OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label SAVE GHOUTA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SAVE GHOUTA. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Maret 2018

Subhanallah... Di Tengah Euforia Kemenangan Persija, The Jakmania Kumpulkan Donasi untuk Ghouta

Subhanallah... Di Tengah Euforia Kemenangan Persija, The Jakmania Kumpulkan Donasi untuk Ghouta


10Berita, Kemenangan yang diraih oleh Macan Kemayoran alias Persija atas Song Lam Nghe An menjadi pembicaraan hangat di mana-mana.

Namun di tengah euforia itu, suporter Persija yang akrab dengan sebutan The Jakmania justru mengajak para warganet dan Jakmania beramal untuk Ghouta.

Ajakan itu dicuitkan melalui akun twitternya @InfokomJakmania, Selasa, 13 Maret 2018.

"Tragedi kemanusiaan sedang terjadi di salah satu belahan bumi ini, sangat tidak elok rasanya bila kita hanya berdiam diri. Siapkan harta terbaikmu, akan ada beberapa teman2 dari @GKwarrior_17 yang akan mengumpulkan donasi dari teman-teman Jakmania esok hari di tiap zona masuk #Sajete," cuitnya, Selasa, 13 Maret 2018.

Tragedi kemanusiaan sedang terjadi disalah satu belahan bumi ini, sangat tidak elok rasanya bila kita hanya berdiam diri. Siapkan harta terbaikmu, akan ada beberapa teman2 dari @GKwarrior_17 yg akan mengumpulkan donasi dari teman2 Jakmania esok hari di tiap zona masuk #Sajete pic.twitter.com/3Qyaj5niS0

— the Jakmania (@InfokomJakmania) March 13, 2018


Hari ini, Kamis 15 Maret 2018 akhirnya The Jakmania sudah mengumpulkan sekitar Rp 9.760.000.

"Alhamdulillah galang dana JAKMANIA PEDULI GHOUTA semalem zona 3-5 donasi terkumpul 9.760.000," cuit netizen.

— Wu Dal Chi (@abi_irlan) March 15, 2018


Sumber :Portal Islam 

Selasa, 06 Maret 2018

Duka Ghouta, Mengapa Dunia Bungkam?

Duka Ghouta, Mengapa Dunia Bungkam?

10Berita, Suriah kembali berdarah. Tempat yang dijelaskan dalam beberapa hadis yang memiliki kemuliaan dan merupakan tanah yang penting bagi kaum muslimin ini kembali bergejolak. Pembantaian kaum muslimin di Ghouta Timur, wilayah Suriah ini sama seperti gejolak Aleppo dan Arab Spring lainnya yang terjadi sebelumnya. 

Korban bombardir serangan yang digencarkan rezim Bashar al-Assad tersebut telah merenggut nyawa lebih dari 1.000 orang, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan lebih dari 3.000 orang terluka.

Dalam melakukan serangannya, dilaporkan bahwa rezim Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia terlarang, hal ini mengakibatkan ratusan orang mengalami sesak nafas, kejang-kejang hingga kematian. Dengan serangan tersebut, Konvensi Jenewa 1925 yang melarang penggunaan senjata kimia dan biologis dan Konvensi Senjata Kimia 1993 jelas-jelas telah dilanggar. Serangan-serangan ini pun tanpa membedakan target militer dan sipil jelas telah melanggar hukum kemanusiaan paling dasar. 

Banyak dari kalangan anak-anak yang menjadi korban. Seperti Husen bayi 9 bulan harus merenggut nyawa dengan kaki dan tangan terpisah dari tubuhnya. Ditambah keterbatasan makanan dan minuman membuat mereka kelaparan. Jeritan dan tangisan anak-anak menjadi pemandangan sehari-hari. Perempuan-perempuan di Suriah dieksploitasi secara seksual, dianiaya dan dibunuh. Warga sipil lainnya yang tak berdosa pun menjadi korban kebiadaban rezim Bashar al-Assad.

Peristiwa ini menjadi sebuah peringatan yang berulang bagi umat Islam saat ini, bahwa ada kewajiban yang dilalaikan terhadap hak-hak saudara muslim yang  seiman dan seaqidah. Sebagimana dalam surat Al-Anfal ayat 72, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ ...

“Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian (dalam urusan agama), maka wajib bagi kalian menolong…”

Baginda Rasulullah Shallallahu ' alaihi wa sallam bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

Sikap tolong menolong dan memberi bantuan adalah bentuk keta’atan muslim pada Allah dan rasul-Nya. Rasulullah Shallallahu ' alaihi wa sallam bersabda:

اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ ، وَمَنْ كَانَ فِـيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ ، كَانَ اللهُ فِيْ حَاجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ ، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًـا ، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya dan tidak boleh membiarkannya diganggu orang lain (bahkan ia wajib menolong dan membelanya). Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allâh Azza wa Jalla senantiasa akan menolongnya. Barangsiapa melapangkan kesulitan orang Muslim, maka Allâh akan melapangkan baginya dari salah satu kesempitan di hari Kiamat dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, maka Allâh menutupi (aib)nya pada hari Kiamat.”

Ayat dan hadist diatas menjelaskan bagaimana Allah SWT mewajibkan kaum muslimin untuk tolong menolong terhadap saudaranya. Peristiwa di Ghouta membutuhkan bantuan dan uluran tangan. 

Namun saat ini, kita menyaksikan pembantaian umat Islam untuk ke sekian kalinya, dan dunia kembali bungkam. Para pemimpin dunia terutama para pemimpin muslim banyak yang tak bersuara. Mengapa para pemimpin itu tidak mengirimkan tentaranya? Mengapa bisa terjadi? Seolah mereka buta dan tuli?

Nasionalisme jangan menjadi sekat yang memutuskan ikatan aqidah dan ukhuwah kaum muslimin. Kaum Muslimin khususnya para pemimpin negeri muslim jangan diam dan harus segera bertindak, menolong saudara-saudara seimannya. Wallahua'lam.

Selvi Sri Wahyuni Spdi.
 

Sumber : SI Online

Senin, 05 Maret 2018

Komisioner Tinggi PBB: Peristiwa di Suriah Harus Diajukan ke Mahkamah Kriminal Internasional

Komisioner Tinggi PBB: Peristiwa di Suriah Harus Diajukan ke Mahkamah Kriminal Internasional

10Berita, JENEWA—Komisioner Tinggi PBB urusan HAM Zeid Ra’ad al-Hussein memperingatkan bahwa kejahatan perang di Suriah akan dihadapkan ke Pengadilan.

Zein pun mengatakan bahwa PBB kini sedang menyusul nama orang-orang yang bertanggungjawab atas serangan terhadap warga sipil Suriah.

Hal tersebut Ia katakan di depan Dewan HAM PBB di Jenewa.

“Yang kita saksikan di Ghouta Timur dan di bagian lain Suriah adalah kejahatan perang, dan kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujar Zein.

Ia menyatakan juga, peristiwa di Suriah harus diajukan ke Mahkamah Kriminal Internasional karena merupakan upaya mengelabui keadilan dan menutupi tindak kriminal menjijikkan.

Ia memperingatkan juga, orang-orang yang beranggungjawab atas serangan sudah teridentifikasi dan PBB sedang membuat daftar nama serta aktivitas orang-orang itu untuk diajukan ke pengadilan. Ia menambahkan: roda-roda keadilan mungkin berjalan lambat, tetapi tetap berfungsi.

Pasukan pemerintah Suriah yang didukung Rusia telah melakukan serangan udara di kawasan Ghouta Timur dalam 12 hari terakhir.

Serangan sudah menyebabkan kematian ratusan warga sipil di kota yang dihuni 400.000 orang. Ghouta Timur adalah kawasan terakhir di dekat ibukota Damaskus yang masih dikuasai pemberontak. []

SUMBER: RETEURS, Islampos.

See in browser

Minggu, 04 Maret 2018

Ghouta Berdarah, Siapa Sang Pembela?

Ghouta Berdarah, Siapa Sang Pembela?


Oleh: Afaf Nurul Inayah

10Berita, Ghouta timur, daerah pinggiran Damaskus Suriah, kondisinya saat ini tak ubahnya seperti "Neraka" di muka bumi. Rezim Bassar Assad dengan dibantu dan didukung oleh sekutunya Rusia secara kejam menyerang membabi buta dengan menggunakan bom artileri dan jenis senjata lainnya.

Meskipun serangan itu dilakukan dan di klaim untuk menyerang dan menumpas kelompok pemberontak ternyata juga membunuh ratusan warga sipil di Ghouta. Bangunan- bangunan hancur, nyawa pun melayang tertimbun reruntuhan.

Kelompok observatorium suriah untuk Hak Asasi Manusia (HAM), kamis (22/2) mengatakan, serangan selama lima hari di Ghouta timur telah menyebabkan lebih dari 400 orang tewas. Jumlah tersebut tak hanya mencakup orang dewasa tetapi juga anak- anak, (Republika.co.id, 27/2/18).

Derita umat Islam di Ghouta, melayang nyawa di setiap detiknya, belum mampu menggerakkan para penguasa muslim untuk membela Ghuota. Kalau begitu, Kita patut bertanya, Siapa yang akan membela mereka?, Siapa yang akan memenuhi jeritan dan tangisan anak- anak Ghouta?. Apakah masih bisa berharap kepada lembaga Internasional PBB atau negara- negara Uni Eropa? Atau kepada para penguasa Arab di negeri- negeri muslim?

Uni Eropa meminta gencatan senjata dengan segera. PBB menyerukan semua pihak yang berperang agar menghentikan pertempuran, begitu pula dengan para penguasa-penguasa Arab di negeri muslim. Mereka tidak mempunyai sedikitpun keberanian kecuali sekedar mengutuk, mengecam dan meminta untuk segera dilakukan gencatan senjata. Para penguasa muslim tidak berani untuk melakukan tindakan nyata dengan mengerahkan pasukan militer dan menghentikan serangan brutal rezim Bassar Assad dan sekutunya.

Tragedi yang tak pernah sepi menimpa umat Islam, pembantaian yang senantiasa berulang dan berlanjut, bagaimana tragedi ini bisa dihentikan?. Sejatinya, solusi hakiki dari konflik yang terjadi di Suriah, juga di negeri- negeri Islam yang lain adalah dengan mewujudkan kembali kekuasaan Islam sebagai Perisai untuk menjaga dan melindungi kaum muslimin. Rasulullah SAW bersabda: " Imam (Khalifah) itu laksana perisai, kaum muslim diperangi (oleh kaum kafir) di belakang dia dan dilindungi oleh dirinya" ( HR. Muslim)

Sejarah telah membuktikan, Adalah Kholifah al Mu' tashim Billah, dengan berani segera memenuhi panggilan dan jeritan seorang wanita mulia yang ditawan, disiksa dan dinistakan oleh raja Amuriyah. Sang Khalifah segera mengerahkan sekaligus memimpin sendiri puluhan ribu pasukan kaum muslimin ke kota Amuriyah, Kota Amuriyah berhasil di takhlukkan dan wanita mulia yang di tahan berhasil di bebaskan.

Saat ini betapa umat Islam membutuhkan sosok pemimpin seperti Khalifah Al Mu' tashim Billah, umat membutuhkan Khilafah, karena hanya Khilafah yang mampu menyelamatkan umat Islam dimanapun berada, Khalifah yang akan menjadi perisai dan pelindung kaum muslimin.

Rasul SAW bersabda: "Kemudian akan datang kembali masa Khilafah yang mengikuti metode kenabian" (HR. Muslim). Wallaahu a' lam. [syahid/]

Sumber : voa-islam.com

3 Pemimpin Dunia Segera Hukum Rezim Assad

3 Pemimpin Dunia Segera Hukum Rezim Assad


Foto: Asharq Al Awsat

10Berita, LONDON—Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel telah menekan Rusia agar mematuhi Resolusi 2401 tentang gencatan senjata. Selain itu mereka juga mengancam untuk segera “Menghukum” rezim Suriah atas dugaan penggunaan bahan kimia di Ghouta Timut.

Hal ini terbukti sebuah kapal induk AS tiba di Laut Mediterania untuk berpartisipasi dalam latihan gabungan militer dengan Israel.

Melansir Asharq Al-Awsat, Jumat (2/3/2018) dari sumber-sumber Barat di New York bahwa AS bertekad untuk mempertahankan rezim Suriah dan bertanggung jawab atas Daesh setelah terbukti terlibat dalam penggunaan senjata kimia di Suriah.

Administrasi Trump “Masih berupaya mencapai tujuan ini melalui dua rancangan resolusi”, menurut sebuah sumber Barat.

Salah satu rancangan resolusi yang disampaikan ke Dewan Keamanan PBB sebelumnya akan membentuk Mekanisme Investigasi Independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIMI) untuk jangka waktu satu tahun “untuk mengidentifikasi pelaku serangan senjata kimia ‘di Suriah.

Dalam hal ini, Trump berbicara dalam telepon terpisah dengan Merkel dan Presiden Macron.

Merkel dan Macron sama-sama sepakat dengan Trump bahwa rezim Suriah, dan pendukung Rusia dan Iran, harus segera dan sepenuhnya menerapkan Resolusi 2401 Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera di seluruh Suriah, kata Gedung Putih.

Para pemimpin meminta Rusia untuk menghentikan pengeboman Ghouta Timur, untuk memaksa rezim Assad menghentikan operasi ofensif terhadap wilayah sipil. Mereka juga untuk meminta Suriah bertanggung jawab atas memburuknya kondisi HAM di Ghouta Timur, yang disebabkan oleh penggunaan senjata kimia, serangan terhadap warga sipil, dan pemblokiran bantuan kemanusiaan.
rezim Assad yang terus berlanjut.

Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Zeid Raad al-Hussein mengatakan pada hari Jumat (2/3/2018) bahwa rezim Suriah melakukan serangan udara di Ghouta timur yang terkepung “Mungkin merupakan kejahatan perang dan harus diadili.”
Hussein memulai pidatonya dengan mengatakan bahwa orang-orang dari Ghouta Timur telah dikepung selama lebih dari setengah dekade, di mana mereka telah mengalami serangan udara, penembakan dan beberapa kejadian, warga sipil dilaporkan meninggal dengan napas terengah-engah setelah agen beracun dilepaskan.

“Kami telah menerima laporan tentang serangan udara tanpa henti yang menimpa rumah sakit, sekolah dan pasar dalam beberapa pekan terakhir. Orang-orang yang tinggal di daerah pinggiran kota biasa – manusia yang berbagi hak dan harapan kita semua di sini – terjebak dan dipukul oleh bom, dan dirampas dari setiap hak asasi manusia – terutama, hak untuk hidup, “kata Hussein kepada komisi tersebut.

Komisaris tersebut mengindikasikan bahwa Suriah harus dirujuk ke Pengadilan Pidana Internasional, menambahkan bahwa upaya untuk menggagalkan keadilan, dan melindungi para penjahat ini, adalah tindakan tercela.

Duta Besar Suriah di Jenewa, Hussam Aala menggambarkan laporan Hussein sebagai “selektif dan bias” dan bahwa perdebatan tersebut “dipolitisasi.” []

SUMBER: ALSHARQ AL AWSAT

Hilang Peduli: Antara Dilan dan Ghouta

Hilang Peduli: Antara Dilan dan Ghouta

10Berita, Tragedi Ghouta masih menjadi tagline di linimasa hingga hari ini. Beritanya masih belum tuntas. Paralel dengan berbagai problematika yang menimpa muslim Ghouta yang masih dicekam kelaparan, dentuman bom dan syahidnya para syuhada. 

Neraka jahanam pun seolah-olah berpindah tempat di atas bumi Ghouta. Jasad syuhada yang tergeletak tak berdaya yang dilumuri darah. Banyak diantaranya tak utuh dan rusak. Tak sedikit pula yang tak dapat dikenali. Ada pula yang syahid terhimpit bangunan-bangunan runtuh akibat bombardir bom. Di antara para syuhada itu ada anak-anak yang tak berdosa. Anak-anak yang harusnya kita peluk dalam dekapan hangat penuh cinta, tapi harus lebih awal menjemput syahid.

Korban yang terluka pun tak sedikit. Muka dan badan berdarah akibat serpihan kaca dan batu, mungkin tak seberapa sakitnya. Tapi bagi yang mereka, yang tangan dan kakinya hancur, patah, terpisah dari badan, sakitnya tak dapat diungkapkan. Belum lagi organ dalam yang terkena hantaman bom dan runtuhan bangunan, rasa sakit berujung pada jeritan dan air mata. Berharap setiap inci dari anggota badan yang terluka menjadi saksi perjuangannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala di yaumil akhir kelak.

Ya, mata dan hati siapa pun tak akan kuat menyaksikan pembantaian massal penduduk Ghouta. Siapa pun tak akan dapat menahan laju tetesan air mata melihat perjuangan para syuhada mempertahankan tanah, kehormatan, harta, raga dan nyawa di bawahan hujaman bom rezim zalim Assad dan para sekutunya. Apalagi bagi siapa saja yang mengaku dirinya seorang muslim. Harusnya dalam sanubarinya ada setitik rasa peduli bagi muslim Ghouta. Tak terkecuali bagi muslim di Indonesia.

Nyatanya rasa kepedulian tersebut tak tercermin pada penguasanya. Penguasa negeri ini justru lebih peduli pada film percintaan remaja yang sedang hits,  bahkan dibumbui sikap bapernya dibandingkan dengan peristiwa pembantaian kaum muslimin yang terjadi di Ghouta. Diberitakan kompas.com, 25/2/2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi), Minggu (25/2/2018) siang, menyempatikan diri nonton bioskop di Senayan City, Jakarta Selatan. Ia bersama putrinya Kahiyang Ayu dan suami Bobby Nasution menonton film romantis berlatar tahun 1990 yang sedang nge-hits, "Dilan 1990".

Prihatin, mengingat seorang penguasa adalah teladan pertama dan utama bagi rakyatnya. Apalagi sebagai pemimpin yang memimpin negara berpenduduk mayoritas muslim terbanyak di dunia, harusnya terdepan dalam memberi contoh rasa kepedulian di hadapan dunia Islam. Apalagi antara kaum muslimin telah diikat dengan erat oleh persaudaraan hakikih karena aqidah Islam yang mulia. Bukan sebaliknya abai terhadap derita Ghouta, dan terbuai film romantisme remaja ala Dilan.

Sekat nasionalisme semu telah berhasil meninabobokan rasa peduli dan rasa persaudaran seorang muslim bahkan  selevel seorang penguasa negeri muslim. Racun nasionalisme semu telah membangun dinding tebal antara negeri-negeri muslim di dunia pasca runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyyah. Kaum muslimin di berbagai negeri muslim seolah-olah tak saling memiliki, padahal sejatinya mereka adalah umat yang satu, yang diibarat sebagai satu tubuh. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam menyampaikan, “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim).

Suatu kezaliman pula jika kita hanya diam sementara saudara kita dalam kondisi terzalimi seperti penduduk Ghouta kini. Ingatlah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya (tidak peduli padanya), menghinanya.” (HR. Muslim).

Jauhnya jarak dan tempat bukan alasan syar’i bagi seorang muslim untuk mengabaikan urusan saudaranya. Karena hakikatnya ukhuwah Islamiyah menuntut seorang muslim untuk peduli, menolong dan memudahkan setiap urusan yang menimpa saudaranya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji akan memudahkan dan meyelesaikan setiap kesulitan seorang mukmin yang memberikan kemudahan bagi saudaranya.

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda:”Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya."

Seorang penguasa muslim sejatinya terdepan dalam mengambil sikap terhadap berbagai problematika umat. Terlebih terhadap tragedi pembantaian massal yang menimpa kaum muslim Ghouta. Kepedulian seorang penguasa terhadapan derita Ghouta akan berimbas pada tumbuhnya rasa peduli dan persaudaraan di tengah rakyatnya. Lebih dari itu seorang penguasa memiliki kekuatan untuk menyelesaikan konflik di Ghouta dengan kedua tangannya tentunya dengan kekuatan militer yang dimilikinya. 

Sebaliknya seorang penguasa muslim yang tak peduli bahkan bersenang-senang di atas derita saudaranya. Patut merenungi kembali nasihat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, “Barangsiapa yang pada pagi harinya hasrat dunianya lebih besar maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa yang tidak perhatian dengan urusan kaum muslimin semuanya maka dia bukan golongan mereka”(HR. Al-Hakim dan Baihaqi).

Semoga kita termasuk golongan umat Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam yang senantiasa peduli dengan nasib kaum muslimin di belahan bumi mana pun dan dalam kondisi apa pun. Serta menjadi golongan terdepan dalam menjaga dan melindungi dinul Islam, sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala memenangkan dakwah ini atau sampai memanggil kita pulang. Amiin.

Ummu Naflah
Muslimah Peduli Ghouta, tinggal di Tangerang

Sumber : SI Online

Sabtu, 03 Maret 2018

HAM PBB Tuntut Rezim Assad dan Rusia Diseret ke Pengadilan Pidana Internasional

HAM PBB Tuntut Rezim Assad dan Rusia Diseret ke Pengadilan Pidana Internasional

10Berita, JENEWA  – Kepala hak asasi manusia PBB pada hari Jumat (02/03/2018) mengatakan bahwa kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan berat terjadi di Ghouta Timur dan di tempat lain di Suriah dan harus diseret ke Pengadilan Pidana Internasional, lanasir Anadolu Agency.

“Apa yang kita lihat, di Ghouta Timur dan tempat lain di Suriah, kemungkinan adalah kejahatan perang, dan berpotensi juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan berat,” Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra’ad al-Hussein mengatakan dalam sebuah pertemuan mengenai situasi di pinggiran kota Damaskus yang terkepung pada sesi ke-37 Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa.

“Warga sipil dituntut untuk tunduk atau mati. Pelaku kejahatan ini harus tahu bahwa mereka diawasi, bahwa berkas sedang disusun dengan maksud untuk menuntut mereka, dan bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah mereka lakukan,” dia menambahkan.

Kepala hak asasi manusia PBB mengatakan bahwa meskipun jeda lima jam telah diumumkan oleh Rusia untuk memungkinkan bantuan medis dan kemanusiaan, serangan udara dan serangan darat oleh rezim Suriah dan Rusia terus berlanjut.

“Selain itu, badan-badan kemanusiaan telah sering benar-benar menjelaskan bahwa tidak mungkin untuk memberikan bantuan selama jendela lima jam karena untuk bisa melewati pos pemeriksaan saja membutuhkan waktu satu hari,” katanya.

“Rezim Suriah harus diseret ke Pengadilan Pidana Internasional. Upaya untuk menggagalkan keadilan, dan melindungi para penjahat ini, merupakan tindakan yang tercela,” tambahnya.

Perwakilan AS di dewan tersebut, Theodore Allegra, mengutuk serangan “brutal” oleh rezim Bashar al-Assad.

“Tidak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan kebrutalan serangan rezim terhadap penduduknya sendiri. Kengerian situasi ini bahkan tidak mampu diucapkan dalam bahasa Inggris untuk menggambarkannya,” katanya.

Memperhatikan bahwa tidak ada upaya menghentikan permusuhan meski Dewan Keamanan PBB telah menetapkan resolusi gencatan senjata Sabtu lalu, Allegra menambahkan: “Rezim Assad dan pendukungnya, Rusia, terus melakukan serangan udara – serangan udara yang menyebabkan lebih banyak kematian orang-orang yang tidak bersalah, perempuan, dan anak-anak, dan yang menyebabkan lebih banyak penghancuran infrastruktur sipil, termasuk bangsal rumah sakit bersalin.”

“AS menyesalkan semua serangan senjata kimia, dan sangat prihatin dengan laporan lain tentang serangan senjata beracun klorin di Ghouta Timur kurang dari satu hari setelah gencatan senjata seharusnya mulai berlaku,” katanya.

Duta Besar Turki untuk PBB di Jenewa, Naci Koru mengatakan pengepungan yang diterapkan oleh rezim di wilayah sipil “tidak dapat diterima”, mengacu pada Ghouta Timur.

“Kami siap untuk merawat warga sipil yang kritis dan terluka [dari Ghouta timur] di Turki. Kami akan terus memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Suriah dan mendukung usaha masyarakat internasional dan PBB,” katanya.

Rezim Suriah, Rusia, China dan beberapa negara lain menentang diadakannya diskusi semacam itu di Dewan Hak Asasi Manusia PBB sedangkan AS, Inggris, negara-negara Uni Eropa, dan Turki mendukung sesi mendesak mengenai Ghouta Timur.

Rusia menolak dengan alasan bahwa pertemuan tersebut “tidak berguna dan kontraproduktif”.

Ghouta Timur, pinggiran kota Damaskus, telah diblokade dan dikepung selama lima tahun terakhir, dan akses kemanusiaan ke daerah tersebut, yang merupakan rumah bagi sekitar 400.000 orang, telah benar-benar terputus.

Dalam delapan bulan terakhir, pasukan rezim Syiah Nushairiyah Bashar al-Assad telah mengintensifkan pengepungan mereka terhadap Ghouta timur, sehingga hampir tidak mungkin bagi makanan atau obat-obatan masuk ke distrik tersebut dan membuat ribuan pasien memerlukan pengobatan.

674 orang tewas akibat serangan udara rezim Syiah Assad dan Rusia dalam beberapa hari ini.

Sabtu lalu, Dewan Keamanan PBB mengadopsi sebuah resolusi yang menyerukan gencatan senjata 30 hari di Suriah tanpa penundaan.

Sumber : Jurnalislam.com

Demo Kedutaan Suriah, Mahasiswa Kecam Pembantaian di Ghouta

Demo Kedutaan Suriah, Mahasiswa Kecam Pembantaian di Ghouta


(Foto: MNM/Salam-Online)

10Berita, JAKARTA  Mahasiswa Islam yang tergabung dalam Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) Indonesia, melakukan unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Suriah, Jakarta, Jumat (2//3/2018). Demo digelar untuk memprotes pembantaian yang dilakukan rezim Basyar Asad dan sekutunya, Rusia, serta milisi-milisi Syiah dukungan Iran, terhadap warga sipil di Ghouta Timur, Suriah.

FSLDK Indonesia dengan 37 Pusat Komunikasi Daerah (Puskomda) dan 775 LDK yang tersebar di Indonesia, menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh rezim Asad terhadap rakyat Suriah di Ghouta Timur, bertentangan dengan Deklarasi Universal HAM yang dikeluarkan Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948, serta pasal 1 ICCPR yang dikeluarkan pada 16 Desember 1966.

FSLDK sebagai bagian masyarakat Global mengingatkan kepada PBB agar berperan aktif dalam upaya menyelesaikan konflik di Suriah, selain mengajak seluruh lembaga dan ormas di seluruh dunia untuk bersama berjuang melindungi hak warga Ghouta Timur.

“Melindungi hak warga Ghouta dan menegakkan keadilan di dalamnya,” kata Ketua Puskomnas FSLDK Indonesia, Fahrudin Alwi.

Sebagai bangsa Indonesia, FSLDK mengajak warga masyarakat untuk mengecam tindakan Rezim Asad yang tidak berperikemanusiaan.

“Pengusiran dan pembunuhan jelas melanggar hak hidup serta merupakan bentuk penjajahan terhadap hak setiap manusia atas kebebasan hidup, beragama dan beribadah,” ujar Fahrudin.


Foto: MNM/Salam-Online

FSLDK juga mendukung pemerintah Indonesia untuk melakukan berbagai tindakan konkret dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di Suriah.“Sebagaimana telah dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Republik Indoneisa dalam pidatonya di Konvensi Jenewa II,” ujar Fahrudin.

Selain itu, FSLDK mengajak umat Islam untuk berempati serta mendoakan Muslim Ghouta khususnya dan Muslim di belahan bumi lainnya yang juga tengah mengalami kezaliman.

“Untuk berempati serta turut melangitkan doa terbaik kita,” ungkap Fahrudin. (MNM/)

Sumber : Salam Online.