereka sebagai pelindung masyarakat Barat dari pihak luar, yang pada dasarnya adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk mengembalikan kehormatan.”

Menurut Bazian, kelompok neo-Nazi, skinhead dan supremasi kulit putih menggunakan wacana anti-Muslim untuk mendapatkan rasa hormat setelah berada di pinggiran masyarakat.

Sumber : Jurnalislam.com

Selasa, 27 Maret 2018

ANTI-KLIMAK Dulu Dituding "Bos Saracen-SARA-Produsen Hoax", Jasriadi Dituntut 2 Tahun Karena Ilegal Akses

ANTI-KLIMAK Dulu Dituding "Bos Saracen-SARA-Produsen Hoax", Jasriadi Dituntut 2 Tahun Karena Ilegal Akses

(Jasriadi menjalani persidangan di PN Pekanbaru, Riau pada Senin (26/3) sore. Ia dituntut oleh JPU Kejari Pekanbaru selama 2 tahun penjara. Detikcom)

10Berita, Pada Senin (26/3/2018) kemarin dalam sidang Jasriadi, yang dulu heboh tudingan sebagai 'Bos Saracen', akhirnya Jasriadi cuma dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena mengakses secara ilegal akun Facebook milik Sri Rahayu Ningsih.

"Menuntut pidana penjara selama dua tahun terhadap terdakwa Jasriadi dipotong masa tahanan," kata JPU Sukatmin di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, yang dipimpin Asep Koswara, pada Senin (26/3/2018) sore, seperti dilansir detikcom.

"Terdakwa melakukan akses ilegal milik orang lain," lanjut JPU.

Dalam dakwaan jaksa, Jasriadi tidak disebutkan melakukan ujaran kebencian. Jasriadi didakwa mengakses secara ilegal akun FB Sri Rahayu Ningsih yang sudah disita Mabes Polri. Dia mengubah password dan recovery e-mail untuk akun tersebut pada 5 Agustus 2017. Sri Rahayu Ningsih ditangkap oleh Polri dengan tudingan sebagai koordinator grup Saracen wilayah Jawa Barat.

Secara terpisah, salah satu kuasa hukum Jasriadi, Yasmar Piliang, mengatakan kliennya tidak terbukti menebar kebencian.

"Dalam fakta persidangan, kami bisa mematahkan dari 5 dakwaan jaksa, yang akhirnya hanya pada legal access akun Sri Rahayu saja. Salah satunya soal ujaran kebencian tidak bisa dibuktikan," kata Yasmar kepada detikcom, Selasa (27/3).

***

Kasus "Saracen" makin 'jauh panggang dari api', padahal umat Islam sudah kena pencitraan negatif dituduh mengorganisir berita hoax dan ujaran kebencian.

Setelah ibu Asma Dewi yang akhirnya divonis hanya karena menulis "koplak edun" di medsos, padahal sebelumnya dituduh jadi Bendahara Saracen, sekarang yang katanya Bos Saracen cuma didakwa membajak akun orang lain, bukan soal ujaran kebencian.

Mana tuduhan yang selama ini digembar-gemborkan bahwa saracen adalah kelompok terorganisir yang memproduksi hoax dan berkaitan dengan gerakan Islam melawan Ahok si penista agama?

Coba buka kembali dan gugling lagi saat pertama kasus Saracen ini heboh luar biasa di media. Dikaitkan dengan SARA, sampai dihubungkan dengan Prabowo, Kemenangan Anies-Sandi, DLL..

Perhatikan contoh HOAX dan kehebohan dan penggiringan luar biasa media...

[KOMPAS]
Polisi Sebut Saracen Pasang Tarif Rp 72 Juta Per Paket Konten SARA
https://nasional.kompas.com/read/2017/08/25/20475761/polisi-sebut-saracen-pasang-tarif-rp-72-juta-per-paket-konten-sara

[TRIBUNNEWS]
Inilah Markas Saracen yang Digunakan sebagai Pabrik Hoax dan Ujaran Kebencian Berbau SARA
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/08/25/inilah-markas-saracen-yang-digunakan-sebagai-pabrik-hoax-dan-ujaran-kebencian-berbau-sara

[DETIK]
Sindikat Saracen Dibayar Puluhan Juta untuk Sebarkan Isu SARA
https://news.detik.com/berita/3611455/sindikat-saracen-dibayar-puluhan-juta-untuk-sebarkan-isu-sara

[LIPUTAN6]
Pertemuan Besar-besaran Anggota Saracen Saat Pilkada DKI
http://www.liputan6.com/news/read/3073771/pertemuan-besar-besaran-anggota-saracen-saat-pilkada-dki

[TEMPO]
Bos Saracen Mengaku Pendukung Prabowo, Berikut Blak-blakan...
https://nasional.tempo.co/read/903785/bos-saracen-mengaku-pendukung-prabowo-berikut-blak-blakan

Sumber : PORTAL ISLAM 

Senin, 19 Maret 2018

Robertson: Facebook Cepat Hapus Swastika, Tapi ‘Diam’ Saat Muslim Rohingya Dihina

Robertson: Facebook Cepat Hapus Swastika, Tapi ‘Diam’ Saat Muslim Rohingya Dihina

10Berita, MYANMAR—PBB dilaporkan telah menuding Facebook turut menyebarkan ujaran kebencian terhadap Islam. Sehingga berujung pada genosida atau pembantaian sistematis terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.

Kepala Misi Pencari Fakta PBB di Myanmar, Marzuki Darusman mengatakan bahwa Facebook memainkan peran menentukan dalam krisis Myanmar, yang menyebabkan ratusan ribu Muslim Rohingya lari meninggalkan kampung halaman mereka.

“Secara substansi Facebook berkontribusi terhadap meningkatnya ketajaman dan pertikaian di publik. Ujaran kebencian jelas adalah bagian di dalamnya,” jelas Marzuki, mantan Jaksa Agung Indonesia pada periode 1999-2001, seperti dilansir Reuters.

Sebuah laporan yang telah disusun New York Times pada Oktober 2017, sebenarnya telah menunjukkan bagaimana kelompok ekstremis Budha Myanmar memanfaatkan Facebook untuk menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian yang menyasar Rohingya.

Salah satu yang paling banyak menggunakan Facebook untuk melemparkan ujaran kebencian terhadap etnis Rohingya adalah Ashin Wirathu, tokoh ultranasionalis yang juga biksu Budha.

Wirathu sebenarnya sudah dilarang rezim Myanmar untuk berceramah di tempat-tempat umum. Tetapi ia justru menemukan tempat yang lebih efektif untuk menyebarkan kebencian, yaitu di Facebook.

Setiap hari dia mengunggah konten di Facebook yang isinya menyebut bahwa kelompok Muslim Rohingya sebagai “Orang luar yang agresif.” Banyak dari konten Wirathu berisi informasi palsu alias hoaks, tetapi Facebook tak melalukan apa-apa untuk menghentikannya.

Facebook bergerak cepat untuk menghapus konten swastika (lambang Nazi), tetapi mereka tak berbuat apa-apa ketika Wirathu menyebarkan pidato yang mengatakan bahwa Muslim adalah anjing,” kata Phil Robertson, deputi direktur Human Rights Watch Asia, dalam artikel di New York Times bertajuk “A War of Words Puts Facebook at the Center of Myanmar’s Rohingya Crisis”.

Adapun Facebook belum memberikan komentar terkait hasil laporan PBB tersebut. []

SUMBER: SUARA, REUTERS

.