Salah satu adegan Film Sang Kyai
Beberapa pemuda datang tergopoh-gopoh menghadap seorang ulama.
“Kyai, ini yang dulu nyinyir saat kita aksi, sekarang mau demo besar-besaran,” kata salah seorang pemuda sembari menunjukkan gambar di tabletnya.
“Tidak. Tidak ada umat Islam yang nyinyir dengan aksi sesama umat Islam. Bahkan saya melihat cabang ormas ini buka posko dan ribuan anggotanya ikut aksi. Kita sama-sama memahami bahwa jika ada kemungkaran, hendaklah mengubah dengan tangannya, dengan otoritasnya. Jika kita tidak memiliki otoritas, ubah dengan lisan. Nah, aksi itu bagian dari taghyir bil lisan,” jawab Kyai dengan tenang.
“Tapi ini juga ada demonya pakai kata “bunuh” padahal dulu menuduh kita radikal dan lain-lain,” kata pemuda yang lain.
“Mengendalikan massa itu bukan pekerjaan mudah. Apalagi sering kali ada provokator yang mencoba menyusup.”
“Nah, itu Kyai. Berarti aksi kita dulu benar-benar luar biasa. Kita bisa angkat lagi ini agar masyarakat tahu kalau aksi kita itu paling damai dan tertib,” sergah pemuda itu.
“Allah tidak menyukai orang yang ujub. Lebih-lebih takabur. Apalagi kalau dicampur dengan tendensi menjatuhkan sesama muslim. Kita telah beramal dan Allah telah melihat amal kita. Lagi pula, dulu kan sudah sangat banyak berita yang mengapresiasi. Tidak perlu diungkit-ungkit lagi yang akan membuat musuh Islam senang.”
“Lho, musuh Islam senang, bagaimana Kyai?”
“Ketahuilah, mereka ingin melihat umat Islam terpecah belah. Bahkan mengupayakan itu. Mereka sangat takut jika umat Islam bersatu. Sebab kalau umat Islam sudah bersatu, Allah akan memberikan kekuatan yang tak terbendung pada umat ini. Karena itu, mereka selalu mencari celah agar umat Islam terus bermusuhan. Di antaranya dengan memprovokasi, ngipas-ngipasi, agar sesama umat Islam terus bertengkar.
Sering kali mereka juga memakai politik belah bambu. Sebagian kelompok umat Islam diangkat, sebagian kelompok umat Islam diinjak. Lalu sesama umat Islam saling iri, saling bermusuhan. Kadang mereka juga mencari-cari lalu menunjukkan kekurangan sebagian kelompok umat Islam agar sebagian kelompok umat Islam yang lain mencibir dan menyalahkannya. Lain waktu di balik, kelompok yang tadinya mencibir, gantian dicari-cari kelemahannya. Akhirnya umat Islam disibukkan dengan saling menjatuhkan.”
Pemuda-pemuda itu mulai manggut-manggut.
“Momen yang paling kritis biasanya saat seperti ini. Saat kita merasa mendapat kesempatan untuk menjatuhkan saudara kita. Kita menganggap saudara kita kompetitor. Kita merasa kalau saudara kita jatuh, kita akan menang. Padahal sesungguhnya kita kalah! Kalau kita bisa bersatu, kekuatan umat Islam 100%. Kalau kita menjatuhkan saudara kita di saat seperti ini, kekuatan umat Islam tinggal 50%, lebih mudah dihancurkan oleh mereka. Maka kita harus bersatu. Sesama umat Islam itu, harus bersinergi dalam hal-hal yang disepakati dan kita saling bertoleransi dalam hal-hal yang diperselisihkan terutama masalah khilafiyah. Di saat seperti ini, minimal kita diam. Jangan ikut ngipas-ngipasi karena itu yang diharapkan oleh musuh Islam. Kita ngipasi, saudara kita emosi, kita sendiri juga emosi, saling bermusuhan. Umat Islam hilang kekuatan. Jaga persatuan. Jaga persatuan. Insya Allah rahmat Allah akan datang.” [Muchlisin BK/Tarbiyah.net]
*dialog imajiner untuk memahami konspirasi musuh Islam mencerai beraikan barisan umat Islam
Sumber : Tarbiyah