OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label Khazanah ZX politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Khazanah ZX politik. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 November 2019

Wisata Halal Bukan Berarti Menghilangkan Budaya Lokal

Wisata Halal Bukan Berarti Menghilangkan Budaya Lokal



Oleh: Nuning Hallet
(Pegiat Social Entrepreneur)

Wisata Halal adalah upaya menggugah minat wisatawan Muslim mancanegara untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan obyek wisata.

Gagasan dasarnya, Wisata Halal potensi devisa negaranya sangat besar. Para pihak yang protes dengan label wisata halal, sebenarnya karena ketidaktahuannya.

Wisata Halal bukan berarti menafikan dan menghilangkan kharakteristik budaya dan kearifan lokal berbagai daerah di Indonesia.

Halal bukan berarti islamisasi wisata. Hanya sekadar memberi kemudahan pada wisatawan Muslim yang belum tertarik datang ke Indonesia, kemudian tergerak untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan obyek wisatanya. Para wisatawan Muslim dari pelbagai belahan dunia ini, merupakan the big spender.

Menurut catatan saya. Pada tahun 2020 mendatang, potensi wisata halal diperkirakan bisa meraup  $220 miliar, atau setara Rp 3.097.000.000.000.000. Indonesia mampu memperoleh devisi sebesar  20% saja sudah sudah merupakan keberhasilan yang patut disyukuri.

Dengan kata lain, Indonesia punya competitive advantage di bidang itu. Dan sepertinya Pemerintah kita sadar itu.

Menurut penyusun panduan wisata halal, Dina Sudjana (Wisata Halal Jepang belajar dari beliau lhoo), hanya ada 4 poin mendasar yang diperlukan dalam “Wisata Halal”, yaitu kebutuhan Muslim dalam keseharian mereka termasuk ketika melakukan aktivitas wisata:

1. Kebutuhan untuk bersuci dengan air;
2. Kebutuhan sarana dan prasarana untuk beribadah;
3. Kebutuhan akan makanan yang terjamin kehalalannya;
4. Kebutuhan akan aktivitas wisata yang tidak bertentangan dengan nilai Islam seperti tidak ada unsur pornografi/pornoaksi (maksiat) dan kemunkaran.

No 4 itu kembali ke para wisatawannya, apakah dia akan menonton atau tidak.

Dalam hal ini digarisbawahi bahwasannya konsep pariwisata halal itu tidak menghilangkan budaya lokal. Simpel dan sederhana kan?

Salah satu ilustrasi menarik di sini adalah di Tiongkok. Ada beberapa daerah wisata di Tiongkok, yang dilabeli Wisata Halal. Terlepas adanya isu Uyghur, beberapa wilayah Muslim di Tiongkok,  dilindungi dan dilestarikan keberadaannya untuk kebutuhan Wisata Halal. [GlobalReview]

Sabtu, 04 Mei 2019

Kapal Vietnam Tabrak KRI, Begini Tanggapan Jenderal Gatot

Kapal Vietnam Tabrak KRI, Begini Tanggapan Jenderal Gatot




10Berita - Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo angkat bicara perihal insiden penabrakan sengaja kapal Vietnam terhadap KRI Tjiptadi-381 di Laut Natuna beberapa waktu lalu. Menurutnya, sikap prajurit Indonesia dalam KRI yang tidak melakukan perlawanan bersenjata sudah benar. 

"Sikap kita sudah benar, karena memang ada perjanjian internasional, jika ada kapal negara, tidak boleh ada penembakan. Kecuali negara mengumumkan perang," ujar Gatot di program Etalk Show TVOne, Jumat (3/5). 

Gatot menjelaskan, hingga saat ini ada satu wilayah laut yang masih menjadi perdebatan antara Indonesia dengan Vietnam. Kedua negara, sebutnya, hingga kini masih merasa berdaulat atas wilayah yang tidak ia sebut letaknya itu. 

Selain itu, Gatot juga memahami mengapa prajurit Indonesia yang ada di KRI tidak melakukan perlawanan. Pasalnya, KRI tersebut merupakan eks Jerman Timur yang dirancang dengan kadar garam rendah. 

"Kapal eks Jerman Timur itu tidak layak di perairan Indonesia, karena kadar garamnya rendah sehingga mudah karatan. Jadi maaf kepada Angkatan Laut, bahwa kapal buatan eks Jerman Timur itu layak berlayar tapi tidak layak tempur. Tolong Pak Kasad tegur saya bila salah," imbuh Gatot. 

Oleh karena itu, Gatot kemudian menyoroti pembangunan Alutsista yang minim, terutama untuk Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Sementara Angkatan Darat, terangnya, saat ini sudah menggunakan peralatan yang paling canggih. 

Soal tagar Antiindonesia yang sempat trending di media sosial Vietnam, Gatot menyebut masyarakat Indonesia tidak perlu menanggapi. Pasalnya, hal itu hanya ekspresi kekesalan mengingat kapal Vietnam banyak ditangkapi di Indonesia.

sumber: rmol

Jumat, 03 Mei 2019

Rizal Ramli: Bayar BPJS Enggak Sanggup, Kok Mindahkan Ibu Kota

Rizal Ramli: Bayar BPJS Enggak Sanggup, Kok Mindahkan Ibu Kota



10Berita - Rencana Presiden Joko Widodo yang mau memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke luar Pulau Jawa menuai perdebatan. Ekonom senior Rizal Ramli mengkritik rencana kebijakan ini yang dinilai sebagai keputusan irasional.

Rizal tak menampik isu pemindahan ibu kota sudah lama. Namun, ia mengingatkan agar pemindahan ibu kota negara ini diperlukan pertimbangan secara matang. Jokowi juga dinilai belum dipastikan menang di Pilpres 2019, namun sudah mengeluarkan keputusan strategis.

“Nasib Pak Jokowi aja belum jelas, kok sudah ambil keputusan strategis. Ini kan juga harus dibahas terbuka dengan DPR yang baru,” kata Rizal dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.

Dia menyindir pemindahan ibu kota negara memerlukan biaya besar. Sementara, kondisi perekonomian negara saat ini tak begitu bagus. Kata dia, setidaknya pemindahan ibu kota negara ini memerlukan biaya hingga Rp460 triliun.

Rizal menyebut masih ada persoalan pelayanan masyarakat yang belum terselesaikan di era Jokowi. Salah satunya terkait Badan Penyelanggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan.

“Untuk bayar BPJS aja enggak sanggup, kok mindahkan Ibu Kota baru. Pak Jokowi sing eling, bayar BPJS dulu. Naikkan dulu pertumbuhan ekonomi hingga di atas 5 persen dulu. Naikkan gaji guru honorer dulu, baru bicara pemindahan ibu kota,” ujar eks Menteri Koordinator Kemaritiman itu.

Kemudian, ia pun mencontohkan pengalaman positif dari Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Menurutnya, Jokowi mesti belajar dari Mahathir. Rizal mengatakan Mahathir berhasil mengimplementasikan kebijakan pemindahan ibu kota Malaysia setelah perekonomian negeri Jiran tersebut dalam kondisi bagus.

“Mahathir memindahkan ibu kota ke Putrajaya. Pak Mahathir bisa memindahkan ibu kota baru karena ekonominya memang bagus, infrastruktur sudah siap," ujarnya.

Dia menegaskan bila memang Jokowi tetap bersikeras memindahkan ibu kota maka pertumbuhan ekonomi mesti digenjot. "Jadi, kalau Mas Jokowi mau memindahkan Ibu Kota negara, maka pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan menjadi 8 persen terlebih dahulu.”

sumber: viva