OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label Gimana Ahoker Nggak Perih? By Zeng Wei Jian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gimana Ahoker Nggak Perih? By Zeng Wei Jian. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Maret 2019

Surat SBY, Jawaban Atas ‘Nyanyian’ Agum Gumelar

Surat SBY, Jawaban Atas ‘Nyanyian’ Agum Gumelar


10Berita -Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kini tengah fokus menemani istrinya, Ani Yudhoyono di National University Singapura (NUS) merasa terusik dengan “nyanyian” Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Agum Gumelar.
Sebab, mantan Danjen Kopassus itu telah mengeluarkan pernyataan yang seolah membenturkan SBY dengan calon presiden yang diusung Prabowo Subianto.


SBY pun menulis sepucuk surat yang ditujukan kepada kader Demokrat untuk menjawab “nyanyian” Agum Gumelar. Berikut petikan surat SBY tersebut:
Teman-teman, utamanya para Kader Demokrat

Setelah hampir 3 bulan saya “berpuasa” dan tidak berinteraksi di dunia media sosial, maaf, kali ini saya ingin menyampaikan sesuatu.

Tadi malam, ketika saya mendampingi Ibu Ani di rumah sakit “NUH” Singapura, saya harus menenangkan perasaan Ibu Ani yang terus terang terganggu dengan pernyataan Pak Agum Gumelar beberapa saat yang lalu. Teman-teman tahu bahwa Pak Agum, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba menyerang dan mendiskreditkan saya soal pencapresan Pak Prabowo. Nampaknya Ibu Ani merasa tidak “happy” dengan kata-kata Pak Agum yang menghina saya sebagai “tidak punya prinsip”.

Melihat Ibu Ani sedih, saya juga ikut sedih. Mengapa? Ibu Ani saat ini sedang berjuang untuk melawan dan mengalahkan kanker yang menyerang dirinya. Ibu Ani bersama saya, siang dan malam, sedang berusaha untuk menjaga semangat dan kesabaran, agar tetap kuat menghadapi serangan kanker yang menimpa Ibu Ani.  Tentu, sebagai pendamping setia Ibu Ani saya sedih kalau ada berita yang justru menggangu hati dan pikirannya.

Yang kedua, ternyata yang membuat Ibu Ani sedih adalah karena kami merasa selama ini hubungan keluarga Pak Agum dengan keluarga kami baik. Bahkan, di samping Ibu Linda pernah bersama-sama mengemban tugas di pemerintahan selama 5 tahun, Ibu Ani juga sangat sayang kepada Ibu Linda Gumelar.

Namun, saya bisa meyakinkan Ibu Ani bahwa Pak Agum menyampaikan kata-kata tak baik itu karena hampir pasti tidak tahu dilema dan persoalan yang saya & Partai Demokrat hadapi dalam pilpres 2019 ini. Jika tahu, tak akan berkata begitu. Kecuali kalau Pak Agum memang tidak suka dan benci dengan saya. Saya juga mengatakan kepada Ibu Ani … “Percayalah saat ini lebih banyak orang yang bersimpati dan bahkan mendoakan Ibu Ani agar Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa mengangkat penyakit Ibu Ani, dibandingkan dengan yang mencercanya”.

Teman-teman, tentu saja saya sangat bisa menjawab & melawan  “pembunuhan karakter” dari Pak Agum Gumelar terhadap saya tersebut. Tetapi tidak perlu saya lakukan, karena saya pikir tidak tepat dan tidak bijaksana. Saya malu kalau harus bertengkar di depan publik. Apalagi saat ini situasi sosial dan politik makin panas. Bagai jerami kering di tengah musim kemarau yang ekstrim dan panjang. Yang diperlukan bukanlah api, tetapi sesuatu yang meneduhkan & menyejukkan. Apalagi polarisasi dalam kontestasi pilpres kali ini boleh dikatakan lebih keras dan ekstrim, ditambah jarak yang makin menganga antar identitas dan kelompok politik. Terus terang saya khawatir jika terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan di negeri ini, kalau kita semua, utamanya para pemimpin dan elit tidak pandai dan tidak arif dalam mengelolanya.

Saya juga meyakini, bahwa meskipun sebagai anggota Wantimpres mungkin Pak Agum Gumelar sangat dekat dengan Pak Jokowi, salah satu capres kita, belum tentu kata-kata Pak Agum itu sepengetahuan atau apalagi atas permintaan Pak Jokowi. Sebab, di antara kami, Pak Jokowi dan saya, berada dalam sikap dan posisi untuk saling menghormati. Secara sosial dan politik, sikap kami ini tentunya baik agar situasi nasional tetap teduh. Secara moralpun memang harus demikian.

Saya hanya minta satu hal kepada teman-teman, termasuk kader Demokrat, yang selama ini aktif berinteraksi dengan Ibu Ani di media sosial, agar untuk sementara tidak mengabarkan berita-berita yang mengganggu hati dan pikiran Ibu Ani. Saya tahu Ibu Ani tidak ingin hidup menyendiri, apalagi merasa terasing lantaran Ibu Ani sedang menderita “blood cancer”. Saya tahu Ibu Ani ingin tetap berkomunikasi dengan para sahabat. Namun, sekali lagi, tolong ikut menjaga hati dan perasaan Ibu Ani dengan cara membatasi penyampaian berita atau isu yang bisa menambah beban pikirannya.

Itu saja teman-teman yang ingin saya sampaikan. Selamat berjuang dan teruslah berbuat yang terbaik untuk rakyat dan Indonesia kita.

Salam sayang dan salam hangat dari Ibu Ani dan saya. 

SBY ~ Singapura, 15 Maret 2019. [rmol]
Sumber: Eramuslm


Kamis, 12 Oktober 2017

Gimana Ahoker Nggak Perih? By Zeng Wei Jian

Gimana Ahoker Nggak Perih? By Zeng Wei Jian


 Gimana hati Ahoker ngga perih, kalo liat historical plot pilkada 2017. Ahok kalah 2 digit. Ngilu. Perih. Pedih. Bagaikan disayat-sayat sembilu, lalu disiram Asam asetat C2H4O2 (cuka).

Ahok diusung banyak partai besar, politisi top, taipan, seabrek artis, media, polling, relawan kotak-kotak, dan hantu.

Stigma "Ahok hebat" sudah lama dimainkan. Nancep ke dalam otak bocah-bocah milenial. Saat masa kampanye resmi, atribut mereka paling mewah. Pake kemeja kotak-kotak. Bikin stiker. Sewa artis. Belum cukup, badai sembako dihadirkan. Leaflet hitam disebar. Iwan Bopeng dikerahkan di TPS. Ahok percaya diri menang 1 putaran.

Nyatanya, Ahok sudah kampanye dan bentuk mesin politik ketika program "KTP Gue Buat Ahok" dirilis. Booth-booth Teman Ahok dan relawan-berbayar bermunculan. Dana mereka seakan unlimited.

Memasuki putaran kedua kampanye, Ahok diusir di mana-mana. Mereka tetep bagi-bagi sembako, print leaflet gelap, produksi video rasis, dan cetak buku halal memilih pemimpin kafir. Di injury time, mereka mendatangkan badai sembako lagi. Kali ini, sapi-sapi juga dimainkan.

Tau-tau, Ahok-Jarot kalah telak. Ini kekalahan termasif sepanjang sejarah pemilu.

Ahoker kejang-kejang. Nangis ngga karuan. Divideoin pula. Balai Kota diduduki. Mereka kirim bunga. Nyampah. Ngga puas, mereka beli balon. Tanggal 8 Mei, saya dan Lieus Sungkharisma diusir dari Balai Kota, saat kita mau liat-liat balon Ahokers.

Kepedihan itu belum tuntas. Esoknya, tanggal 9 Mei, Ahok dinyatakan terbukti menoda agama. Kena pasal 156A. Hukumannya dua tahun.

Sore itu juga, Ahok dioper ke LP Cipinang. Ahoker semakin perih. Mereka nangis, guling-guling di aspal, dan jerit-jerit bebaskan Ahok. Seorang pejalan kaki digebukin hanya karena pake baju putih.

Ahokers yang perih menjadi kalap. Sudah kalah telak, eh masuk bui pula. Mereka mengepung LP Cipinang. Koyak-koyak gerbang penjara. Mirip orang sarap. Polisi meludahi muka seorang Ahoker perempuan. Malamnya mereka bakar ban.

Lalu, mereka rilis aksi lilin. Mereka export masalah ke luar negeri. Ahoker non WNI menggelar aksi di beberapa negara. Mereka mengecam peradilan Indonesia.

Hari demi hari berlalu. Banyak pengusaha die hard Ahoker middle class cari aman. Mulai jilat-jilat Anies-Sandi. Tim buzzer dan lie factory Ahokers bubar. Ngga ada bandar lagi. "Ahokers Sisa-Sisa" tetap menggerutu. Tetap melancarkan black campaign terhadap Anies-Sandi.

Mereka bilang Anies-Sandi Gubernur ASU, Gubernur Saracen, Menang karena dagang ayat dan mayat.

Pedihnya hati mereka. Kampanye hitam mereka ngga digubris. Publik malah bilang, "Dasar Ahoker Sakit Jiwa".

Bagi Ahoker, Waktu seakan berhenti. Mereka masih hidup di masa-masa kampanye. Ngga sadar, masa itu telah berlalu lama sekali. Sebentar lagi, dalam hitungan hari, Anies-Sandi bakal dilantik. Mata dan muka Ahoker memerah. Gemeretak gigi, nafas tersengal-sengal, urat muka keras, saat mereka lihat foto-foto Sandiaga Uno fitting pakaian gubernur.

Hati Ahoker semakin perih, seakan ada belati di dalam liver, mana kala semua black campaign mereka jadi bumerang. Alih-alih bikin masyarakat benci, semakin banyak orang cinta Anies-Sandi.

THE END

Sumber: Portal Islam