OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label PARENTING. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PARENTING. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Agustus 2020

Tiada Anak yang Salah Gaul, yang ada Salah Didik

 Tiada Anak yang Salah Gaul, yang ada Salah Didik




Tiada Anak yang Salah Gaul, yang ada Salah Didik 

Oleh: Ustadz Harry Santosa

Banyak orangtua atau pendidik menyalahkan lingkungan sebagai penyebab buruknya akhlak atau perilaku anak atau siswa. Merekaa sangat khawatir akan ancaman lingkungan. Benarkah? Tidak bisa dipungkiri bahwa tentu ada pengaruh lingkungan pada perilaku dan akhlak seseorang. Namun sebenarnya berapa persen pengaruh lingkungan pada keburukan anak?

Manusia satu satunya makhluk yang diberi otoritas sebagai khalifah di muka bumi. Untuk tugas itu Manusia juga merupakan ciptaan yang diciptakan khas dan berbeda dari makhluk lainnya bahkan versi paling sempurna (ahsani taqwim).

Kesempurnaan itu diantaranya adalah bahwa manusia punya kemampuan memilih (ikhtiyar) dalam hidupnya. Dalam memilih, manusia memiliki kemungkinan untuk benar memilih atau salah memilih sehngga berpotensi mendamaikan manusia dan melestarikan alam, atau sebaliknya, separahnya menumpahkan darah dan merusak alam. Sementara malaikat selalu memilih benar, dan iblis selalu memilih salah.

Karena bisa memilih itulah maka manusia adalah makhluk yang kelak dimintai pertanggungjawaban atau diuji 'linabluwakum ayyukum ahsanu amala', siapa yang paling baik amalnya. Ketika memilih inilah terjadi pergulatan jiwa, terjadi tarik menarik antara kebaikan dan keburukan.

Namun Allah Maha Rahman, rahmatNya melampaui semua sifat lainnya. Manusia diberikan perangkat-perangkat kebaikan sejak sebelum dilahirkan, berupa Allah yang selalu membersamai dalam jiwa manusia, Kitabullah (ILMU yang benar) yang menjadi panduan dan Fitrah yang merupakan kebaikan bawaan yang diinstal sejak di alam ruh. Faktor eksternal yang mempengaruhi keburukan hanya satu, yaitu Syaithan, dan sesungguhnya tipu daya syaithon sangat lemah.

Setiap anak lahir dengan membawa fitrahnya. Fitrah adalah innate goodness atau disebut dengan innately predisposed to know God and to do Good. Sesuatu kebaikan yang secara bawaan diinstal dalam diri manusia untuk mengenal Tuhan dan menjadi baik. Dalam definisi lain adalah sifat, karakter, konstitusi, kondisi yang dipersiapkan utk menerima Dien atau Kitabullah.

Jadi tugas orangtua menguatkan, mengaktifiasi, merawat, menumbuhkan fitrah ini sesuai tahapan tahapannya dan dipandu Ilmu yang benar agar ananda tetap pada fitrahnya, semakin paripurna, indah dan berbahagia.

Manusia memiliki jiwa (nafs) yang memiliki tarikan langit (ruh) dan tarikan dunia (jasad), apabila tarikan langit dominan maka semakin bahagia manusia, dan apabila tarikan dunia dominan maka akan semakin menderita. Mekanisme kontrolnya ada di Aqal dan Qolbu.

Yang mempengaruhi Aqal dan Qolbu pada keputusan memilih kebaikan adalah Allah, ILMU yang benar (kitabullah) dan FITRAH yang terawat baik. Maka manusia (diri maupun orangtua kepada anak) senantiasa mengorientasikan kehidupannya kepada Allah, memberikan masukan ILMU yang benar (bersumber pada alQuran dan Assunnah serta Ulama terpeecaya) serta merawat Fitrah agar tetap dalam kebaikan (keteladanan, suasana keshalihan, aktifitas shalih dll).

Adapun pengaruh dunia sebenarnya hanya Syaithon (iblis, jin, manusia buruk) yang selalu mengajak, menampilkan dan membisikkan pada keburukan (fujur). Maka pengaruh luar atau dunia sebenarnya akan sangat lemah adanya apabila 3 cahaya di atas selalu terjaga dan terawat baik, yaitu orientasi kepada Allah, masukan ILMU yang benar dan FITRAH yang terawat dan tumbuh paripurna.

Anak anak kita tak mungkin steril dari melihat hal atau perilaku buruk, namun jangan khawatir sepanjang orientasinya benar selalu kepada Allah,  rujukan ILMU dan keteladanannya benar, termasuk keteladanan orangtuanya dan keluarganya baik, serta FITRAHnya senantiasa terawat dengan baik, maka insyaAllah akan imun dari keburukan bahkan mampu memperbaiki keburukan sekitarnya (sirojummuniro - cahaya yang menerangi).

Jadi tiada anak yang salah gaul, yang ada adalah salah didik. Mendidik anak menjadi shalih sesungguhnya dan seharusnya lebih mudah, karena bekal bekal kebaikan jauh lebih banyak daripada agen keburukan. Manusia atau anak yang fitrahnya terawat dan tumbuh paripurna, seperti ikan hidup di samudera, bertahun tahun berenang di samudera namun tak menjadi asin tubuhnya. Tetapi anak atau manusia yang fitrahnya tak tumbuh paripurna ia bagai ikan mati, hanya perlu beberapa hari di air garam untuk menjadi ikan asin.

Maka mari rawat dan tumbuhkembangkan fitrah ananda dengan benar sesuai tahapan tahapannya, jangan lebai dan jangan lalai, pandulah dengan Kitabullah sehingga tumbuh semakin indah, sempurna dan berbahagia.[]

Sumber: konten islam

Sabtu, 05 Januari 2019

8 Langkah Mudah Mendisiplinkan Anak, Tanpa Teriak Tanpa Amarah

8 Langkah Mudah Mendisiplinkan Anak, Tanpa Teriak Tanpa Amarah


10Berita, Menjadikan anak disiplin adalah salah satu tujuan utama Moms dalam mendidik anak. Anak yang disiplin biasanya mandiri, cerdas, pandai mengatur waktu, dan lainnya.
Nah, mendisiplinkan anak bukan perkara mudah.  Betapa banyak orangtua yang merasa sudah mendisiplinkan anak, tapi hasilnya berujung pada kekecewaan.
Anak tetap tak taat aturan, senang mengulur-ulur waktu, dan sebagainya.
Bahkan, ada sebagian orangtua yang teriak, marah-marah, bahkan memberikan hukuman keras dengan harapan anaknya bisa disiplin.
Apakah hal itu berhasil? Boleh jadi kelihatannya iya, tapi kenyataannya dalam jangka panjang, semua itu hanya memberikan dampak jangka pendek.
Anak disiplin karena takut dengan orangtua atau hukuman yang diberikan, bukan karena disiplin itu perlu dilakukan untuk kebaikan anak.
Bila mama mengalami kesulitan dalam mendisiplinkan anak, mengapa tidak mencoba 8 langkah mudah disiplinkan anak berikut ini:
[1]. Jangan sekali-kali menggunakan kekerasan, baik yang menimbulkan luka maupun yang tidak seperti memukul pantat anak, menampar, mencubit, mengguncangkan badan, dan lain-lain.
Juga tak boleh menyerang secara verbal terhadap anak sehingga menimbulkan bahaya psikologis, seperti memaki anak dengan kata-kata yang tidak pantas, memanggil anak dengan nama panggilan negatif, memberikan label buruk, dan lain-lain.
[2]. Hindari penerapan disiplin berupa penarikan kasih sayang seperti berbagai bentuk pengabaian, mengisolasi, menunjukkan rasa tidak suka pada anak, dan lain-lain.
Ini akan berakibat buruk bagi perkembangan harga diri serta pembentukan rasa aman anak akan pemenuhan kasih sayang.
[3]. Berikan penguatan dan konsekuensi yang wajar. Penguatan (reward) dapat diberikan kepada anak jika ia menunjukkan perilaku positif yang diharapkan.
Anak pun harus mendapat kesan bahwa reward merupakan suatu yang istimewa.
Oleh karena itu, tetapkan target disiplin yang harus ia lakukan selama beberapa waktu ke depan.
Konsekuensi bisa diberikan jika anak melakukan pelanggaran dari aturan yang telah diterapkan dan dijelaskan. Terapkan secara privat (tidak di depan orang lain).
Mengapa? Konsekuensi ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, bukan untuk menciptakan rasa bersalah.
Pastinya konsekuensi tersebut harus disertai penjelasan alasannya.
[4]. Mulailah dari perilaku yang mudah, sesuaikan dengan usia anak. Misalnya, waktu bangun, waktu tidur, belajar dan rutinitas sehari-hari lainnya.
[5]. Untuk tahap awal, berikan penghargaan dan konsekuansi segera setelah anak melakukan perilaku yang diharapkan, sehingga ia menyadari apresiasi ini adalah akibat dari perbuatannya.
[6]. Jadikan latihan disiplin sebagai budaya bersama seisi rumah, sehingga anak tidak merasa melakukannya sendirian.
[7]. Bila anak masih melanggar atau melakukan kesalahan, tidak perlu berteriak untuk mengingatkannya. Cukup contohkan bagaimana seharusnya.
Misal, anak tidak mau belajar di jam belajar, cukup temani membaca buku atau mengulang pelajaran yang harusnya dilakukan.
Jadikan jam belajar sebagai kegiatan bersama, orangtua membaca buku/majalah/koran untuk menemani anak belajar.
[8]. Lakukan pendekatan yang sistematis dan kreatif agar anak bisa memperkuat dirinya dengan cara memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana melakukan pendekatan itu? Sebagai langkah awal anak harus memahami terlebih dahulu nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya.
Misal, kejujuran dan penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Selanjutnya, nilai-nilai yang dianut tersebut dijadikan sebagai sarana untuk memperbaiki kesalahan dan memperkuat pribadi.
Dengan begitu, anak disiplin karena sadar semua itu baik buat dirinya atau sesuai dengan nilai-nilai positif, bukan karena agar terhindar dari hukuman, mendapatkan imbalan, apalagi paksaan/ancaman orangtua.
Dicoba yuk 8 langkah mudah disiplinkan anak di atas.

Sumber: nakita.grid.id


Sabtu, 06 Oktober 2018

Jangan Paksa Anak Belajar Agar Dapat Nilai Bagus, Ini Dampak Buruknya

Jangan Paksa Anak Belajar Agar Dapat Nilai Bagus, Ini Dampak Buruknya



10Berita, Orangtua pasti bangga jika anaknya mendapat nilai sekolah yang bagus dan sempurna. Sayangnya, tidak semua anak memiliki kemampuan belajar yang sama. Ada anak yang dengan mudah mendapatkan nilai bagus di sekolah dan sebaliknya.
Anda tidak perlu kecewa dan memaksa anak belajar terus-menerus supaya nilainya meningkat. Menekan anak belajar untuk mendapatkan nilai bagus ternyata memberikan dampak buruk. Apa saja dampak buruknya dan bagaimana cara terbaik untuk mendukung prestasi belajar anak.

Efek negatif orangtua yang suka memaksa anak belajar

Cara mengasuh dan mendidik anak jadi faktor penting bagi tumbuh kembang anak. Sebuah studi yang dilakukan oleh Arizone State University pada November 2016, meneliti sikap orangtua pada kinerja akademik dari 506 siswa kelas 6.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan tekanan untuk belajar lebih keras berdampak negatif pada kesejahteraan anak dan kesuksesan anak di masa depan.
Sumber: South China Morning Post
Dampak negatif yang mungkin dialami anak-anak ketika orangtua terlalu memberi tekanan padanya untuk memiliki prestasi cemerlang, antara lain:
1. Risiko penyakit mental lebih tinggi
Anak yang mendapat tekanan besar terus-menerus lebih mudah gelisah dan cemas. Belajar di bawah tekanan membuat anak mengalami kesulitan belajar, stres, dan depresi. Bahkan, tanggung jawab besar yang dipegang anak untuk selalu jadi nomor satu, bisa memunculkan pikiran anak untuk bunuh diri.
2. Merusak rasa percaya diri anak
Mendorong anak untuk terus berprestasi bisa mengganggu perkembangan kepercayaan dirinya. Anak jadi merasa tidak percaya diri karena hasil usahanya selalu tidak memuaskan.
3. Merusak kualitas tidur
Anak yang harus mendapatkan nilai bagus, cenderung akan belajar hingga larut malam dan menyebabkan kualitas tidur anak jadi memburuk. Jika kualitas tidurnya buruk, maka ia akan sulit fokus di sekolah. Alih-alih nilainya bagus, si kecil akan semakin sulit mengikuti pelajaran.
4. Memiliki perilaku yang bermasalah
Tekanan untuk mendapat nilai bagus akan membuat anak melakukan hal yang salah, seperti mencontek atau melakukan kecurangan lainnya dalam belajar. Anak takut jika ia tidak mendapatkan nilai yang bagus, jadi ia akan melakukan berbagai cara.

Peran positif orangtua dalam mendukung prestasi anak

Memotivasi anak untuk melakukan suatu hal dengan baik itu jadi pekerjaan rumah bagi semua orangtua. Namun ingat, hal tersebut jangan sampai membuat anak jadi tertekan, cemas, dan gelisah. Ikuti beberapa langkah berikut ini untuk membantu meningkatkan semangat anak dalam belajar, seperti:

Jangan terpaku hanya pada hasil

Prestasi anak memang penting untuk masa depannya. Untuk itu, anak perlu bimbingan Anda supaya dapat mencapai hasil yang baik. Namun, perlu Anda ingat bahwa yang terpenting adalah bagaimana usaha anak untuk mencapainya bukan bagaimana hasil akhirnya.
Menghargai usaha anak, membuatnya lebih percaya pada kemampuannya sendiri dan tentunya akan memotivasi anak untuk belajar lebih baik tanpa merasa tertekan.

Bantu anak untuk menemukan solusi

Mengkritik kesalahan atau kekurangan anak akan membuat anak merasa dirinya buruk. Semakin dimarahi, anak semakin tidak akan mendengarkan Anda. Jadi, semakin sulit untuk diatasi, bukan?
Daripada Anda terus mengomel panjang lebar, sebaiknya tanyakan pada anak apa saja kesulitan yang ia hadapi. Kemudian, beri masukan pada anak bagaimana cara menghadapi dan mengatasi kesulitannya.

Beri apresiasi atas pencapaiannya dalam belajar

Semua orang menyukai hadiah, apalagi anak-anak. Untuk menunjukkan rasa bangga atas usaha anak dalam belajar, Anda boleh memberikan mereka hadiah.
Misalnya, makan malam di luar bersama, menambah uang sakunya, membelikannya mainan atau benda yang diinginkannya, atau mengajaknya berlibur. Ingat, jangan terlalu berlebihan karena bisa membuat anak mengharapkan sesuatu yang lebih.

Sumber :Halo Sehat 

Minggu, 29 Juli 2018

Inilah 8 Langkah Menghindarkan Batita dan Balita dari Bahaya

Inilah 8 Langkah Menghindarkan Batita dan Balita dari Bahaya



Oleh: Surya Dewi* 

Berita tentang lalainya ibu dalam menjaga anak muncul di beranda media sosial. Seorang batita yang ditinggal mencuci piring meninggal dunia karena tersengat colokan listrik (kumpulberita.site/08/06/2018). Setali tiga uang, anak kakak dari seorang teman juga meninggal dunia. Anak malang itu terapung di kolam penampungan air belakang rumahnya 2 tahun lalu pada usia 3 tahun.

Kaget, sedih, tidak percaya, menyesal, merasa bersalah bahkan marah pada diri sendiri adalah perasaan yang pasti dirasa semua ibu. Dalam hal ini, tak hanya kelalaian ibu dalam mengasuh anak yang menjadi masalah. Di usia dini, rasa ingin tahu anak yang besar membuatnya butuh perhatian lebih. Anak yang sudah mulai merangkak sampai usia prasekolah butuh perhatian dan pengawasan ekstra. Disini ibu dituntut untuk selalu waspada dan berhati- hati ketika beraktifitas bersama buah hatinya, karena anak pada usia itu masih belum memiliki ketajaman berpikir. Mereka masih sulit membedakan apakah ini berbahaya, aman, baik atau buruk.

Sayangnya, di negeri ini untuk menjadi ibu kita dilepas begitu saja tanpa bekal yang memadai. Kaum ibu hanya mampu mencari ilmu dari masyarakat, media sosial, teman dan pengalaman. Semoga saja sedikit tips di bawah ini bisa membantu para ibu agar tidak mengalami kejadian yang sama dengan kisah tragis di atas. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan ibu agar ia tidak lalai dalam menjalankan kewajibannya sebagai pengasuh anak.

Pertama, jangan terlena dengan gawai. Gunakanlah untuk hal- hal yang bermanfaat seperti  mencari ilmu untuk menjadi ibu terbaik bagi anak -anak kita. Mencari cara mendidik anak agar menjadi generasi cinta Alquran. Ajak anak dalam kegiatan ini pula agar anak menjadi cinta pada pengetahuan misalnya sekadar melihat video pendidikan.

Kedua, saat beraktivitas dengan anak, jangan meninggalkan anak tanpa pengawasan sama sekali. Artinya jika kita tidak berada dekat sekali dengannya pastikan bisa melihat apa yang dilakukan si kecil. Atau bisa juga meminta bantuan pada orang lain untuk menjaganya sementara waktu.

Ketiga, jauhkan anak dari hal-hal yang berbahaya seperti listrik, api, air panas, kolam, tebing, benda- benda tajam.

Keempat, bekali mereka dengan iman dan takwa serta doa terbaik dari kita. Saat bersama dengan anak inilah kita tanamkan pada mereka mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang berbahaya dan aman.

Kelima, ajari mereka untuk percaya bahwa kita adalah ibu yang terbaik untuk mereka. Anak harus yakin bahwa mereka aman bersama kita. Sehingga anak akan berusaha mengatakan pada kita saat anak berada dalam bahaya.

Keenam, percayalah tidak akan ada yang terjadi di dunia ini tanpa seizin Allah SWT. Apabila kita sudah berusaha sebaik mungkin menjaga anak kita tapi masih saja anak terbentur atau tersandung dan lainnya adalah hal yang wajar. Percaya dan yakin bahwa Allah tidak akan menguji kita melebihi kemampuan kita.

Ketujuh, ambil hikmah dari apa yang sudah terjadi dan jangan biarkan terulang lagi. Setiap apa yang terjadi harus menjadi pelajaran yang penting bagi kita untuk menjadi ibu terbaik. Jangan patah semangat dan terlalu menyalahkan diri sendiri saat telah terjadi kelalaian.

Terakhir, berdoalah pada Allah agar Dia memudahkan kita menjadi ibu terbaik yang mampu mencetak generasi gemilang. Generasi yang akan memuliakan Islam dengan segenap kemampuan optimal yang ia miliki. Insya Allah. (rf/voa-islam.com)

*Penulis adalah Pemerhati Anak Kota Batu

Ilustrasi: Google

Sumber :Voa-islam.com 

Selasa, 24 Juli 2018

Bunda, Biasakan Si Kecil Lakukan Ini Sebelum Tidur

Bunda, Biasakan Si Kecil Lakukan Ini Sebelum Tidur


10Berita, ISTIRAHAT adalah kebutuhan penting bagi anak. Sebab, anak menjalani aktivitas seharian dengan penuh kegembiraan. Dan sebagai manusia biasa, ia tidak akan mampu terjaga sepanjang hari. Pasti ada kalanya mata ingin terpejam dan merasakan kenyamanan di dunia yang lain.

Meski begitu, ketika tidur, dalam Islam memiliki adab-adabnya tersendiri. Nah, agar anak mampu terbiasa, maka sudah menjadi tugas orang tua untuk mengarahkannya. Dan butuh tenaga ekstra untuk melakukan hal itu.

Sebab, tidak mudah bagi anak untuk mengikuti apa yang diperintahkan oleh orang tuanya. Lalu, seperti apa menerapkan syariat Islam ketika tidur pada anak?

BACA JUGA: Berbahagialah Orang Tua yang Punya Anak Perempuan

Bila anak masih mengompol, kita biasakan untuk buang air kecil sebelum tidur. Bila mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ, kita mengambil air wudhu. Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra bin ‘Azib, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika engkau datang ke tempat tidurmu, maka berwudhulah seperti wudhumu untuk shalat.”

Membiasakan buang air kecil sebelum tidur itu membutuhkan kesabaran. Membiasakan berwudhu sebelum tidur, membutuhkan kesabaran yang lebih ekstra. Semua memang bermula dari orangtuanya. Mengapa?

Anak adalah iminator ulung. Jika orang tua mulai menjaga keistiqamahan mengambil air wudhu sebelum tidur, lama kelamaan anak akan bergerak melakukannya tanpa disuruh. Hingga suatu ketika, mungkin kita akan dibuat takjub saat menjumpai anak menyalakan kran.

Ketika kita bertanya, “Sedang apa, sayang?”

Ia pun menjawab dengan polosnya, “Berwudhu, Umi.”

Ketika sedang berada di peraduan, bila anak masih tidur bersama orang tuanya, kita biasakan untuk mengajak berdoa dengan suara keras. Demikian pula ketika bangun tidur, kita menyambutnya dengan melantunkan doa. Terkecuali anak telah besar dan terbiasa berdoa sendiri, tanpa perlu dibimbing. Kita cukup mengingatkan, “Sudah membaca doa belum?”

BACA JUGA: Anakku, Argo yang Terus Berjalan

Dengan membiasakannya membaca doa, walaupun tanpa mengajarinya face to face untuk menghafal, lama kelamaan anak hafal dengan sendirinya. Selain itu, ada pula zikir-zikir sebelum yang bisa kita ajarkan. Di antaranya surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas, kemudian meniupnya dengan tangan dan menyapukan ke seluruh tubuh yang bisa dijangkau, dimulai dari bagian muka, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari.

Selain itu, Bukhari juga meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ membaca ayat kursi (Al-Baqarah: 255), yang akan memberikan penjagaan pembacanya dari setan. []

Referensi: Orang Tua Hebat Melahirkan Anak Hebat/Karya: Fadlan al-Ikhwani/Penerbit: Al-Qudwah Publishing

Sumber :Islampos.


Jumat, 20 Juli 2018

Anak-Anak Mendengar dengan Mata, Tidak dengan Telinga Mereka

Anak-Anak Mendengar dengan Mata, Tidak dengan Telinga Mereka

10Berita, SALAH satu pelajaran paling mendalam yang Saya ajarkan ialah: “Anak-anak mendengar dengan mata mereka, tidak dengan telinga mereka.”

Jika Anda menasihati anak Anda mengenai bahaya merokok, sementara Anda memegang rokok di tangan Anda, ucapan Anda tidak akan berpengaruh apa-apa, terlepas dari seberapa benarnya. Anak Anda akan melihat apa yang ada di tangan Anda dan mengambil pelajaran dari itu, mengabaikan apapun yang Anda katakan.

Dengan cara yang sama, alasan mengapa anak Anda mungkin tidak peduli tentang al-Quran meskipun Anda membawa mereka ke 5 sekolah Islam berbeda ialah karena Anda sendiri tidak tahu cara membacanya, tidak pula Anda melakukan upaya aktif untuk melakukannya. Kemunafikan tidak akan hilang dari anak-anak. Tidak akan pernah.

Baca: Jangan Takut Punya Banyak Anak!


Bahkan jika mereka belajar bagaimana secara fisik membaca, menulis, dan menghafalkan, itu tidak menembus hati mereka.

Di sisi lain, Saya mengenal beberapa orang tua yang membaca dan menghafalkan Quran setiap hari sebagai bagian dari gaya hidup mereka, dan anak-anak mereka (yang baru saja belajar berjalan) berupaya membaca Quran tanpa pernah disuruh. Anak-anak mereka di bawah umur 10 tahun telah menghafal sebagian besar Quran tanpa pernah dipaksa.

Apakah Anda suka atau tidak, Anda adalah role model terbesar mereka dalam setiap hal yang Anda lakukan, secara sadar dan tidak sadar.

Ini tidak hanya berlaku pada anak-anak. Beginilah cara kerja manusia. Anda melihat beberapa orang –baik bos, ayah, atau orang tua– berteriak dan menjerit demi penghormataan yang akhirnya tidak mereka dapatkan, sementara Anda juga melihat orang lain mendapatkan rasa hormat tanpa pernah mereka meminta atau menuntut. Itu karena mereka mempraktekkan apa yang mereka nasihatkan.

Sulit mengeluh pada atasan Anda tentang datang ke kantor pada jam 9 pagi ketika Anda melihat dia datang pada jam 8 pagi. Sulit memberitahu ayah Anda mengapa membaca 1 jus sehari terlalu banyak ketika dia membaca 2 jus sehari.

Bahkan, semakin Anda membuktikan nasihat Anda melalui tindakan, Anda tidak akan banyak bicara. Ketika teman Anda melihat bagaimana Anda memaafkan seseorang yang tidak pantas dimaafkan, itu adalah pelajaran hidup mereka, tanpa satu patah katapun dikeluarkan. Ketika mereka menjadi seseorang yang lebih besar, mereka tidak perlu datang ke Anda untuk meminta nasihat; Anda telah menasihati mereka lebih dalam dari pada kata-kata Anda.

Baca: Kisah Kesabaran Ibu Dianugerahi Tiga Anak Tunanetra


Aisyah (semoga Allah merahmatinya) menggambarkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam sebagai al-Quran berjalan. Itulah mengapa para sahabat memujanya. Ketika Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam shalat dengan sangat lama hingga kakinya membengkak, Aisyah bertanya mengapa dia melakukannya padahal dosanya di masa lampau dan masa depan telah dimaafkan, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallammenjawab, “bukankah seharusnya Aku menjadi budak yang bersyukur?

Ketika para sahabat membangun parit dan memberitahu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam betapa laparnya mereka, menunjukkan padanya batu yang mereka ikat di perut mereka untuk menahan lapar, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallammengangkat bajunya dan memperlihatkan pada mereka dua batu yang dia ikat di perutnya. Para sahabat kemudian kembali bekerja.

Dialah adalah pria yang tidur di kasur keras yang bahkan meninggalkan bekas luka di punggungnya. Ketika dia mengatakan pada para sahabat untuk beribadah pada malam dan tidur sedikit, tidak ada satupun pertanyaan ditanyakan.

Jangan mengeluh tentang anak, pasangan, murid, atau karyawan Anda ketika solusinya tidak ditemukan melalui tindakan Anda sendiri.*

Artikel ditulis oleh Salah Sharief dari Ilmfeed, diterjemahkan Nashirul Haq AR

Sumber :Hidayatullah.com 

Jumat, 06 Juli 2018

Inilah 3 Langkah Melatih Anak Mengatur Keuangan

Inilah 3 Langkah Melatih Anak Mengatur Keuangan


Oleh: Vinci Pamungkas, S.Pd

10Berita, Setelah idul fitri berlalu, biasanya kantong anak-anak jadi tebal. Indonesia memang punya tradisi bagi-bagi uang atau biasa disebut angpao saat lebaran. Biasanya yang jadi sasaran adalah anak-anak kecil alias bocah-bocah. Pasalnya, memberi uang ke mereka tak perlu modal besar. Uang 10 ribu baru yang masih kaku sudah membuat mereka sumringah.

Uang-uang angpao itu ketika dikumpulkan, ternyata lumayan besar jumlahnya. Bocah-bocah ini tiba-tiba jadi kalap. Tiap ada tukang jualan lewat rumah, mereka panggil. Mulai dari tukang es krim, bakso, balon, sampe tukang rujak mereka beli. Uang mereka lenyap dalam sekejap. Ini terjadi karena mereka tidak terbiasa memegang uang banyak. Biasanya setiap mau jajan saja mereka minta uang ke bundanya. Atau saat jajan, bunda yang membayar. Anak tidak tahu menahu soal pembayaran.

Jika kekalapan itu hanya terjadi saat lebaran, mungkin tidak masalah. Toh hanya terjadi satu tahun sekali. Tapi bagaimana jika terjadi setiap hari? Anak terus menerus minta jajan padahal dia tak terlalu menginginkannya, alias konsumtif. Maka ini bisa berbahaya bagi kantong ayah dan bunda, juga masa depan anak-anak kita. Oleh karena itu, anak-anak perlu dilatih mengatur keuangan.

Menurut coach parenting Abah Ihsan, anak usia sekolah dasar (minimum 7 tahun) sudah bisa diajarkan mengatur keuangan dengan memberikan uang saku kepada mereka per pekan atau per bulan. Adapun langkah-langkah penerapannya adalah sebagai berikut:

Survei. Saat menetapkan uang saku untuk anak, ayah dan bunda harus bijak. Jangan terlalu sedikit tapi juga tidak berlebihan. Perkirakan dengan bijak berapa uang saku yang pantas sesuai dengan umur anak, harga-harga jajanan di sekolah anak, harga jajanan kesukaan anak, dll.Akad. Sampaikan pada anak bahwa mulai besok atau pekan depan, uang sakunya akan diberikan langsung untuk satu pekan (mulai dengan satu pekan terlebih dahulu, jangan langsung satu bulan). Sampaikan berapa jatah jajan per harinya hingga cukup untuk satu pekan. Yang terpenting sampaikan bahwa ayah dan bunda tidak akan memberikan uang lagi jika sebelum satu pekan uangnya sudah habis.   Konsisten. Ayah dan bunda harus konsisten terhadap akad yang telah disepakati. Kemungkinan besar anak belum mampu mengatur uangnya dan habis sebelum satu pekan. Ayah dan bunda harus tegas dan jangan goyah walaupun anak merengek sampai menangis. Kekonsistenan ayah dan bunda adalah kunci latihan ini.

Manfaat yang didapat dari latihan mengatur uang saku ini sangat banyak. Yang utama, tentu anak akan terbiasa mengatur keuangannya. Selain itu, anak belajar amanah, menahan diri, memahami matematika riil dari pembagian uang saku per hari. Konsep penambahan dan pengurangan dari proses memberikan uang dan menerima kembalian bisa langsung diasah di lapangan. Selain itu anak otomatis belajar bermuamalah atau jual beli dan adab-adabnya, serta belajar mandiri.

Setiap anak akan berbeda-beda waktu keberhasilannya. Tidak masalah, karena kemampuan anak memang tidak sama antara satu dengan yang lain. Nikmati saja proses belajarnya karena hasilnya akan dinikmati hingga anak dewasa. Saat itulah orang tua akan memetik hasil saat anak mandiri finansial dan pandai pula mengatur keuangan. Selamat mencoba! (rf/)

Ilustrasi: Google

Sumber :voa-islam.com

Rabu, 04 Juli 2018

Pakar; Jangan Berikan Anak Gadget Saat Sedang Rewel

Pakar; Jangan Berikan Anak Gadget Saat Sedang Rewel

10Berita –  Jaman sekarang kebanyakan dari orang tua tidak mau ambil pusing kalau anaknya sedang rewel. Mereka cenderung langsung memberikan gadget untuk menaklukkan sang anak. Masalah pun terselesaikan dengan mudah dan cepat. Namun, tahukah anda kalau hal ini tidak baik?

Kondisi ini sebenarnya merupakan kenyataan miris. Sikap orangtua memberikan gadget demi membuat anak lebih terkontrol. Namun mereka belum sadar akan bahaya smartphone yang akan ditimbulkan. Pasalnya hal ini akan berdampak buruk pada perkembangan emosi anak karena justru mereka cenderung kecanduan dengan gadget.

Ikatan Dokter anak Amerika Serikat (American Academy of Pediatrics) sangat menekankan para orangtua untuk tidak menggunakan teknologi sebagai cara untuk menenangkan atau menenteramkan emosi negatif pada anak.

“Dengan langsung ‘memperbaiki’ emosi anak dengan gadget maka ia tidak akan belajar bagaimana mengelolanya,” ungkap Megan Owenz, seorang psikolog anak, dikutip dari Motherly.

Secara khusus mereka menyatakan, “Kekhawatiran bahwa menggunakan media/gadget sebagai strategi untuk menenangkan, dapat menyebabkan masalah dengan pengaturan batas atau ketidakmampuan anak-anak untuk mengembangkan regulasi emosi mereka sendiri” .

” Pada dasarnya, anak-anak membutuhkan pengalaman merasakan emosi-emosi negatif yang ada. Hal itu membantu anak mengembangkan pengendalian diri dan akan sangat dibutuhkan dalam membentuk aspek kecerdasan emosinya,” ujar Owenz.

Bagaimanapun interaksi social dengan lingkungan sekitar adalah penting bagi anak. Hal ini akan sulit terjadi kalau anak sudah kecanduan dengan gadget yang telah diberikan oleh orang tuanya. Maka dari itu, lebih bijaklah untuk memberi gadget kepada anak.

Perlu diingat bahwa Mengontrol emosi merupakan komponen dari kecerdasan emosi yang sangat penting untuk diajarkan sejak dini. Yaitu kemampuan seseorang mengekspresikan emosi dengan baik. Artinya tak menyakiti diri sendiri dan orang lain. (mdk/ram)

Sumber : Merdeka.com

Sabtu, 24 Maret 2018

Ibu, Jangan Pukul Anak yang Lambat Atau Ngeyel Saat Kamu Perintah. Nanti Kamu Menyesal

Ibu, Jangan Pukul Anak yang Lambat Atau Ngeyel Saat Kamu Perintah. Nanti Kamu Menyesal


10Berita, Kita tentu akan sependapat bahwa tingkah anak, apalagi yang usianya masih balita, memang terkadang bisa bikin naik pitam. Anak sudah dibiling satu kali, tetap saja ia mengulangi perbuatannya lagi. Lalu kadang juga ia tak menurut.

Situasi seperti itu tak jarang membuat para ibu menjadi jengkel dan marah. Tak sedikit yang kemudian memukul anaknya agar ia bisa diam. Agar ia patuh. Tapi ternyata tak seperti itu lho Bunda.

Seorang anak tentu akan bertingkah seperti halnya anak-anak yang lain. Penuh dengan kepolosan dan tanpa beban dalam pikiran.

Mereka asik dengan dunianya, walau terkadang hal-hal yang melakukan merupakan hal yang tidak baik untuk mereka lakukan. Di sinilah peran orang tua begitu berpengaruh bagi tingkah laku anak untuk masa depannya.

Biasanya akibat salah dalam mendidik, seorang anak merasa tertekan dan tidak menyukai dunia yang sedang ia alami. Seperti halnya tingkah orang tua, terutama ibu yang memperlakukan keras kepadanya.

Hal inilah yang membuat anak merasa tertekan dan bahkan membenci orang yang telah melahirkannya sendiri.

Hal yang biasa terlihat dalam kehidupan kita ialah seorang ibu yang begitu mudahnya memukul kepada anak, ketika anak melakukan kesalahan. Tentu saja, anak tersebut menangis dan tak mau dekat dengannya.

Bahkan ironisnya, ketika sudah tahu anak tersebut menangis, sang ibu malah lebih menambah pukulannya dengan begitu keras, hingga anak tak mampu lagi menahan tangisnya.

Ternyata, mungkin karena emosi sang ibu yang tak tertahankan karena melihat tingkah anaknya yang begitu hiperaktif, maka tak jarang pula ibu yang melaknat anaknya sendiri.

Perbuatan inilah yang sudah termasuk dalam kategori dosa besar. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang banyak melaknat tidak akan menjadi pemberi kesaksian dan syafaat pada hari kiamat kelak.” (HR. Muslim).

Maka dari itu, sejengkel apa pun kita menghadapi anak, kita harus bisa mengontrol diri. Jangan biarkan emosi menguasai diri Anda. Anda tak mau kan, kalau-kalau anak Anda sendiri tak mau mengakui Anda sebagai ibu?

Nah, maka dari itu, mendidik anak ke arah yang baik itulah yang harus dilakukan, bukan berarti kita menerapkan sistem kekerasan pada anak. Boleh saja kita melakukannya, tapi kita harus tahu kadarnya.

Jangan sampai, pukulan itu yang tadinya membuat anak untuk mengerti, malah membuat anak semakin melunjak, hingga tingkahnya tak terkendali.

Menurut saya memang kita sebaiknya tidak memukul anak saat usia anak kurang dari 10 tahun. Tapi ada pula yang berpendapat bahwa memukul anak itu diperbolehkan dalam situasi dan kondisi tertentu lho Bunda. Tujuannya untuk memberikan pendidikan pada anak.

Tapi kata orang memukul juga kadang diperbolehkan. Saat situasi yang bagaimana orang mesti memukul anak?

Saya kutip dari tulisan Dewi Arum yang dimuat di kompasiana, bahwa ‘hukum pukul hanyalah bagian kecil dari konsep dasar hukuman dalam lingkup ganjaran. Namun yang menjadi persepsi umum adalah bahwa hukuman adalah hukum pukul.

Mereka lupa dengan bentuk hukuman lainnya. mereka telah mempersempit definisi yang sebenarnya sangat luas; dan memperluas apa yang sempit, yakni hukum pukul itu sendiri.

Mereka menggeneralisir suatu bagian kecil; padahal dalam konsepnya, penggunaan bagian kecil itu diatur dengan syarat dan batasan tertentu; dengan tetap memperhatikan kondisi yang melingkupinya dan aturan yang mengaturnya.

Bila manfaat yang diharapkannya tidak bisa terjadi, maka hukuman ini pun hendaknya ditiadakan sebagai satu bentuk hukuman dan proses pendisiplinan dalam dunia pendidikan.

Dalam bukunya Risaalatu Riyaadhatu Shibyaan, Syamsudin Al-Bani memaparkan cara yang harus dipenuhi ketika hendak memberikan hukum pada anak, yaitu memukul anak kecil :

Pertama, Pukulan diberikan dengan jeda; yakni tidak dilakukan secara terus menerus.

Kedua, Ada fase antara satu pukulan dengan pukulan lain untuk meringankan rasa sakit.

Ketiga, Jangan memukul lengan agar tidak menambah rasa sakit.

Keempat, Jangan memukul ketika pendidik sedang marah sebagaimana ketika Nabi saw melarang seorang hakim mengadili ketika ia sedang marah. Larangan ini pun berlaku untuk pendidik anak.

Umar bin Abdul Aziz pernah memerintahkan asistennya untuk memukul seseorang, ketika perintah tersebut akan dilakukan, Umar bin Abdul Aziz malah memerintahkan untuk menghentikan dan membuat orang-orang heran.

Beliau berkata, “Aku sedang marah dan aku tidak suka memukul ketika sedang marah.”

Pukulan pun harus dihentikan di kala anak merasa ketakutan. Hal ini menandakan bahwa hukum yang ada telah bekerja dampaknya hingga tidak diperlukan lagi.

Jangan memukul sebelum anak berumur sepuluh tahun. Sedang dalam hadits riwayat Tirmidzi dinyatakan berumur tiga belas tahun. Ismail bin Said berkata, Ahmad ditanya tentang masalah memukul anak dalam urusan shalat. Ia berkata, ‘jika sudah baligh –yakni berusia sekitar sepuluh tahun’.

Atsram  mengungkapkan, ‘anak dihukum sesuai kesalahannya dan jika pukulan tersebut memang diperlukan. Anak kecil yang belum berakal jangan dipukul sampai ia berumur tiga belas tahun

Diriwayatkan dari Anas bahwa nabi saw. bersabda, “perintahkan anak kalian shalat di kala berusia tujuh tahun dan pukullah –bila tidak melakukannya- di kala mereka berusia tiga belas tahun” (HR. Tirmidzi).

Rasulullah saw. bersabda, “Jika seorang dari kalian memukul pelayan, lalu ia menyebut nama Allah, maka angkat tanganmu! –yakni hentikan” (HR. Tirmidzi)

Demikianlah adab dan ketentuan memukul anak dalam islam.. Semoga bermanfaat yaa.

Sumber: momonganak.org

Senin, 26 Februari 2018

Teknik yang Perlu Ibu Ketahui Untuk Mengatasi Anak yang Tantrum

Teknik yang Perlu Ibu Ketahui Untuk Mengatasi Anak yang Tantrum


10Berita, Anak-anak yang tidak bisa mengekspresikan permintaan atau emosi biasanya suka menunjukkan rasa kesal. Oleh karena itu, sebaiknya Anda mengajarkan beberapa kosakata yang menunjukkan ekspresi emosi seperti ‘marah, sedih, lelah, dan kecewa’.

Berdasarkan hasil data statistik, ditemukan bahwa 20% dari anak-anak berusia 3-4 tahun dan 11% dari anak-anak berusia 5 tahun menunjukkan rasa kesal lebih dari dua kali dalam sehari.

Mengapa anak-anak walau sudah besar juga masih menunjukkan tantrum? Ini karena kebanyakan anak-anak belum mempelajari cara mengekspresikan emosi atau cara berkomunikasi dengan baik. Bantulah anak Anda agar dapat mengekspresikan emosi diri ketika sedang memiliki emosi yang negatif.

1. Ajarilah Anak Mengenai Ungkapan-ungkapan Untuk Mengekspresikan Kekecewaan
Anak-anak yang tidak bisa mengekspresikan permintaan atau emosi biasanya suka menunjukkan rasa kesal. Oleh karena itu, sebaiknya Anda mengajarkan beberapa kosakata yang menunjukkan ekspresi emosi seperti ‘marah, sedih, lelah, dan kecewa’.

Cobalah temukan dua tiga kosakata yang menjelaskan tentang ekspresi emosi yang dapat memicu kekesalan anak, sehingga anak dapat lebih mudah mempelajari emosi.

Selain itu, gunakan kata-kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan juga bacakan buku yang berhubungan dengan ekspresi emosi. Jika tidak ada buku, bisa juga dengan memberikan contoh mengekspresikan emosi yang disesuaikan dengan keadaan.

Setelah anak memahami kosakata tersebut, bantulah anak agar dapat mengekspresikan emosi dirinya sesuai dengan keadaan, berkata seperti “Aku sedang marah” ketika anak memang sedang merasa marah.

Awalnya mungkin anak tidak terbiasa, sebaiknya Anda terus mengingatkan anak untuk menggunakan kosakata yang sesuai dengan perasaan hatinya.

“Ternyata kamu sedang kesal ya. Coba ceritakan ke Bunda apa yang sedang kamu rasakan!”, ucapkanlah dengan lembut, sehingga anak dapat mengekspresikan emosi diri dan sedikit demi sedikit rasa kesalnya akan menghilang.

Setelah itu, kemampuan kosakata anak juga ikut meningkat, sehingga ketika kesal anak tidak lagi menangis atau menendang-nendang dan dapat menggunakan kosakata tersebut untuk menunjukkan emosi dirinya.

2. Berlatihlah Agar Anda Tidak Menjadi Stres
Jika ibu dan anak sama-sama marah dan kesal, ini malah dapat mengakibatkan keduanya lelah secara emosional. Oleh karena itu, Anda perlu berusaha untuk membalikkan suasana.

Hindari penjelasan panjang, mencari-cari dan menghasut permasalahan. Anda hanya perlu mengatasi hati Anda yang lelah. Karena semua penjelasan Anda tidak akan masuk ke dalam telinga anak ketika ia sedang menunjukkan tantrum atau tidak mendengar Anda.

Karena sekarang ini anak pasti tidak mendengar Anda, maka sebaiknya tenangkan diri dan carilah cara untuk membalikkan kembali suasana hati si kecil terlebih dahulu.

3. Saat Hendak Marah, Cobalah Mengingat Kembali Jati Diri Anda
Ketika hendak meredakan emosi anak, apakah Anda sudah menunjukkan respons yang konsisten? Apakah Anda bersikap tenang dan kepala dingin?

Saat Anda dapat mengontrol amarah dan mengintrospeksi diri, suatu hari pasti anak dapat memahami kondisi ini.

4. Pikirkan Penyebab Awalnya
Jika emosi anak sering meledak-ledak dan menunjukkan tantrum, Anda perlu melacak masalah awalnya. Anda perlu menemukan pola kapan dimana anak sering menunjukkan rasa kesal.

Misalnya, ketika anak mengantuk sebelum tidur siang, setelah pulang dari sekolah, atau ketika dihadapkan dengan lingkungan baru, pasti ada masa dimana anak menunjukkan rasa kesal dan merengek. Saat seperti ini, cobalah pikirkan terlebih dahulu adakah solusi yang tepat untuk mengatasinya.

5. Terlebih Dahulu Memikirkan Konsekuensi Dari Tindakan Anak
Jika Anda terlebih dahulu sudah memikirkan solusi untuk mengatasi anak yang merengek atau tidak mendengarkan Anda, Anda dapat meredam terlebih dahulu luapan emosi yang berlebihan.

Anda dapat mengingat apa yang harus dilakukan ketika Anda marah. Jika anak terus menunjukkan rasa kesal walau sudah Anda berikan perhatian, maka Anda harus memperingatkan tentang hukuman yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Misalkan dengan membuat anak duduk di tempat yang telah ditentukan atau mencabut salah satu haknya. Walaupun sulit, namun yang terpenting adalah menjalankannya secara konsisten.

Sumber: havitplay.com, Islamidia