OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label SAVE ROHINGYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SAVE ROHINGYA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 13 Maret 2018

Militer Myanmar rampas lahan perkampungan Rohingnya dan bangun pangkalan militer

Militer Myanmar rampas lahan perkampungan Rohingnya dan bangun pangkalan militer

10Berita, RAKHINE – Negara bagian Rakhine di Myanmar dengan sangat cepat diubah menjadi wilayah militer oleh otoritas setempat dengan membangun basis-basis pasukan keamanan dan membuldozer lahan di perkampungan milik etnis Muslim Rohingya yang sengaja dibakar hingga rata dengan tanah beberapa bulan lalu, kata Amnesty International saat meluncurkan hasil investigasinya hari ini, Senin (12/3/2018).

Lewat keterangan saksi mata dan analisis citra satelit, laporan Amnesty International “Remaking Rakhine State” membeberkan secara rinci bagaimana pembangunan proyek konstruksi meningkat di wilayah perkampungan Rohingya yang telah rata dengan tanah setelah ratusan ribu warga Rohingya melarikan diri dari praktek pembersihan etnis yang dilakukan oleh militer tahun lalu. Jalan dan bangunan didirikan di perkampungan Rohingya membuat para pengungsi makin sulit untuk kembali ke rumah mereka lagi.

“Apa yang kami lihat di negara bagian Rakhine adalah praktek perampasan tanah oleh militer dalam skala yang sangat besar. Markas militer yang sedang dibangun justru diperuntukkan menjadi tempat tinggal bagi pasukan keamanan yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap komunitas Rohingya,” ungkap Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty International.

“Hal ini membuat harapan agar pengungsi Rohingya dapat kembali secara sukarela, aman, dan bermartabat semakin jauh dari kenyataan. Tidak hanya rumah mereka yang hilang, tetapi pembangunan ini semakin memperparah diskriminasi yang mereka hadapi di Myanmar.”

Menghancurkan dan Meratakan dengan Tanah

Aparat keamanan Myanmar melancarkan serangan pembersihan etnis sekitar enam bulan lalu pada tanggal 25 Agustus 2017 sebagai balasan atas tindakan kelompok bersenjata the Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang menyerang pos keamanan milik tentara Myanmar di negara bagian Rakhine.

Militer Myanmar membunuh perempuan, laki-laki dan anak-anak serta melakukan pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya terhadap wanita dan anak perempuan. Militer juga membakar ratusan perkampungan milik Rohingya. Tindakan Militer Myanmar ini adalah jelas merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan. Sebanyak 670.000 orang melarikan diri ke Bangladesh pasca-serangan balasan tersebut.

Walaupun kekerasan di negara bagian Rakhine telah mereda, upaya untuk mengusir warga Rohingya dari tanah mereka – dan memastikan mereka tidak bisa kembali – tetap berlanjut dalam bentuk yang baru.

Penelitian terbaru Amnesty International mengungkap bagaimana rumah-rumah yang ada di perkampungan Rohingya yang telah dibakar and diratakan dengan tanah sejak Januari. Bahkan, pepohonan dan vegetasi yang ada di sekitarnya juga dihancurkan sehingga membuat wilayah tersebut susah dikenali lagi. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa otoritas Myanmar sedang mencoba untuk menghilangkan bukti kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya yang dapat mempersulit investigasi di masa yang akan datang.

“Perataan dengan tanah seluruh perkampungan Rohingya sangat mengkhawatirkan. Kuat dugaan otoritas Myanmar sedang mencoba menghapus bukti kejahatan kemanusiaan yang membuat segala upaya untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan kemanusiaan menjadi sulit,” kata Tirana Hassan.

Amnesty International juga telah mendokumentasikan bentuk-bentuk kejahatan seperti penjarahan dan pembakaran dengan sengaja dan penghancuran rumah dan mesjid milik etnis Rohingya di utara negara bagian Rakhine.

Pembangunan Infrastruktur Baru untuk pasukan keamanan 

Bahkan yang lebih mengkhawatirkan daripada penghancuran adalah apa yang sedang dibangun di wilayah Rakhine. Otoritas setempat telah melakukan upaya untuk melakukan ekspansi pembangunan infrastruktur di Rakhine termasuk markas-markas militer dan helipad untuk pasukan keamanan dan polisi penjaga perbatasan.

Laju pembangunan konstruksi sangat memprihatinkan. Citra satelit menunjukkan bagaimana hanya dalam beberapa bulan terakhir markas-markas militer baru dibangun di atas tanah-tanah milik Rohingya. Perkampungan dan wilayah hutan disekitar perkampungan Rohingya dibabat untuk mendukung pembangunan.

Analisis yang dilakukan oleh Amnesty International terhadap foto-foto satelit mengkonfirmasi setidaknnya terdapat tiga basis militer saat ini sedang dibangun di negara bagian Rakhine utara – dua di kota Maungdaw dan satu di kota Buthidaung. Pembangunannya mulai dijalankan sejak Januari.

Basis pasukan keamanan yang terbesar terletak di kampung Ah Lel Chaung di Buthidaung dimana saksi mata mengatakan bahwa militer secara paksa menggusur warga Rohingya dari area tertentu agar pembangunan infrastruktur bisa dilaksanakan. Banyak dari warga tidak punya pilihan lain kecuali melarikan diri ke Bangladesh.

“Orang-orang panik. Tidak ada yang ingin tinggal karena mereka takut akan ada lebih banyak kekerasan yang menimpa mereka, “kata seorang pria berusia 31 tahun yang melarikan diri ke Bangladesh pada bulan Januari ketika militer mendirikan pagar dan pos keamanan yang baru dekat dengan desanya.

Di Desa Inn Din yang dahulu merupakan wilayah multi etnis – dimana Amnesty International mendokumentasikan bagaimana pasukan keamanan dan sekutunya membunuh warga Rohingya dan membakar rumah-rumah mereka pada bulan Agustus dan awal September 2017 – citra satelit menunjukkan sedang dibangun markas militer di perkampungan yang dahulunya milik warga Rohingya.

Perumahan dan Pusat Penampungan Pengungsi 

Citra satelit juga menunjukkan bagaimana pusat penerimaan pengungsi baru – yang dimaksudkan untuk “menyambut” kembali penduduk Rohingya dari Bangladesh – dikelilingi pagar keamanan dan terletak dekat dengan wilayah yang memiliki jumlah personil militer dan pasukan keamanan yang banyak. Sebuah pusat transit baru yang digunakan untuk menampung pengungsi dibangun di desa Rohingya di Maungdaw. Wilayah tersebut dijaga ketat oleh aparat keamanan.

Ada kekhawatiran serius bahwa otoritas Myanmar berencana menempatkan dalam jangka waktu lama para pengungsi yang pulang di area yang dijaga militer dan pasukan keamanan untuk membatasi ruang gerak mereka. Puluhan ribu warga Rohingya, yang dipaksa meninggalkan kampungnya pada gelombang kekerasan di tahun 2012, terpaksa harus tinggal di penjara tanpa atap di kamp-kamp pengungsian. Mereka sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Saksi mata juga menjelaskan kepada Amnesty International bagaimana warga etnis non-Rohingya tinggal di perkampungan baru yang dibangun dalam beberapa bulan terakhir di tanah dan kebun milik Rohingya yang telah dibakar. Hal ini mengkhawatirkan karena otoritas sejak dahulu menempatkan warga etnis lainnya di Rakhine sebagai upaya untuk mengembangkan wilayah tersebut.

“Negara Rakhine adalah salah satu daerah termiskin di Myanmar dan investasi pembangunan sangat dibutuhkan. Tetapi, upaya semacam itu harus menguntungkan semua orang terlepas dari etnisitas mereka, tidak memperkuat sistem apartheid yang ada untuk menindas orang-orang Rohingya,” kata Tirana Hassan.

“Proses pembangunan kembali negara bagian Rakhine penuh kerahasiaan. Otoritas Myanmar tidak dapat melanjutkan kampanye pembersihan etnis atas nama ‘pembangunan’.”

“Komunitas international, dan khususnya setiap negara donor, mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa investasi atau bantuan yang mereka berikan tidak mendukung terjadinya pelanggaran HAM. Termasuk kontribusi yang memperkuat sistem diskriminatif itu serta yang memperkecil kemungkinan kembalinya pengungsi, sama dengan membantu kejahatan terhadap kemanusiaan di sana.”

(ameera/)

Sumber :Arrahmah.com

Jumat, 16 Februari 2018

Cristiano Ronaldo Suarakan Dukungan untuk Anak-anak Rohingya

Cristiano Ronaldo Suarakan Dukungan untuk Anak-anak Rohingya


10BeritaLISBON – Striker Real Madrid asal Portugal, Cristiano Ronaldo pada Kamis (915/2/2018) berbagi foto di Twitter untuk mendukung anak-anak Rohingya.

“Satu dunia di mana kita semua mencintai anak-anak kita. Tolong bantu #Rohingya #Refugee,” tulisnya, dan menambahkan tautan ke halaman Save the Children di mana orang dapat memberikan sumbangan online untuk tujuan tersebut.

Gambar tersebut menunjukkan seorang ayah dan anak di sebuah klinik kesehatan yang dikelola oleh badan amal di sebuah kamp pengungsi di Bangladesh.

Dana Bantuan Kemanusiaan Rohingya akan membantu anak-anak pengungsi dan keluarga memenuhi kebutuhan air bersih, makanan dan tempat tinggal.

Selain itu, ia memasang foto dirinya dengan keempat anaknya.

Ronaldo aktif di lembaga yang memperhatikan hak anak-anak. Sebelumnya, dia telah menyumbangkan makanan, pakaian dan bantuan medis kepada keluarga yang terkena dampak konflik di Suriah.

Sejak 25 Agustus, menurut data PBB, lebih dari 656.000 orang Rohingya telah mengungsi dari negara bagian Rakhine, Myanmar, menuju negara tetangga Bangladesh.

Para pengungsi tersebut melarikan diri dari sebuah operasi militer di mana pasukan keamanan dan gerombolan Buddha membunuh pria, wanita dan anak-anak, menjarah rumah dan membakar desa-desa Rohingya.

(ameera/arrahmah.com)

Sumber : Arrahmah.com.

Sabtu, 03 Februari 2018

Kuburan Massal Muslim Rohingya Ditemukan di Rakhine

Kuburan Massal Muslim Rohingya Ditemukan di Rakhine

Rumah-rumah terbakar di desa Gawdu Zara, negara bagian Rakhine utara, Myanmar di desa yang telah ditinggalkan oleh Muslim Rohingya (Ilustrasi)

Pemerintah Myanmar membantah melakukan pembunuhan massal terhadap minoritas Muslim.

10Berita , WASHINGTON -- Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyuarakan keprihatinan mereka, setelah sebuah laporan merinci luas kuburan massal di negara bagian Rakhine, bagian barat Myanmar. Menurut Associated Press (AP), setidaknya ada lima kuburan massal yang sebelumnya tidak dilaporkan di daerah yang dilanda konflik tersebut.

"Ini adalah gabungan serentetan mayat yang tertumpuk di atasnya satu sama lain," kata Noor Kadir, seorang kolektor kayu berusia 24 tahun, saat dia menceritakan penemuan dua tempat kuburan massal tersebut, seperti dilansir dari Muslim News, Jumat (2/2).

Sementara itu, Pemerintah Myanmar membantah melakukan pembunuhan massal terhadap minoritas Muslim Rohingya di wilayah tersebut. Namun, laporan AP tersebut mengindikasikan adanya sebuah pembantaian sistematis yang dikatakan telah dilakukan oleh militer Myanmar. AP mengatakan, bahwa kuburan massal yang ditemukan hanyalah bukti terbaru genosida yang dilakukan oleh Naypyidaw.

Menanggapi laporan tersebut, PBB mengatakan bahwa hal itu menekankan perlunya PBB untuk memiliki akses ke negara bagian Rakhine. Namun, juru bicara untuk Sekjen Antonio Guterres, Stephane Dujarric, mengatakan, mereka tidak memiliki akses yang mereka inginkan.

"Sangat penting bagi kami untuk memiliki akses untuk memverifikasi laporan ini," kata Dujarric.

Sementara itu, AS mengatakan, pihaknya sangat terganggu oleh laporan tersebut. Mereka menggemakan kekhawatiran PBB atas kurangnya akses ke wilayah tersebut. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert, mengatakan, AS tetap fokus untuk membantu memastikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia tersebut.

"Dengan bantuan ahli forensik, penyelidikan akan membantu memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dunia perlu tahu persis apa yang terjadi di sana," kata Nauert.

Lebih dari 650 ribu pengungsi, kebanyakan anak-anak dan perempuan, telah meninggalkan Myanmar sejak 25 Agustus 2017 ketika pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan. Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat atas serangan tersebut sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.

 

Menurut Doctors Without Borders, sedikitnya sembilan ribu warga etnis Rohingya tewas di negara bagian Rakhine dari rentang waktu 25 Agustus hingga 24 September 2017.

 

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 12 Desember 2017, organisasi kemanusiaan global tersebut mengatakan bahwa kematian 71,7 persen atau 6.700 Rohingya disebabkan oleh kekerasan. Mereka termasuk 730 anak di bawah usia 5 tahun.

PBB telah mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan (termasuk bayi dan anak kecil), pemukulan brutal dan penghilangan yang dilakukan oleh petugas keamanan. Dalam sebuah laporan, penyidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sumber : Republika.co.id

Senin, 08 Januari 2018

ARSA: Kami tak Punya Pilihan Selain Melawan Aksi Terorisme yang Disponsori Myanmar

ARSA: Kami tak Punya Pilihan Selain Melawan Aksi Terorisme yang Disponsori Myanmar


ARSA, pejuang Rohingya yang melawan aksi terorisme yang dilakukan militer Myanmar

10Berita, Kelompok perlawanan Rohingya mengatakan pada Ahad (7/1/18) bahwa mereka tidak punya pilihan selain melawan terhadap apa yang mereka sebut sebagai aksi terorisme yang disponsori negara Myanmar. Mereka lakukan perlawanan itu untuk membela komunitas Rohingya. Mereka juga menuntut agar Rohingya diajak berkonsultasi mengenai semua keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka.

Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan atau Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) diberitakan melancarkan serangan-serangan terhadap pasukan keamanan Myanmar pada 25 Agustus 2017 lalu. Serangan itu dilakukan sebagai respons pembelaan terhadap warga Muslim Rohingya yang ditindas.

Namun serangan ke pos-pos polisi itu jadi pemicu makin bertambahnya operasi-operasi keji terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine bagian utara Myanmar tersebut. Rakhine yang mayoritas dihuni Muslim itu makin mengalami kekerasan yang meluas. Desa-desa Muslim dibakar sehingga memaksa sekitar 650.000 warganya mengungsi ke negara tetangga, Bangladesh.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk kampanye militer Myanmar itu, dan menyebutnya sebagai pembersihan etnis, meski Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha itu membantahnya.


Sebuah desa Rohingya yang dibakar dekat Maungdaw, utara Rakhine, Myanmar. (Foto: Reuters)

Tetapi sejak operasi penindakan militer pada Agustus 2017 lalu, kelompok kecil perlawanan telah melancarkan relatif sedikit serangan, ketika para pejuangnya menghadang sebuah truk militer Myanmar, melukai beberapa anggota pasukan keamanan.

“ARSA tak punya pilihan lain selain bertempur memerangi terorisme yang disponsori negara Burma (Myanmar) terhadap penduduk Rohingya demi maksud mempertahankan diri, menyelamatkan dan melindungi komunitas Rohingya,” demikian pernyataan kelompok yang ditandatangani oleh pemimpinnya, Ata Ullah melalui Twitter.

“Orang Rohingya harus diajak konsultasi dalam semua pembuatan keputusan yang mempengaruhi kebutuhan humaniter dan masa depan politik mereka,” kata ARSA sebagaimana dikutip Reuters.

Seorang juru bicara pemerintah Myanmar menolak untuk memberikan komentar segera mengenai hal itu. Dia menyatakan belum membaca pernyataan tersebut. Seorang juru bicara militer menolak menyampaikan komentar mengenai situasi keamanan di negara bagian Rakhine. Kawasan itu umumnya terbatas bagi wartawan.

Otoritas Myanmar mengatakan sebelumnya bahwa serangan-serangan oleh ARSA akan dijawab dengan kekuatan dan mereka mengenyampingkan perundingan dengan “teroris”.

ARSA menolak pengaitan kelompoknya dengan grup-grup militan dan menyatakan mereka bertempur untuk mengakhiri penindasan terhadap orang-orang Rohingya, membela saudara-saudara mereka yang terus-terusan mengalami kekerasan, pembunuhan dan pembantaian, yang oleh PBB disebut pembersihan etnis.

Rohingya tidak diberikan kewarganegaraan, kebebasan bergerak, akses ke layanan-layanan seperti perawatan kesehatan. Myanmar menganggap mereka imigran ilegal dari Bangladesh.


Etnis Rohingya terpaksa mengungsi untuk menghindari kekerasan dan penindasan

Kerusuhan komunal serius meletus antara Rohingya dan etnis Buddha Rakhine sejak 2012 dan kerusuhan sporadis mengikutinya.

Aksi Kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar dan kelompok Buddha bermula pada Agustus 2017 lalu. Dan diikuti oleh krisis pengungsi yang memicu kecaman internasional. Kecaman itu memunculkan keraguan mengenai transisi Myanmar ke demokrasi hampir 50 tahun di bawah pemerintahan junta militer.

Sumber: Antara, Salam Online.


Allahu Akbar! Pejuang Rohingya sergap truk militer Myanmar

Allahu Akbar! Pejuang Rohingya sergap truk militer Myanmar

10Berita, YANGON – Kelompok pejuang Muslim Rohingya berhasil menyergap kendaraan militer di Negara Bagian Rakhine, mencederai lima anggota pasukan keamanan, kata media pemerintah dan pejabat, dan gerilyawan mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut, lansir Reuters pada Sabtu (6/1/2018).

Sejak 25 Agustus, Pasukan Penyelamatan Arakan Rohingya (ARSA) telah melakukan beberapa serangan sporadis terhadap militer sadis Myanmar.

Pihak militer yang menyebut ARSA sebagai “teroris ekstremis Bengali” mengklaim bahwa ARSA melakukan serangan pada Jum’at (5/1) ke sebuah truk yang membawa seseorang ke rumah sakit.

“Sebuah kendaraan diserang oleh 20 gerilyawan dari pegunungan dengan menggunakan senjata ringan,” ujar pernyataan pemerintah. Militer mengatakan ada sekitar 10 penyerang.

Sementara itu, juru bicara ARSA mengatakan kelompoknya telah melakukan serangan tersebut.

“Ya, ARSA bertanggung jawab atas gerakan bersenjata terbaru,” kata juru bicara tersebut kepada Reuters melalui sebuah layanan pesan.

Dia mengatakan rincian lebih lanjut mungkin terungkap kemudian.

ARSA menolak setiap hubungan dengan kelompok militan Islam dan mengatakan bahwa mereka berjuang untuk mengakhiri penindasan terhadap orang-orang Rohingya.

Majalah Frontier Myanmar yang berbasis di Yangon mengutip seorang penduduk desa terdekat yang mengatakan tembakan sporadis telah terdengar pada saat penyergapan tersebut. Sebuah surat kabar yang dikelola pemerintah melaporkan pada Sabtu bahwa pertempuran berlanjut setelah penyergapan tersebut.

Daerah ini sebagian besar terlarang bagi wartawan. (althaf/)

Sumber :arrahmah.com

Selasa, 26 Desember 2017

Bangladesh Sebut Pemerintah Myanmar Tukang Bohong Soal Repatriasi Muslim Rohingya

Bangladesh Sebut Pemerintah Myanmar Tukang Bohong Soal Repatriasi Muslim Rohingya

10Berita – Bangladesh dan Myanmar pada tanggal 23 November lalu telah menyepakati reptariasi pengungsi Rohingya, untuk segera memulai proses pemulangan warga Rohingnya yang melarikan diri ke Bangladesh.

Menyusul tekanan internasional, Myanmar sepakat akan memulihkan situasi di negara bagian Rakhine bagian utara dan mendorong pengungsi Rohingya kembali dengan sukarela dan selamat ke rumah mereka masing-masing.

Ironisnya, pemerintah Myanmar kemudian mengajukan syarat. Mereka hanya mau menerima pengungsi Rohingya jika mereka memiliki bukti-bukti pernah tinggal di negara itu.

Padahal nyatanya, sebagian besar warga Rohingya kesulitan mendapatkan surat identitas di Myanmar karena sejak puluhan tahun silam diabaikan dan dicampakkan pemerintahnya sendiri.

“Saya tidak percaya pemerintah Myanmar karena ini sudah menjadi sejarah yang panjang tentang kebohongan mereka, sejak Myanmar mendapat kemerdekaan pada tahun 1947,” kata Humidor kepada ANTARA News, Senin (25/12).

Humidor adalah pengungsi Rohingya yang mendapatkan gelar sarjana dari ilmu Islam dan Alquran, serta sempat mengambil kursus pendek jurnalistik. Selama ini ia aktif menyuarakan nasib etnis Rohingya lewat blog.

“Menurut saya repatriasi bukan hal yang tepat saat ini untuk kami, terutama setelah puncak kekerasan yang mereka lakukan terhadap etnis Rohingya tahun ini. Myanmar belum menyiapkan apa-apa, sementara pengungsi sudah tidak memiliki apa-apa. Apa fasilitas yang akan mereka berikan? Apakah lahan-lahan dan properti warga Rohingya akan diberikan kembali ke mereka? Ini belum selesai,” jelas Humidor.

Sumber: Eramuslim

Rusia, Cina dan Suriah Tolak Resolusi OKI Terkait Rohingnya di PBB

Rusia, Cina dan Suriah Tolak Resolusi OKI Terkait Rohingnya di PBB


10Berita , New York – Rusia, Cina, Suriah dan sejumlah negara Asia menolak rancangan resolusi yang diajukan negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) terkait Rohingya. Hal itu terlihat dalam sidiang Majelis Umum PBB pada Ahad (24/12).

Resolusi tersebut meminta pemerintah Myanmar untuk mengizinkan pekerja bantuan masuk dan memastikan kembalinya semua pengungsi serta memberikan hak kewarganegaraan kepada minoritas Rohingya.

Resolusi tersebut juga meminta Sekjen PBB Antonio Guterich untuk menunjuk seorang utusan khusus ke Myanmar.

Rancangan proposal resolusi itu disetujui oleh 122 negara anggota. Sebanyak 10 tidak setuju dan 24 abstain. Kesepuluh Negara yang tak setuju itu, China, Rusia, Kamboja, Laos, Filipina, Vietnam, Belarus, Zimbabwe, Suriah dan Myanmar sendiri.

Akibat kampanye militer Myanmar, lebih dari 655.000 warga minoritas Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh sejak Agustus. PBB sendiri menyebut hal itu pembersihan etnis.

Tuduhan tersebut ditolak oleh pemerintah Myanmar dan dikatakan bertujuan untuk melawan pemberontakan Tentara Keselamatan Rohingya di Arakan, yang pada 25 Agustus melancarkan serangan ke kantor polisi.

Rabu lalu, Yangye Li, Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, mengumumkan bahwa pihak berwenang di sana menolak mengizinkannya memasuki wilayahnya. Pejabat PBB tersebut menyatakan prihatin bahwa alasan pencegahannya “mengerikan” di Arakan.

Awal bulan ini, sebuah laporan oleh MSF mengatakan setidaknya 6.700 orang Rohingya tewas dalam kekerasan – termasuk 700 anak-anak – menurut sebuah survei yang dilakukan di antara para pengungsi di Bangladesh.

Sumber: Al-Jazeera
Redaktur: Sulhi El-Izzi

Sumber: Kiblat.

Kamis, 21 Desember 2017

PM Turki: Myanmar Lakukan Genosida Terhadap Muslim Rohingya

PM Turki: Myanmar Lakukan Genosida Terhadap Muslim Rohingya



10Berita - DHAKA, BANGLADESH  - Perdana Menteri Turki, Binali Yildirim mengatakan pembantaian Muslim Rohingya oleh pasukan pemerintah Myanmar adalah tindakan "genosida". Dan dia mendesak masyarakat internasional untuk menjamin keamanan warga Muslim minoritas yang teraniaya di tanah air mereka sendiri.

Yildirim membuat pernyataan tersebut setelah dia bertemu dengan beberapa anggota kelompok minoritas di dua kamp pengungsi di Cox's Bazar Bangladesh, Rabu kemarin (20/12/2017).

"Militer Myanmar telah berusaha mencabut komunitas Muslim Rohingya dari tanah air mereka dan karena itu mereka menganiaya, membakar rumah, desa, memperkosa, menyiksa perempuan dan membunuh mereka," kata Yildirim kepada wartawan sebelum terbang kembali ke Turki, sembari mencatat, "Ini satu jenis genosida."

"Masyarakat internasional juga harus bekerja sama untuk memastikan agar Muslim Rohingya selamat dan bermartabat kembali ke tanah air mereka," kata Yildirim.

Hampir 870.000 Muslim Rohingya dipaksa untuk meninggalkan Myanmar, sebagian besar ke Bangladesh, dalam beberapa tahun terakhir setelah tentara Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap kelompok minoritas di negara bagian Rakhine.

Pada hari Senin, komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Zeid Ra'ad al-Hussein, mengatakan bahwa dia tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa tindakan genosida telah dilakukan di Rakhine dalam beberapa bulan terakhir.

Dia mengatakan bahwa penyidik ​​PBB telah mendengar kesaksian tentang pola pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, pembakaran yang konsisten.

Pekan lalu, dokter spesialis amal medis internasional, Doctors Without Border, yang juga dikenal dengan akronim Prancis Medecins Sans Frontieres, memperkirakan bahwa setidaknya 6.700 Muslim Rohingya, termasuk 700 anak-anak, telah terbunuh dalam waktu satu bulan sejak tindakan keras yang diperbaharui pada bulan Agustus.

Secara terpisah pada hari Rabu kemarin, penyelidik independen PBB mengenai hak asasi manusia di Myanmar, Yanghee Lee, dilarang mengunjungi negara tersebut selama sisa masa jabatannya.

Pelapor khusus tersebut dijadwalkan mengunjungi Myanmar pada bulan Januari untuk menilai situasi hak asasi manusia negara tersebut, termasuk pelanggaran terhadap Muslim Rohingya di Rakhine.

Namun dia mengatakan pada hari Rabu bahwa Myanmar telah memberitahunya bahwa dia tidak lagi diterima di negara itu.[fq/prtv]

Sumber : voa-islam.com

Kamis, 16 November 2017

Demi Selamatkan Diri, Bocah Rohingya Berenang 4 Jam untuk Capai Bangladesh

Demi Selamatkan Diri, Bocah Rohingya Berenang 4 Jam untuk Capai Bangladesh


10Berita - MYANMAR—Berbagai cara dilakukan Muslim Rohingya demi melarikan diri ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri dari kekejaman rezim Myanmar. Tak terkecuali Nabi Hussain, 13, yang berutang nyawa kepada sebuah wadah minyak plastik kuning.

Melansir Alarabiya pada Senin (13/11/2017), Hussain tidak dapat berenang, bahkan belum pernah melihat laut sebelum melarikan diri dari desanya di Myanmar. Namun untuk selamatkan diri, Hussain berpegangan pada wadah minyak kosong dan berjuang dengan berenang menyeberangi laut dengan jarak tempuh sekitar empat kilometer, untuk sampai ke Bangladesh.

Muslim Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan pasukan rezim Myanmar sejak 25 Agustus silam dan  sekarang mereka amat putus asa. Bahkan sebagian dari mereka berusaha untuk berenang ke tempat yang aman di negara tetangga Bangladesh.

Hanya dalam seminggu, lebih dari tiga lusin anak laki-laki dan remaja menggunakan wadah minyak goreng untuk dibuat seperti rakit. Dengan benda tersebut mereka berenang menyeberangi mulut Sungai Naf dan berakhir pantai di Shah Porir Dwip, sebuah kota nelayan dan tempat perdagangan ternak.

“Saya sangat takut mati. Kupikir ini akan menjadi hari terakhirku,” kata Hussain seorang anak laki-laki kurus dengan kaus polo bergaris.

“Kami mengalami banyak penderitaan, jadi kami pikir tenggelam di air adalah pilihan yang lebih baik,” kata Kamal Hussain, 18, yang juga berenang ke Bangladesh dengan sebuah wadah minyak.

Nabi tahu hampir tidak ada orang di negara baru ini, dan orang tuanya kembali ke Myanmar tidak tahu bahwa dia masih hidup. Dia tidak tersenyum dan jarang melakukan kontak mata.

Nabi tumbuh di pegunungan Myanmar, anak kesembilan dari sembilan anak petani yang tumbuh paan, daun sirih digunakan sebagai tembakau kunyah. Dia tidak pernah pergi ke sekolah. []

Sumber : Islampos.com

Kamis, 02 November 2017

Drone dan Satelit Buktikan Kebiadaban Rezim Myanmar Terhadap Muslim Rohingya

Drone dan Satelit Buktikan Kebiadaban Rezim Myanmar Terhadap Muslim Rohingya


10Berita -Krisis pengungsi Rohingya adalah kisah lama mengenai keterceraiberaian dan penderitaan, namun teknologi modern saat ini telah membantu menyediakan wahana untuk mengatasi krisis ini, kata lembaga-lembaga HAM dan kemanusiaan seperti dikutip Reuters.

Adalah drone dan satelit yang telah membantu mengungkapkan penderitaan sekitar 800 ribu pengungsi Rohingya yang menyeberangi Bangladesh dari Myanmar. Dua alat canggih itu juga membantu menyediakan bukti kekejaman yang bisa membantu menguatkan dunia internasional dalam menuntut keadilan untuk Rohingya.

“Kami bisa mempertontonkan selama berjam-jam jumlah besar pengungsi menyeberangi perbatasan dan bagaimana begitu cepatnya kamp-kamp pengungsi menjamur, satu foto menangkap semuanya,” kata Andrej Mahecic, juru bicara badan urusan pengungsi PBB (UNHCR).

UNHCR memanfaatkan video dan foto dari drone untuk menunjukkan besarnya skala krisis pengungsi itu, dan sekaligus menjadi alat untuk meyakinkan masyarakat dan donator untuk turut meringankan Rohingya.

UNHCR juga menggunakan satelit untuk menghitung dan mengidentifikasi keluarga pengungsi berdasarkan lokasi mereka di kamp-kamp Bangladesh demi memastikan siapa dari mereka yang lebih dulu harus ditolong, kata Mahecic kepada Thomson Reuters Foundation lewat email.

Sumber :Eramuslim

Kamis, 19 Oktober 2017

Laporan Terbaru Buktikan Militer Myanmar Lakukan Genosida Terhadap Muslim Rohingya

Laporan Terbaru Buktikan Militer Myanmar Lakukan Genosida Terhadap Muslim Rohingya

10Berita – Laporan terbaru kelompok hak asasi manusia internasional yang dirilis pada hari Rabu (18/10) kemarin menyatakan militer Myanmar terbukti telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Rakhine State bagian barat

“Serangan terhadap populasi Rohingya berlangsung sistematis dan meluas, serta merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan hukum internasional,” rilis Amnesty International, seperti dilansir Anadolu Agency.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 582.000 Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Maungdaw di bagian utara negara bagian Rakhine ke Bangladesh sejak akhir Agustus ketika militer melancarkan tindakan keras.

Dalam laporannya, Amnesty International menyajikan bukti bahwa militer Budha Myanmar telah membunuh sedikitnya ratusan wanita Rohingya, pria, dan anak-anak; memperkosa dan melakukan bentuk kekerasan seksual lainnya terhadap perempuan dan anak perempuan Rohingya; dan dilaksanakan secara terorganisir, menargetkan membakar seluruh desa Muslim Rohingya.

Amnesty International menjelaskan bahwa laporannya didasarkan pada wawancara dengan lebih dari 120 warga Muslim Rohingya yang melarikan diri dan juga profesional medis, pekerja bantuan, wartawan dan pihak berwenang Bangladesh, serta foto, video dan citra satelit.

“Operasi tersebut adalah eskalasi, dengan target pembakaran desa dalam skala besar yang tampaknya dirancang untuk mendorong populasi Rohingya di negara bagian Rakhine utara mengungsi ke luar negeri dan membuat kondisi yang sangat sulit bagi mereka untuk kembali,” tulis Amnesty International dalam laporannya.

Amnesty International menyatakan bahwa investigasi akan tetap berlanjut hingga mendapatakan pihak yang bertanggung jawab, baik unit dan individu tertentu, yang terlibat dalam kejahatan yang dilakukan di Rakhine State.

Infromasi sementara menyatakan bahwa tentara Komando Barat (Western Command) bertanggung jawab atas beberapa pelanggaran yang terjadi terhadap Muslim Rohingya. (AA/Ram)

Sumber :Eramuslim

Jumat, 13 Oktober 2017

Akhirnya Suu Kyi Buka Mulut, PBB: Segera Hentikan Kekerasan

Akhirnya Suu Kyi Buka Mulut, PBB: Segera Hentikan Kekerasan


10Berita–Penasihat Nasional Myanmar, Aung San Suu Kyi, akhirnya membuka mulut dan mendesak langkah bantuan kemanusiaan, rehabilitasi, relokasi dan pembangunan di negara bagian Rakhine yang terkena dampak konflik, tulis kantor berita China Xinhua mengutip Kantor Berita Myanmar.

San Suu Kyi menyampaikan hal ini dalam rapat koordinasi yang diadakan di Pusat Rekonsiliasi dan Perdamaian Nasional di Nay Pyi Taw pada hari Kamis, Suu Kyi menggariskan prioritas pemerintah untuk pelaksanaan langkah yang efektif.

Panggilan tersebut dilakukan sehari setelah pemerintah Myanmar mengadakan kunjungan ke lima negara tetangga ke daerah konflik di Rakhine, yang diketuai oleh Menteri Penasihat Negara U Kyaw Tint Swe.

Menteri Utama Rakhine U Nyi Pu mengatakan bahwa pemerintah Myanmar mendesak pelaksanaan rehabilitasi di tiga wilayah, penyusunan daftar, persediaan makanan untuk pengungsi dan peningkatan komunikasi dan transportasi, tulisReuters.

Desakan PBB  

Sementara itu, hari Rabu, PBB kembali mengulangi desakannya kepada Myanmar untuk menghentikan kekerasan dan tirani terhadap etnis minoritas Rohingya di Rakhine barat.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB hari ini meminta pemimpin de facto di negara itu, Aung San Suu Kyi untuk segera mengambil tindakan untuk menghentikan penganiayaan Rohingya, menyebabkan setengah juta orang etnis Muslim melarikan diri ke negara-negara tetangga.

“Permintaan kami untuk Aung San Suu Kyi ingin dia segera menghentikan kekerasan,” kata Jyoti Sanghera, Direktur HAM PBB Asia Pasifik.

Sanghera berbicara dalam sebuah briefing di Jenewa untuk mempresentasikan sebuah laporan tentang kampanye militer Myanmar melawan sejumlah minoritas di Rakhine.


Dia juga mengungkapkan keprihatinan atas nasib pengungsi Rohingya yang mungkin dipenjara atau ditahan saat kembali ke Myanmar, di mana status kewarganegaraan dan hak-hak mereka ditolak masyarakat Myanmar.

Sejak Tentara Solidaritas Rohingya Arakan (ARSA) telah menyerang pos polisi di Rakhine pada 25 Agustus, militer Myanmar melakukan aksi pembersihan etnis dan menyebabkan ratusan ribu penduduk di beberapa bagian distrik Maungtaw mengungsi.

PBB menggambarkan operasi tersebut sebagai ‘contoh buku pembersihan etnis’.*

Sumber: Hidayatullah


Rohingya Diusir dari Myanmar: “Jika tak Pergi, Kami Bakar Rumah Anda dan Akan Bunuh Kalian!”

Rohingya Diusir dari Myanmar: “Jika tak Pergi, Kami Bakar Rumah Anda dan Akan Bunuh Kalian!”

Etnis Rohingya: Diusir dari Myanmar

10Berita~JENEWA Serangan selama berbulan-bulan yang dilakukan rezim Myanmar terhadap Muslim Rohingya telah menjadi kampanye yang terorganisir dengan baik untuk mengusir mereka keluar dari negara yang mereka diami dari generasi ke generasi, demikian laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (11/10/2017).

“Serangan brutal terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine utara dilakukan secara terorganisir dengan baik, terkoordinasi dan sistematis, yang bertujuan tidak hanya untuk mengusir Rohingya keluar dari Myanmar, namun juga untuk mencegah kembalinya Rohingya ke rumah-rumah mereka,” jelas laporan yang bersumber dari 65 wawancara dengan individu maupun kelompok di Bangladesh, lansir kantor berita Anadolu, Rabu (11/10).

“Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh tentara Myanmar terhadap etnis Rohingya dilakukan oleh pasukan militer Myanmar dengan dibantu oleh kelompok Buddha bersenjata di Rakhine,” imbuh laporan tersebut.

Dilaporkan pula, dalam beberapa kasus, sebelum dan saat serangan, megafon digunakan untuk memberi pengumuman: ‘Anda tidak diterima di sini, pergilah ke Bangladesh. Jika Anda tidak pergi, kami akan membakar rumah Anda dan membunuh kalian!’ demikian seruan untuk etnis Rohingya.

Laporan tersebut juga menyoroti sebuah strategi yang dilakukan untuk menanamkan trauma dan ketakutan,  fisik, emosional, psikologis terhadap orang-orang Rohingya.

PBB mendesak pihak berwenang Myanmar untuk “segera mengizinkan membuka akses bagi bantuan kemanusiaan di wilayah yang dilanda krisis”.

Kepala Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) Thomas Hunecke mengatakan dalam sebuah konferensi pers di Jenewa, “Kami telah menerima informasi yang sangat kredibel bahwa ranjau darat ditanam setelah 25 Agustus di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh untuk mencegah populasi Rohingya agar tidak kembali.”

Sementara itu Kepala Hak Asasi Manusia PBB Zeid Ra’ad Al Hussein menyebut operasi militer di Rakhine sebagai “praktik pembersihan etnis”.

Etnis Rohingya mengungsi akibat operasi militer yang telah membunuh sanak saudara, menjarah rumah, bahkan membakar desa-desa mereka.

PBB mencatat bahwa sejak 25 Agustus lalu, sebanyak 519.000 jiwa telah mengungsi ke Bangladesh. Badan dunia itu menyebutnya sebagai eksodus terbesar dan tercepat di Asia sejak 1970-an. (EZ/Salam-Online)

Sumber: Anadolu, Salam Online.

Senin, 09 Oktober 2017

Tempuh Perjalanan Berat, Ibu Rohingya Ini Melahirkan Saat Menyelamatkan Diri ke Bangladesh

Tempuh Perjalanan Berat, Ibu Rohingya Ini Melahirkan Saat Menyelamatkan Diri ke Bangladesh

Sameron memangku Sadiha, bayi keduanya yang baru lahir saat dia dengan suami dan anaknya menyelamatkan diri ke Bangladesh. (Showkat Shafi/Aljazeera)

10Berita~COX’S BAZAR  Seorang ibu yang akan melahirkan biasanya akan dikondisikan untuk berada pada tempat yang mendukung proses persalinan seperti rumah sakit, dan tentunya dengan penanganan intensif. Namun, tidak demikian dengan pengungsi Rohingya.

Sameron, seorang ibu berusia 20 tahun terpaksa harus menempuh perjalanan berhari-hari setelah tentara Myanmar menyerbu permukimannya dan melakukan pembantaian terhadap warga Muslim Rohingya. Bercerita kepada Al Jazeera,Sameron, Anwar suaminya, serta anaknya yang berumur tiga tahun, Sabiha, memutuskan untuk meninggalkan tempat tinggalnya pada 25 Agustus lalu.

Dalam perjalanan ekstremnya itu, Sameron sejatinya tidak berjalan seorang diri, namun ia membawa jabang bayi yang menurut perkiraannya akan melihat dunia dalam hitungan hari. Dalam kondisi hamil tua seperti itu, Sameron mengingat betul bagaimana dia dan keluarganya, serta bayi yang berada dalam kandungannya berjuang menembus gelapnya malam  dalam rangka menyelamatkan diri dari pembantaian.

“Di pagi harinya, kami berhasil sampai di suatu pedesaan yang bernama Itella. Tempat itu telah ditinggalkan (oleh penduduknya) setelah serbuan tentara Myanmar,” ungkap Sameron.

Bersyukur, di desa itu mereka mendapati sebuah rumah yang di dalamnya masih tersedia makanan untuk dikonsumsi sampai lima hari ke depan.

Namun, tidak lama bagi keluarga pelarian itu menetap di Itella. Ketika tanda-tanda tentara mulai mendekat, mereka pun mau tidak mau harus memulai kembali ‘misi’ penyelamatan diri itu. “Kami lari,” ujarnya.

Sameron melanjutkan, setelah dari Itella, perjalanan sesungguhnya baru dimulai. Mereka harus berjalan selama berhari-hari, siang dan malam, tanpa memiliki persediaan makanan sedikit pun.

“Saya tidak ingin memikirkan sakit yang saya derita. (Meskipun) sakit di perut ini saya rasakan terus-menerus dan karena itu saya pun merasa mual. Di tengah-tengah perjalanan itu, saya mulai merasakan sakit perut yang sudah tidak dapat tertahankan lagi. Saya duduk dan membungkuk agar mengurangi rasa sakitnya. Saya sangat bersusah-payah (melanjutkan perjalanan),” tuturnya dengan air mata berlinang ketika menceritakan kisahnya.

“Perjalanan itu merupakan satu fase paling mengerikan dalam hidup saya. Tapi entah bagaimana saya tetap dapat melanjutkannya. Suami saya menggendong tubuh saya dan anak saya yang mulai menangis karena rasa sakit dan penderitaan menempuh perjalanan. Kita semua menangis karena rasa sakit, keputus-asaan serta kelaparan,” ungkapnya.

Setelah berhari-berhari berjalan tanpa makanan dan minuman, akhirnya mereka sampai di desa Mongni Para. Di tempat itu akhirnya Sameron dibantu oleh ibu-ibu tua melakukan persalinan dengan kondisi seadanya.

“Kami meninggalkan desa itu setelah lima hari. Sebenarnya saya sedang dalam keadaan yang tidak memungkinkan melanjutkan perjalanan, namun entah bagaimana kami sampai di tempat yang akan mengantarkan kami ke Bangladesh dengan menggunakan perahu melewati sungai Naf. Kami harus membayar ongkosnya sebesar 655.000 Kyat (sekitar $477). Pada awalnya ia menolak karena uang kami tidak cukup. Namun beberapa orang akhirnya menolong kami,” ujar Sameron yang bercerita sambil mengantre dan menggendong bayinya untuk mendapatkan perawatan di klinik dekat Masjid Cox’s Bazar.

Karena perjalanan berat yang ia lalui, Sameron belum bisa meyusui Sadiha, bayi keduanya yang baru ia lahirkan. “Sulit sekali mendapatkan makanan setelah melalui perjalanan berhari-hari. Bagaimana saya memiliki ASI untuk menyusui bayi ini?” tanyanya.

Ahli nutrisi dari UNICEF, Mayang Sari mengatakan, ibu-ibu muda dan anak-anak di kamp pengungsian kondisinya sangat rentan.

“Kondisi yang begitu sulit dan menegangkan yang mereka alami membuat ibu-ibu dan anak-anak mengalami trauma. Hal ini membuat ibu-ibu sulit menyusui bayi-bayinya. Dan hal ini bisa menjadi masalah besar,” jelasnya.

 Ancaman Malnutrisi

Dari ratusan ribu pengungsi Rohingya yang menempati lokasi pengungsian Cox’s Bazar di Bangladesh, sebanyak 60 persennya didominasi oleh anak-anak. Tidak seperti orang dewasa yang memiliki ketahanan tubuh yang lebih kuat, anak-anak tersebut saat ini terpaksa menghadapi situasi dan kondisi pengungsian yang minim sarana kehidupan dan kebutuhan pangan.

Dilansir dari TRT World, juru bicara UNICEF di Bangladesh, Jean-Jacques Simon menyatakan, kondisi memprihatinkan tersebut sangat dikhawatirkan akan membuat anak-anak Rohingya menderita malnutrisi dan ancaman penyakit lainnya.

Sejak militer Myanmar menyerbu permukiman Muslim Rohingya di Rakhine, gelombang pengungsi Rohingya mulai mendatangi kamp-kamp pengungsian di Bangladesh.

Banyak dari anak-anak yang menjadi korban kekerasan tersebut datang dengan trauma psikologis yang luar biasa dan bahkan terpisah dari orangtua dan kerabat terdekat yang dibunuh tentara Myanmar.

Penyediaan air bersih, pembangunan rumah sementara serta sarana kesehatan dan sanitasi menjadi prioritas utama organisasi-organisasi kemanusiaan yang bekerja di kamp pengungsian.

Ibu-ibu & anak-anak Rohingya di kamp Cox’s Bazar, Bangladesh. (Reuters)

Selain itu, para pekerja kemanusiaan ini juga harus berjibaku dengan cepatnya lonjakan arus pengungsian dari Myanmar yang datang setiap waktu. PBB serta organisasi kemanusiaan lainnya berupaya untuk mencegah meluasnya ancaman penyakit yang disebabkan oleh buruknya kondisi kamp pengungsian. (al-Fath/Salam-Online)

Sumber: Aljazeera, TRT World,Salam Online.

Kamis, 05 Oktober 2017

Komite PBB Sebut Genosia Rakhine Adalah Kejahatan Kemanusiaan

Komite PBB Sebut Genosia Rakhine Adalah Kejahatan Kemanusiaan

10Berita – Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan Komite Hak-hak Anak menyatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak di Rakhine, Myanmar, kemungkinan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Kami sangat kahwatir tentang nasib perempuan dan anak-anak Rohingya yang tunduk pada pelanggaran serius hak asasi mereka, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, dan pemindahan paksa,” tulis CEDAW dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (4/10) kemarin, seperti dilansir Al Jazeera.

CEDAW menilai pembunuhan, pemerkosaan, serta persekusi yang terjadi di negara bagian Rakhine sejak 25 Agustus lalu dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Pelanggaran semacam itu mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kami sangat prihatin atas kegagalan negara (Myanmar) untuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia yang mengejutkan ini,” ujar CEDAW.

CEDAW meminta Otoritas Pemerintah Myanmar untuk memperhatikan dan melindungi perempuan serta anak-anak Rohingya yang berada di Rakhine. Termasuk mereka yang telah mengungsi ke Bangladesh. Menurutnya, gelombang pengungsian telah menyebabkan anak-anak dan perempuan Rohingya dihadapkan pada kondisi kemiskinan dan kekurangan gizi yang tinggi.

“Kami mendesak Pemerintah Myanmar untuk memenuhi kebutuhan pengungsi wanita dan anak-anak Rohingya, termasuk mereka yang saat ini tinggal di tenda-tenda pengungsian di negara-negara tetangga, dengan dukungan masyarakat internasional,” kata CEDAW menjelaskan.

Tercatat sejak menggelar operasi militer pada akhir bulan Agustus lalu, lebih dari setengah juta Muslim Rohingya mengungsi ke negara tetangga, khususnya Bangladesh.

Para pengungsi terpaksa hidup di tenda-tenda dan kemah darurat di perbatasan Bangladesh serta harus menghadapi keterbatasan suplai makanan, dan bergantung sepenuhnya pada bantuan kemanusiaan. (IP/Ram)

Sumber : Eramuslim

Selasa, 03 Oktober 2017

90 NGO Minta Myanmar Diskors dari Keanggotaan ASEAN

90 NGO Minta Myanmar Diskors dari Keanggotaan ASEAN


10Berita–Sebanyak 90 organisasi non-pemerintah (LSM) dari berbagai negara hari Selasa,  3 Oktober 2017 mendesak negara anggota  Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) segera melakukan tindakan terhadap Myanmar atas masalah Rohingya. Termasuk menjatuhkan sanksi ekonomi ke negara tersebut.

LSM juga mendesak semua negara anggota ASEAN untuk meninjau kembali hubungan diplomatik dengan Myanmar yang dinilai terus melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Muslim Rohingya.

Ketua ketua pertemuan tersebut, Mohd Azmi Abdul Hamid, yang juga Presiden Dewan Konsultasi Organisasi Islam Malaysia (MAPIM), mengatakan isu Rohingya memerlukan sebuah solusi politis dengan menekan Myanmar untuk mematuhi hukum internasional.

“Jika Myanmar tidak mematuhi hukum internasional, kami merekomendasikan agar ASEAN mengambil tindakan untuk menangguhkan keanggotaannya dalam organisasi tersebut,” katanya dikutip Bernama pasca pertemuan tersebut.

“ASEAN harus tegas terhadap pemerintah Myanmar dan militer Myanmar, karena ASEAN adalah kelompok nasional terdekat.

“Jika situasinya tidak berubah, kami juga meminta kepala negara ASEAN untuk meninjau kembali hubungan diplomatik dengan Myanmar.

Sebagaimana diketahui, saat ini ada 10 Negara keanggotaan ASEAN, meliputi; Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja.

“Setiap hubungan bisa dikembalikan seperti biasa, setelah Myanmar membuktikan bahwa situasinya membaik,” kata Mohd Azmi dalam sebuah konferensi pers bertema ‘Rapat Strategis Rohingya’ di Malaysia, Selasa.

Pertemuan dua hari, yang diselenggarakan oleh MAPIM, Malaysian Youth Council (MBM) dan Youth Centre Internasional (IYC), melibatkan 90 organisasi non-pemerintah (LSM) dari dalam dan luar negeri.

“Sebagai hasil dari pertemuan ini, kami akan membentuk komite reguler yang akan menerapkan rencana strategis di enam bidang aksi.

“Ini mencakup kampanye media dan dokumentasi, mobilisasi massa, advokasi publik, lobi badan dunia, bantuan kemanusiaan dan lobi untuk organisasi internasional,” kata Mohd Azmi.

Sementara itu, komite tetap mendesak penarikan Hadiah Nobel Perdamaian dari pemimpin Myanmar, Aun San Suu Kyi yang diam melihat kekejaman di Rohingya.

“Kami juga menekankan, Aun Sang Suu Kyi juga telah menjadi alat untuk militer, dan yang harus dicatat adalah militer Myanmar karena tanpa Aun Sang Suu Kyi, militer Myanmar telah melakukan genosida sejak tahun 1978.

Baca: Amnesti Internasional: Aung San Suu Kyi Membenamkan Wajahnya dalam Pasir


“Kami membuat keputusan, fokus pada militer harus dilakukan, dan kami telah menamai para komandan militer Myanmar ini yang harus diseret ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC),” katanya.

Sebelumnya, pemerintah Myanmar dinyatakan bersalah melakukan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan melawan etnis Muslim Rohingya di negara tersebut.

Pengadilan Sipil Permanen (PPT) melawan Myanmar juga menemukan Pemerintah Myanmar juga bermaksud melakukan genosida terhadap kelompok minoritas etnis dan minoritas Kachin di negara itu.*

Sumber: Hidayatullah


Dirikan Sekolah, PKPU Ingin Berantas Kebodohan Anak-anak Rohingya

Dirikan Sekolah, PKPU Ingin Berantas Kebodohan Anak-anak Rohingya

Anak-anak Rohingya sedang belajar di sekolah

10Berita~JAKARTA  Relawan Kemanusiaan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Deni Kurniawan mengungkapkan, banyak anak Rohingya yang masih bodoh karena mereka tak mendapatkan akses pendidikan dari Pemerintah Myanmar.

“Pemerintah (Myanmar) abai dalam masalah pendidikan yang membuat mereka bodoh,” kata Deni saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik Rohingya: ‘Apa, Mengapa dan Bagaimana?’ di Gedung Engineering Center 303 Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok, Senin (2/9/2017).

Oleh karenanya PKPU sendiri telah mendirikan beberapa sekolah bagi anak-anak Rohingya yang saat ini mengalami penindasan. Kendati demikian Deni mengungkapkan pihaknya kesulitan untuk mendapatkan guru, baik secara kuantitas maupun kualitas.

“Setelah krisis 2012 lalu guru-guru beragama Buddha yang PNS, tidak mau lagi mengajar. Yang kami cari adalah guru-guru lokal yang mampu mengajar. Cuma hanya ada tujuh guru, sehingga berpindah-pindah dan menangani beberapa kelas, lebih dari satu kelas,” papar Deni yang juga Koordinator Program PKPU untuk Rohingya.

Disinyalir, kurangnya akses pendidikan yang didapatkan anak-anak Rohingya disebabkan krisis identitas yang sejak lama mereka alami. Terhitung sejak 1982, warga Rohingya mengalami krisis identitas di Myanmar.

Selain tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah, etnis Rohingya pun tidak dianggap eksistensinya sebagai manusia yang hidup di tanah Burma oleh sebagian besar etnis lain yang ada di negara itu. Mereka menganggap etnis Rohingya sebagai imigran gelap.

Deni sendiri mengaku pernah menemukan satu keluarga Rohingya yang tidak memiliki identitas kependudukan kecuali sang ayah. Itu pun karena sang ayah lahir sebelum tahun 1982. Naasnya kartu identitas penduduk tersebut juga sudah tidak bisa digunakan lagi.

“Bapaknya punya kartu identitas tapi anaknya tidak. Sekarang identitas ini sudah tidak diakui lagi,” ungkap Deni.

Akibat dari tidak diakui eksistensinya, etnis Rohingya kesulitan mendapatkan akses administrasi, pendidikan, bantuan sosial, dan kebutuhan lainnya. Menurut Deni, akibat dari kurangnya anak-anak etnis Rohingya mendapatkan pendidikan, banyak di antara mereka yang masih bodoh. (MNM/Salam-Online)

Sumber:Salam Online.

Senin, 02 Oktober 2017

Muslim Skotlandia Bersatu Bantu Rohingya

Muslim Skotlandia Bersatu Bantu Rohingya



10Berita~SKOTLANDIA—Sebuah masjid di Rutherglen, South Lanarkshire, Skotlandia dilaporkan telah mengumpulkan dana lebih dari £ 4.500 (Sekira Rp 81,2 juta). Dana ini dikumpulkan guna membantu pengungsi Muslim Rohingya.

“Setelah Oktober 2016 Rohingya kembali menghadapi pembantaian, namun kali ini dalam skala yang jauh lebih besar oleh rezim Myanmar Myanmar,” ungkap Rehan Ahmed Raza, seorang anggota masjid Rutherglen kepada Daily Record, Jumat (29/9/2017).

Raza berkomitmen untuk mengumpulkan dana sumbangan untuk menyediakan makanan dan air, bantuan medis dan tempat tinggal bagi Muslim Rohingya yang “terlupakan.”


Media Partner

Selama beberapa bulan terakhir, anggota Minhaj-ul-Qur’an di Greenhill Road juga telah mengumpulkan dana sumbangan hingga ribuan pound melalui sholat Jumat dan sumbangan sukarela.

Ribuan Muslim Rohingya terpaksa menyusuri Sungai Naf yang amat berbahaya. Tak hanya itu, usai melewati sungai menuju perbatasan Bangladesh, mereka benar-benar lelah dan trauma, karena belum makan berhari-hari dan bertahan hidup dengan air hujan atau air tanah.

Orang-orang Rohingya telah tinggal di Myanmar selama berabad-abad, namun mereka tak mendapatkan hak status kewarganegaraan dan diasingkan. []

Sumber: islampos

Minggu, 01 Oktober 2017

Pemerintah Otoritas akan Kunjungi Gaza, PM Palestina: Spiritnya Positif

Pemerintah Otoritas akan Kunjungi Gaza, PM Palestina: Spiritnya Positif


PM Palestina dari Fatah, Ramy Alhamdallah (islammemo.cc)

10Berita – Ramalah. Perdana Menteri (PM) Palestina, Rami Hamdallah, menyebutkan pemerintah otoritas Palestina akan mengunjungi Gaza Senin (02/10) esok hari. Menurutnya, spirit dari kunjungan kali ini sangat positif.

“Kita akan berkunjung ke Jalur Gaza besok Senin, dengan spirit positif, untuk menjalankan peran kita dalam mendukung rekonsiliasi. Juga untuk menutup lembar-lembar perpecahan, sehingga negara akan bersatu dengan rakyat dan institusinya,” kata Hamdallah dalam pertemuan menteri, seperti dilansiraa.com.tr/ar, Ahad (01/10/2017).

Hamdallah juga menyebutkan tujuan dari kunjungan pemerintah ke Jalur Gaza. “Dalam konteks langkah-langkah untuk mengakhiri perpecahan. Juga bertujuan untuk situasi Gaza dan institusinya,” katanya.

Pada kesempatan itu, ia juga menyebut Otoritas mendukung penuh upaya rekonsiliasi yang dipelopori Mesir. Pemerintah menurutnya akan berkontribusi secara bertahap. “Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di masa lalu yang menjadi penghalang dalam melaksanakan kesepakatan rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah,” lanjutnya.

Menurut jadwal, pemerintah otoritas akan mengunjungi Jalur Gaza pada Senin esok hari. Selama kunjungan, mereka juga akan menggelar pertemuan pekanan di sana pada hari Selasanya. (whc/)

Sumber: Anadolu Ajansi Arabi, dakwatuna

Kamis, 28 September 2017

Denda PSSI Terbayar, Bobotoh Salurkan Sisa Sumbangan untuk Rohingya

Denda PSSI Terbayar, Bobotoh Salurkan Sisa Sumbangan untuk Rohingya

10Berita, Bandung – Bobotoh, julukan suporter klub Persib Bandung akhirnya berhasil mengumpulkan koin untuk PSSI senilai Rp 50 juta. Lebih dari itu sumbangan berlebih, sehingga sisanya disalurkan untuk pengungsi Rohingya.

Sebelumnya, Persib Bandung dijatuhi sanksi oleh komisi disiplin PSSI dengan denda Rp 50 juta akibat koreografi suporter Persib Bandung yang bertuliskan “Save Rohingya” pada laga Persib Bandung kontra Semen Padang di stadion Si Jalak Jarupat, Kabupaten Bandung, Sabtu (09/09/2017).

Bobotoh menyerahkan koin untuk PSSI kepada Persib Bandung pada Rabu (27/09). Penyerahan dilakukan langsung oleh pentolan Viking Persib, Yana Umar kepada manajemen PT Persib Bandung Bermartabat yang diwakili Zainuri Hasyim dan Kuswara S Taryono sebagai komisaris.

Dana yang terkumpul sekitar Rp 153 juta sumbangan dari bobotoh, masyarakat, bahkan pejabat Kota Bandung. “Karena dendanya Rp 50 juta, sisa uangnya sekitar Rp 100 juta akan kita sumbangkan ke Rohingya,” ujar Yana di Graha Persib.

Sebenarnya, ungkap Yana, pihaknya akan langsung menyerahkan koin tersebut langsung ke PSSI. Namun menghindari hal tak diinginkan koordinasi dilakukan dahulu dengan manajemen Persib.

“Kalau tidak koordinasi dengan Persib, ditakutkan pada ujungnya ada hal merugikan bagi Persib kedepannya,” kata Yana.

Sementara Komisaris Utama PT PBB Zainuri Hasyim mengatakan, bahwa pengumpulan koin yang dilakukan bobotoh adalah reaksi spontan terhadap sanksi yang dijatuhkan Komisi Disiplin PSSI kepada klub kebanggaan mereka.

“Jadi ini reaksi spontanitas dari Bobotoh. Pesan dari Bobotoh untuk diserahkan ke PSSI,” imbuh Zainuri.

Zainuri mengungkapkan bahwa denda sudah dibayarkan manajemen kepada PSSI, sehingga uang receh yang dSikumpulkan dan diserahkan Bobotoh akan disumbangkan kepada Muslim Rohingya di Myanmar.

“Nantinya akan berkoordinasi dengan Viking terkait penyaluran sumbangan tersebut,” tutup dia.

Reporter: Saifal
Editor: M. Rudy

Sumber; Kiblat.