OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label SAVE UYGHUR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SAVE UYGHUR. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 Agustus 2020

Pria Uighur Bagikan Rekaman saat Berada di Kamp Tahanan China, Ini Kisahnya

Pria Uighur Bagikan Rekaman saat Berada di Kamp Tahanan China, Ini Kisahnya





10Berita,Seorang pria Uighur yang dulu bekerja sebagai model berhasil membagikan cuplikan kehidupannya saat berada di dalam kamp tahanan China.

Menyadur BBC pada Rabu (05/08/2020), pria bernama Merdan Ghappar ini meninggalkan kampung halamannya di wilayah Xinjiang pada tahun 2009 untuk memulai karier modeling di Foshan, Cina selatan.

Xinjiang adalah kampung halaman bagi suku Uighur, minoritas etnik bagi sebagian besar umat Muslim di China.

Orang-orang di sana dipaksa untuk memutuskan kontak dengan dunia luar dan setidaknya 1 juta orang Uighur sudah ditahan dan diberi tuduhan dengan sewenang-wenang.

Ghappar Merdan yang sukses sebagai model kemudian ditangkap pada tahun 2018 atas tuduhan menjual ganja yang diyakini rekannya sebagai tuduhan 'mengada-ada'.

Ghappar dibebaskan pada November 2019 dan pada Januari 2020, ia pulang kembali ke kampung halamannya di Xinjiang. Namun, Ghappar tak sampai di rumah, ia menghilang.

Berselang sebulan Ghappar berhasil menghubungi keluarganya melalui aplikasi WeChat. Ia berkata ditahan di penjara polisi di Kucha, Xinjiang.

Selama beberapa hari, Ghappar bisa berhubungan dengan keluarganya tapi belakangan, komunikasi mereka terputus. Keluarga akhirnya memutuskan untuk mengirim video rekaman Ghappar dan pesan teks pada BBC dan The Globe untuk membuka tabir.

Keluarganya sadar bahwa keputusan mereka mungkin memperburuk situasi tapi mereka memiliki harapan untuk menarik perhatian dunia atas kenyataan ini.

Dari kiriman tersebut diketahui jika Ghappar pernah ditahan dipenjara selama 18 hari bersama 50 orang lainnya. Kepalanya ditutup karung dan mereka diborgol dengan rantai besi membelenggu mereka.

Ghappar mendapat jatah makan di dalam tahanan yang disajikan dalam mangkuk dengan banyak sendok untuk berbagi dengan sesama penghuni sel.

Ia juga sempat mengambil foto dokumen tentang 'pengakuan' bocah umur 13 tahun yang ingin 'bertobat atas kesalahan mereka dan menyerah secara sukarela'.

Ghappar sempat merasakan gejala virus corona dan suhu tubuhnya lebih tinggi dari biasanya. Ia kemudian di pindahkan ke ruangan dingin yang membuatnya tak bisa tidur.

Ketika kondisinya semakin parah, ia dipindahkan ke Pusat Kontrol Epidemi yang berisi tempat tidur dengan belenggu dan dijaga ketat oleh dua orang. Di sini, ia berhasil menyelundupkan ponsel dan mengirim cuplikan situasi kamar.

Ia merekam dalam posisi tangan diborgol di kasur dan menunjukkan jendela yang dipasang jeruji besi dengan suara propaganda China sebagai latar belakang. (suara)


Kamis, 02 Juli 2020

China Dilaporkan Berlakukan Wajib Aborsi Untuk Muslim Uighur

China Dilaporkan Berlakukan Wajib Aborsi Untuk Muslim Uighur


10Berita, Pemerintah China dilaporkan “menundukkan” ratusan ribu perempuan Uighur dan minoritas Muslim lainnya dengan metode kontrol kelahiran yang dipaksakan termasuk wajib aborsi.

Laporan investigasi Associated Press (AP) yang diterbitkan hari Senin mengatakan kebijakan itu bagian dari kampanye pemerintah untuk memangkas tingkat kelahiran di kalangan warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya.

Beberapa perempuan secara individu telah berbicara sebelumnya tentang pengendalian kelahiran secara paksa.

Menurut laporan AP, praktik ini jauh lebih luas dan sistematis daripada yang diketahui sebelumnya.

Laporan investigasi AP diperkuat dengan data statistik pemerintah, dokumen resmi negara dan wawancara dengan 30 mantan tahanan, anggota keluarga dan mantan instruktur kamp penahanan di Xinjiang.

Kampanye selama empat tahun terakhir di wilayah barat Xinjiang mengarah pada apa yang oleh beberapa ahli disebut sebagai “genosida demografis”.

Otoritas Xinjiang, menurut laporan AP, secara teratur menjadikan perempuan minoritas melakukan pemeriksaan kehamilan dan memaksakan AKDR, sterilisasi, dan bahkan aborsi.

Jumlah perempuan yang jadi target kebijakan itu mencapai ratusan ribu orang.

Langkah-langkah pengendalian populasi didukung oleh penahanan massal baik sebagai ancaman maupun sebagai hukuman karena tidak mematuhi kebijakan kontrol populasi tersebut.

Masih menurut laporan AP, memiliki terlalu banyak anak adalah alasan utama orang-orang dikirim ke kamp-kamp penahanan, di mana orang tua tiga anak atau lebih direnggut dari keluarga mereka kecuali mereka dapat membayar denda besar.

Polisi menggerebek rumah ketika mereka mencari anak-anak yang disembunyikan.

Gulnar Omirzakh, seorang warga etnik Kazakh kelahiran China, mengatakan pemerintah memerintahkannya untuk memasang IUD setelah dia memiliki anak ketiga pada 2016.

Namun dua tahun kemudian, pada Januari 2018, Omirzakh mengklaim empat pejabat dengan seragam kamuflase militer datang mengetuk pintu rumahnya dan memberinya waktu tiga hari untuk membayar denda senilai USD2.685 karena memiliki lebih dari dua anak.

Omirzakh mengatakan para pria yang mendatanginya memperingatkannya bahwa dia akan bergabung dengan suaminya, seorang pedagang sayur yang ditahan, dan satu juta etnis minoritas lainnya dikurung di kamp-kamp pengasingan, jika dia tidak membayar denda.

“Tuhan menitipkan anak-anak kepada Anda. Untuk mencegah orang memiliki anak adalah salah,” katanya.

“Mereka ingin menghancurkan kami sebagai manusia.”

Gulnar Omirzakh kini tinggal di rumah barunya di Shonzhy, Kazakhstan, bersama anak ketiganya, Alif Baqytali.

Tingkat kelahiran di sebagian besar wilayah Uighur di Hotan dan Kashgar anjlok lebih dari 60 persen dari 2015 hingga 2018, tahun terakhir yang tersedia dalam statistik pemerintah.

Di seluruh wilayah Xinjiang, angka kelahiran terus anjlok, di mana pada tahun lalu saja anjlok hampir 24 persen.

Ratusan juta dolar yang dicurahkan pemerintah untuk pengadaan alat kontrasepsi telah mengubah Xinjiang dari salah satu daerah dengan pertumbuhan tercepat di China menjadi yang paling lambat hanya dalam beberapa tahun.

Data ini merupakan hasil penelitian terbaru seorang sarjana studi China, Adrian Zenz.

“Penurunan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya…ada kekejaman terhadapnya,” kata Zenz, kontraktor independen di Victims of Communism Memorial Foundation di Washington, D.C.

“Ini adalah bagian dari kampanye kontrol yang lebih luas untuk menaklukkan warga Uighur,” imbuh dia, yang dilansir Fox News, Selasa (30/6/2020).

China Anggap Hoaks
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China menyebut laporan itu palsu dan merupakan berita palsu atau hoaks.

Kementerian itu mengatakan bahwa pemerintah memperlakukan semua etnik secara adil dan melindungi hak-hak hukum minoritas.

“Semua orang, terlepas dari apakah mereka etnik minoritas atau (etnik) Han China, harus mengikuti (aturan) dan bertindak sesuai dengan hukum,” kata juru bicara kementerian tersebut, Zhao Lijian.

Sumber: sindonews.com


Rabu, 10 Juni 2020

Muslim Uighur Dipaksa Jalani Pengadilan Rekayasa, Dihukum karena Tegakkan Shalat

Muslim Uighur Dipaksa Jalani Pengadilan Rekayasa, Dihukum karena Tegakkan Shalat





10Berita, Banyak Muslim Uighur yang dipenjara di kamp penahanan Tiongkok, setelah sebelumnya diadili dalam sebuah pengadilan rekayasa. Kebanyakan dari mereka ditangkap hanya  melaksanakan shalat, atau bepergian ke luar negeri. Ibadah shalat dan puasa dianggap kejahatan rezim Cina.

Empat mantan tahanan Uighur mengatakan kepada  Deutsche Welle (DW), mereka dipaksa untuk memilih dari daftar kejahatan, seperti pelanggaran memiliki paspor, mengenakan jilbab, atau melaksanakan shalat. Setelah itu menjalani persidangan tanpa perwakilan hukum atau bukti persidangan, menurut.

“Mereka mengancam kami. Jika Anda tidak mengambil apa-apa, itu berarti Anda tidak mengakui kejahatan Anda. Jika Anda tidak mengaku, Anda akan tinggal di sini selamanya. Itulah mengapa kami memilih salah satu kejahatan,” kata seorang wanita yang ditahan pada Maret 2018 kepada DW.

Salah satu mantan tahanan mengatakan daftar itu datang dengan harapan mereka bisa meninggalkan kamp pada akhirnya.

“Sejujurnya kami senang, setidaknya kami sekarang tahu periode waktu yang akan kami habiskan di kamp. Sebelumnya, tidak ada yang memberi tahu kami berapa lama kami harus tinggal,” katanya.

Sementara mantan tahanan lainnya, menggambarkan bagaimana, beberapa hari setelah ia dipaksa untuk memilih pelanggaran dari daftar, dia dihukum tanpa pengadilan.

“Saya dihukum 2 tahun, untuk pelanggaran bepergian ke luar negeri. Saya mulai merasa sangat sedih, tetapi dibandingkan dengan orang lain, hukuman saya adalah yang paling ringan. Beberapa orang diberikan enam tahun, bahkan 10 tahun,” katanya.

Tahanan lain diberikan persidangan, tetapi tidak ada pengacara, dan lima atau enam orang diadili secara bersamaan. Setelah diberi tahu hukuman mereka, tahanan harus mengatakan, bahwa mereka berjanji tidak akan mengulangi kesalahan lagi.

Hukuman yang lebih lama umumnya diberikan untuk tindakan keagamaan, seperti melaksanakan shalat secara teratur. Orang-orang yang dijatuhi hukuman lebih lama karena tindakan keagamaan langsung dibawa tidak lama setelah persidangan palsu diadakan.

Tidak jelas ke mana mereka dibawa, sementara yang lain dikirim ke kamp kerja paksa atau ditahan di rumah. Seorang tahanan yang ditahan di rumah dipaksa untuk menjadi tuan rumah dan melayani anggota Partai Komunis yang berbeda di rumahnya. Selain itu, ia juga menghadiri upacara pengibaran bendera, pertemuan partai, dan kelas bahasa Cina setiap hari.

Lebih dari satu juta orang, dan kebanyakan dari mereka Muslim dari etnis minoritas Uighur, ditahan di kamp-kamp di seluruh Xinjiang.Beijing mengklaim bahwa kamp-kamp tersebut adalah fasilitas pendidikan ulang sukarela yang dirancang untuk memberikan pelatihan kejuruan dan membimbing penduduk menjauh dari separatis etnis dan ideologi ekstremis Islam.

Sementara organisasi hak asasi manusia dan pemerintah barat mengatakan para tahanan ditahan diluar kehendak mereka dan mengalami sejumlah pelanggaran di dalam kamp, termasuk penyiksaan dan kerja paksa.

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh DW pada hari Senin (8/6), menuduh bahwa banyak tahanan dipaksa untuk secara sukarela memutuskan kejahatan dimana mereka dipenjara. Setelah mengambil satu atau beberapa kejahatan, mereka kemudian dihukum dalam pengadilan rekayasa tanpa perwakilan hukum atau proses hukum.

Banyak diantara 70 daftar pelanggaran yang disebut kejahatan itu tampaknya tidak berbahaya, termasuk bepergian atau berbicara dengan orang di luar negeri. ‘Pelanggaran’ lain seperti melaksanakan shalat atau mengenakan jilbab, adalah jelas bagian dari upaya pemerintah Cina yang menargetkan praktik Islam di wilayah Xinjiang yang mayoritas Muslim. (harianaceh)


Kamis, 20 Februari 2020

Guardian: Data Bocor Ungkap Penahanan Uighur karena Memelihara Janggut, Berjilbab, dan Menjelajah Internet

Guardian: Data Bocor Ungkap Penahanan Uighur karena Memelihara Janggut, Berjilbab, dan Menjelajah Internet



10Berita - Sebuah database milik Cina yang bocor mengungkapkan, pengiriman orang-orang Uighur ke kamp-kamp penahanan Cina karena agama. Indikatornya antara lain karena orang tersebut menumbuhkan jenggot, mengenakan jilbab, atau secara tidak sengaja mengunjungi situs web asing. Penilaian ini membuat seseorang dapat ditahan bahkan ketika tidak melakukan kejahatan.

Basis data yang disebut "daftar Karakax" ini terdiri atas 137 halaman. Data itu menguraikan secara perinci alasan utama penahanan 311 orang di tepi gurun Taklamakan di Xinjiang. Data itu bahkan tak hanya menyangkut mereka, tapi juga tentang lebih dari 2.000 orang kerabat mereka di luar negeri, tetangga, dan teman-teman mereka.

Daftar dalam data ini memuat antara lain nama orang yang ditahan, alamat, nomor kartu tanda penduduk (KTP), tanggal dan lokasi penahanan, serta data lain terkait keluarga, agama, dan latar belakang komunitas, alasan penahanan, serta alasan jika mereka memang harus dibebaskan.

Dilihat secara keseluruhan, database ini menunjukkan gambaran paling menyeluruh mengenai bagaimana Pemerintah Cina memutuskan orang yang akan masuk ke kamp penahanan. Kamp tersebut disebut berbagai media sebagai bagian dari penumpasan terhadap etnis minoritas dan mayoritas dari mereka adalah Muslim.

Database menunjukkan, Pemerintah Cina memusatkan pada agama sebagai alasan di balik penahanan mereka, bukan semata soal ekstremisme politik sebagaimana yang diklaim pemerintah selama ini. Menurut data tersebut, salah satu alasan utama penahanan adalah karena kegiatan yang biasa mereka lakukan seperti shalat atau mendatangi masjid.

Maka, jelas pula bahwa kerabat orang-orang yang ditahan cenderung akan ikut ditahan pula. Para kerabat itu menjadi subjek kriminalisasi terhadap seluruh anggota keluarga.

Laman the Guardian menyebutkan, tanggal terbaru dalam dokumen tersebut adalah Maret 2019. Para tahanan yang terdaftar berasal dari Karakax, sebuah permukiman tradisional sekitar 650.000 orang dengan lebih dari 97 persen penduduknya adalah orang Uighur.

Basis data menunjukkan, banyak informasi yang dikumpulkan oleh tim yang ditempatkan di masjid dikirim untuk mengunjungi rumah dan di-posting di masyarakat. Informasi ini kemudian disusun dalam sebuah dokumen yang disebut "tiga lingkaran", yang mencakup kerabat, komunitas, dan latar belakang agama.

"Sangat jelas bahwa praktik keagamaan menjadi sasaran," kata Darren Byler, akademisi University of Colorado yang meneliti soal Xinjiang.

Pemerintah Xinjiang tidak memberikan jawaban ketika dimintai keterangannya oleh Associated Press. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang kemudian ditanyai apakah kebijakan di Xinjiang membidik orang yang religius dan keluarga mereka. Geng menjawab, "Hal-hal tidak masuk akal ini tidak layak dikomentari."

Selama ini Pemerintah Cina selalu mengatakan, pusat-pusat penahanan warga etnis minoritas adalah pusat pelatihan kejuruan. Pemerintah juga mengatakan, mereka tidak melakukan diskriminasi berdasarkan agama. (republika)

Sumber: Republika

Selasa, 18 Februari 2020

Dokumen dari Kamp Karakax Xinjiang: Muslimah Uyghur Dipenjara Rezim Komunis China Karena Memiliki Anak Melebihi Ketentuan Pemerintah

Dokumen dari Kamp Karakax Xinjiang: Muslimah Uyghur Dipenjara Rezim Komunis China Karena Memiliki Anak Melebihi Ketentuan Pemerintah


10Berita - Rozinsa Mamattohti tidak bisa tidur atau makan selama berhari-hari setelah dia membaca catatan rinci dokumen resmi pemerintah komunis China pada seluruh keluarganya. Adik perempuannya, Patem, ternyata dipenjara.

 Ini adalah pertama kalinya sejak 2016 Rozinsa Mamattohti menerima berita konkret tentang apa yang terjadi pada keluarganya.

 "Saya tidak pernah membayangkan bahwa adik perempuan saya akan berada di penjara," kata Mamattohti kepada CNN, Senin (17/2/2020), dengan berlinangan air mata, di rumahnya di Istanbul.

 Dia mengatakan dia pertama kali melihat catatan yang bocor ketika mereka secara tidak resmi diedarkan di media sosial di kalangan orang Uyghur di luar negeri. "Ketika saya membaca nama mereka, saya tidak bisa menahan diri, saya merasa hancur."

 Dokumen resmi dari Kamp Karakax di Xinjiang mengungkapkan untuk pertama kalinya sistem yang digunakan oleh Partai Komunis China yang berkuasa untuk membenarkan penahanan tanpa batas dengan alasan sepele bukan hanya keluarga Mamattohti tetapi juga ratusan - dan mungkin jutaan - warga negara lainnya di pusat-pusat penahanan di Xinjiang.

 Untuk saudara perempuan Rozinsa Mamattohti, Patem yang berusia 34 tahun, kejahatan yang membuatnya ditahan, menurut dokumen itu, adalah “pelanggaran kebijakan keluarga berencana,” atau secara sederhana, memiliki terlalu banyak anak. Di bawah kebijakan nasional, keluarga pedesaan di Xinjiang terbatas pada tiga anak. Dia punya empat anak.

 Ini adalah kebocoran besar ketiga dokumen pemerintah China yang sensitif dalam beberapa bulan, dan bersama-sama informasi ini melukiskan gambaran yang semakin mengkhawatirkan tentang apa yang tampaknya menjadi kampanye strategis oleh Beijing untuk melucuti mayoritas Muslim Uyghur dari identitas budaya dan agama mereka.

 Daftar yang bocor ini juga bertentangan dengan klaim Beijing bahwa program "pendidikan ulang (re-edukasi)" di Xinjiang bersifat sukarela dan menargetkan para ekstremis yang kejam.

 Pemerintah Tiongkok telah mengklaim sedang menjalankan program deradikalisasi yang menargetkan para ekstrimis potensial, tetapi catatan resmi ini, yang diverifikasi oleh tim ahli, menunjukkan orang-orang dapat dikirim ke fasilitas penahanan hanya karena "mengenakan jilbab" atau menumbuhkan "jenggot panjang".

 Sumber:
 - https://edition.cnn.com/interactive/2020/02/asia/xinjiang-china-karakax-document-intl-hnk/
 - https://www.ft.com/content/e0224416-4e77-11ea-95a0-43d18ec715f5

Dokumen dari kamp (katanya) re-edukasi di Karakax, Xinjiang tentang alasan kenapa Muslim ditangkap terungkap.

Beberapa di antaranya adalah:
1. Mengenakan hijab
2. Memiliki anak banyak
3. Memanjangkan jenggot
4. Shalat di tempat yg dilarang
https://edition.cnn.com/interactive/2020/02/asia/xinjiang-china-karakax-document-intl-hnk/ 
View image on Twitter
240 people are talking about this

Selasa, 04 Februari 2020

Ulama Uyghur Syaikh Abdulgheni "Menghilang", Diyakini Dijatuhi Penjara Seumur Hidup Oleh Rezim China Atau Dieksekusi Mati

Ulama Uyghur Syaikh Abdulgheni "Menghilang", Diyakini Dijatuhi Penjara Seumur Hidup Oleh Rezim China Atau Dieksekusi Mati


10BeritaAktivis kemanusiaan yang konsern dengan persoalan Uyghur, Azzam IzzulHaq menginformasikan hilangnya seorang Ulama Uyghur Syaikh Abdulgheni.

 "Jam 00.51 WIB tadi terkabar dari sahabat @aydinanwar_ bahwa salah seorang ulama Al Quran dari Atush Xinjiang, Syaikh Abdulgheni 'hilang'. Beliau adalah salah satu mitra penghubung kami dalam misi membumikan kembali Al Quran. Doakan beliau selamat," ujar @AzzamIzzulhaq di akun twitternya, Selasa (4/2/2020).

 Dari akun twitter @aydinanwar_ (Aydin Anwar) yang merupakan orang Uyghur didapat informasi hilangnya Syaikh Abdulgheni kemungkinan dipenjara oleh rezim China atau malah sudah dieksekusi mati.

"My family has been informed that well known scholar, reciter, and imam Abdugheni Qari from Atush disappeared a while back. It’s believed that he’s been sentenced to life imprisonment, if not executed."

 "Keluarga saya telah diberitahu bahwa cendekiawan terkenal, qari, dan imam Abdugheni Qari dari Atush (Xinjiang) menghilang beberapa waktu yang lalu. Diyakini bahwa dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, jika tidak dieksekusi," kata @aydinanwar_ di akun twitternya, Selasa (4/2/2020).

 "He’s one of countless Uyghur religious scholars that have been punished by the Chinese government for their work, knowledge, and influence."

 "Dia adalah salah satu ulama Uighur yang tak terhitung jumlahnya yang telah dihukum oleh pemerintah China karena pekerjaan, pengetahuan, dan pengaruh mereka," ujar @aydinanwar_.

 "Mohon doa untuknya," tutup @aydinanwar_.

My family has been informed that well known scholar, reciter, and imam Abdugheni Qari from Atush disappeared a while back. It’s believed that he’s been sentenced to life imprisonment, if not executed.

Here he’s reciting Quran at my grandfather’s funeral in Kashgar in Jan 2006.
372 people are talking about this

My family has been informed that well known scholar, reciter, and imam Abdugheni Qari from Atush disappeared a while back. It’s believed that he’s been sentenced to life imprisonment, if not executed.

Here he’s reciting Quran at my grandfather’s funeral in Kashgar in Jan 2006.
He’s one of countless Uyghur religious scholars that have been punished by the Chinese government for their work, knowledge, and influence.

Please make dua for him.
41 people are talking about this

Jam 00.51 WIB tadi terkabar dari sahabat @aydinanwar_ bahwa salah seorang ulama Al Quran dari Atush Xinjiang, Syaikh Abdulgheni 'hilang'. Beliau adalah salah satu mitra penghubung kami dalam misi membumikan kembali Al Quran.

Doakan beliau selamat
1,095 people are talking about this

Sumber: 

Kamis, 30 Januari 2020

Kesaksian WNI Saat di Xinjiang: Mencari Masjid Susah, Warga Diawasi Ketat

Kesaksian WNI Saat di Xinjiang: Mencari Masjid Susah, Warga Diawasi Ketat

10Berita, Solo – Umaier Khaz pada akhir tahun 2019 mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Cina tepatnya di Xinjiang. Kunjungan tersebut ia agendakan terkait adanya kabar penyiksaan yang diberikan pemerintahan Cina terhadap Muslim Uighur yang ada di Xinjinag.
Pria asal Solo, Jawa Tengah ini membenarkan adanya larangan-larangan beribadah untuk Muslim Uighur yang ada di Xinjiang. Hal tersebut ia lihat berdasarkan adanya masjid-masjid yang sudah tidak digunakan lagi untuk beribadah.
Menurutnya, hanya ada dua kemungkinan terkait masjid di sana. Pertama, masjid tersebut masih ada namun sudah lama tidak digunakan. Bahkan hanya digunakan sebagai tempat pariwisata. Kedua, masjid-masjid di sana sudah dirobohkan dan diganti untuk bangunan lain.
“Di Urumqi, ibu kotanya Xinjiang kita check mana saja yang ada masjidnya. Ternyata masih banyak, tetapi setelah kami datangi satu persatu ada dua kemungkinan. Masjidnya masih ada tapi sudah tidak bisa dipakai atau hanya masih ada puing-puingnya saja,” ungkapya kepada kiblat.net Rabu (29/01/20).
Hari pertama tiba di Cina ia merasakan adanya kesulitan ketika hendak shalat lima waktu, kendati dari sekian masjid yang ia kunjungi tidak ada yang dibolehkan untuk dimasuki apalagi untuk melakukan shalat di dalamnya.


kamera cctv mengawasi gerak-gerik muslim Uighur

Ia menuturkan, di ibukota Xinjiang pada waktu shubuh sempat mendapati masjid warga yang masih digunakan untuk shalat lima waktu. Namun, untuk masuk masjid tersebut harus benar-benar warga sekitar yang datanya telah terdaftar pada face scren di ruangan depan masjid.
Setelah mencoba beberapa kali, ia mendapati warga sekitar yang juga hendak masuk masjid. Akhirnya, warga tersebut mendeteksikan wajahnya sebanyak empat kali untuk ia dan rekan-rekannya bisa masuk ke masjid.
“Setelah masuk kami hanya shalat saja, orang-orang Uighur tidak ada yang berani ngomong dengan turis,” katanya.
Umaier menilai, muslim Uighur tidak berbicara dengan turis karena di masjid tersebut juga banyak cctv yang terpasang. Ketika ia dan rekan-rekanya ingin mengobrol dengan jamaah yang ada di dalam masjid tersebut, imam shalat memberikan isyarat untuk segera pergi dan keluar dari masjid.
“Dari awal masuk kota itu kami tidak bisa berkomunikasi sama sekali dengan orang Uighur, karena dimana-mana ada cctv. Hanya berjarak satu meter saja sudah ada cctv,” ujarnya.

Sumber: kiblat.net

Selasa, 21 Januari 2020

Viral Foto Pembakaran Al Qur’an di Xinjiang, Ini Kebenarannya

Viral Foto Pembakaran Al Qur’an di Xinjiang, Ini Kebenarannya

10Berita – Persekusi muslim suku Uighur di Xinjiang oleh pemerintah China tengah menjadi sorotan dunia internasional. Seiring dengan pembahasan itu, muncul foto-foto viral di media sosial tentang pembakaran Al Qur’an di Xinjiang. Ternyata cuma satu foto yang benar dari Xinjiang, namun ini memicu salah paham.
Pengecekan fakta ini dilakukan AFP Indonesia dan AFP Hong Kong, dilansir Senin (20/1/2020). Tiga foto dibagikan ribuan kali di Facebook, disertai klaim bahwa Al Qur;an telah dibakar di Xinjiang.
“Hanya satu dari foto-foto ini yang diambil dari Xinjiang selama pemusnahan barang-barang sitaan keagamaan ‘ilegal’ tahun 2014. Dua foto lainnya sebenarnya menunjukkan tumpukan Al Qur’an-Al Qur’an rusak oleh Kedutaan Arab Saudi di Maroko tahun 2016,” demikian tulis kantor berita asal Perancis ini.

Foto-foto ini beredar sejak 10 Januari 2020 kemarin. Postingan ini telah dibagikan lebih dari 9.200 kali. Foto pertama menunjukkan sejumlah pria berdiri di sekeliling tumpukan pelbagai barang. Foto kedua dan ketiga menunjukkan cetakan Al Qur’an berada di atas tanah. Gambar yang memicu kesalahpahaman tersebut adalah seperti ini:
Unggahan itu dilengkapi dengan keterangan berbahasa Indonesia dan Arab ini diakhiri dengan pesan, “Bagikan dan sebarkan kejahatan komunis Tiongkok terhadap Muslim.” Ada tulisan Arab ‘al muslimin; di akhir keterangan. Keterangan itu menggunakan istilah ‘Turkestan Timur’.
Kelompok hak asasi manusia dan ahli mengatakan lebih dari sejuta orang Uighur dan minoritas muslim lain telah ditahan di kamp konstentrasi di provinsi bagian barat laut China itu. Radio Free Asia, media yang berbasis di Washington Amerika Serikat (AS), melaporkan pada September 2017, otoritas China telah meminta keluarga muslim menyerahkan barang-barang keagamaan, termasuk Al Qur’an dan sajadah, kepada otoritas.


Sumber: Eramuslim

Jumat, 03 Januari 2020

Bela Uighur, Umat Islam Kembali Geruduk Kedubes Cina di Jakarta Hari Ini

Bela Uighur, Umat Islam Kembali Geruduk Kedubes Cina di Jakarta Hari Ini


Kedubes Cina di Mega Kuningan Jakarta saat didemo umat Islam Jumat (27/12/2019) lalu

10Berita,JAKARTA  Setelah Jumat (27/12/2019) lalu demo bela Muslim Uighur digelar, hari ini, Jumat (3/1/2020) Umat Islam kembali mendemo Kedubes Cina di Jakarta. Umat Islam masih murka dengan kebengisan rezim komunis Cina yang telah melakukan penindasan terhadap Muslim Uighur, di Xinjiang, salah satu provinsi di negara tersebut.
Jamaah Muslimin (“Hizbullah”) berencana akan menggelar aksi solidaritas peduli Uighur di Kantor Kedutaan Besar Cina, di Jalan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (3/1).
Menurut Jamaah Muslimin, tindakan represif rezim Cina terhadap etnis Muslim Uighur di Xinjiang dan beberapa daerah lain di negara itu merupakan bentuk pelanggaran yang nyata terhadap hak asasi manusia (HAM).
Pelanggaran tersebut bertentangan dengan Deklarasi Universal tentang HAM yang diadopsi oleh Sidang Umum PBB tahun 1948. Pada Artikel 18 disebutkan bahwa setiap manusia berhak memilih agama dan menjalankan aktivitas keagamaannya.
Dikatakan, tindakan represif itu juga melanggar Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama atau Keyakinan yang disahkan oleh Sidang Umum PBB pada tahun 1981.
Poin-poin yang akan disampaikan Jamaah Muslimin adalah:
1. Nilai ajaran utama Islam adalah menebar dan mewujudkan kasih sayang kepada seluruh makhluk di semesta raya (rahmatan lil ‘aalamiin). Pelaksanaan ajaran Islam tidak menimbulkan kerugian dan kerusakan, justru mendapat kebaikan, keselamatan dan kemuliaan hidup.
2. Menyerukan kepada Pemerintah Cina untuk menghapus diskriminasi terhadap umat Islam terutama Etnis Uighur dan menghormati mereka seperti warga negara Etnis Han atau yang lainnya.
3. Pemerintah Cina agar menyampaikan informasi yang sebenarnya tentang Etnis Uighur secara terbuka kepada dunia.
4. Dalam hal perlakuan penuh hormat dan toleransi, Pemerintah Cina perlu mencontoh Pemerintah Indonesia bagi warga negaranya terutama kaum minoritas dengan mengayomi dan melindungi.
5. Seruan ini tidak bermaksud mencampuri urusan dalam negeri Pemerintah Cina, namun prinsip yang dianut oleh umat Islam adalah saling menolong, membela dan melindungi, sesuai dalam Surat Al Hujurat ayat 10. (*)

Sumber: salam online

Hari ini, Umat Muslim Kembali Geruduk Dubes China

Hari ini, Umat Muslim Kembali Geruduk Dubes China




10Berita - Umat muslim Tanah Air masih murka dengan kebengisan Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) yang telah melakukan penindasan terhadap muslim Uighur, di Xinjiang, China.

Oleh karena itu, jemaah muslimin (Hizbullah) berencana melakukan aksi solidaritas peduli Uighur di Kantor Kedutaan Besar China, di Jalan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, hari ini, Jumat (3/1).

Menurut pandangan mereka tindakan represif Pemerintah Tiongkok terhadap etnis Uighur di Xinjiang dan beberapa daerah lain di Tiongkok merupakan bentuk pelanggaran yang nyata terhadap hak asasi manusia (HAM).

Pelanggaran tersebut bertentangan dengan Deklarasi Universal tentang HAM yang diadopsi oleh Sidang Umum PBB tahun 1948, dan pada Artikel 18 disebutkan bahwa setiap manusia berhak memilih agama dan menjalankan aktivitas keagamaanya.

Tindakan itu juga melanggar Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama atau Keyakinan yang disahkan oleh Sidang Umum PBB pada tahun 1981.

“Untuk itu, Jamaah Muslimin (Hizbullah), wadah persatuan umat Islam yang mengikuti jejak Rasulullah SAW,  akan menyelenggarakan aksi solidaritas dan penyampaian pendapat mengecam tindakan diskriminasi yang menimpa Etnis Uighur,” ucap koordinato aksi Soleh saat dihubungi, Kamis malam (2/1).

Adapun poin-poin yang akan disampaikan oleh jemaah muslimin antara lain:

1. Nilai ajaran utama Islam adalah menebar dan mewujudkan kasih sayang kepada seluruh makhluk di semesta raya (rahmatan lil alamin). Pelaksanaan ajaran Islam tidak menimbulkan kerugian dan kerusakan, justru mendapat kebaikan, keselamatan, dan kemuliaan hidup.

2. Menyerukan kepada Pemerintah Tiongkok untuk menghapus diskriminasi terhadap umat Muslim di Tiongkok terutama Etnis Uighur dan menghormati mereka seperti warga negara Etnis Han atau yang lainnya.

3. Pemerintah Tiongkok agar menyampaikan informasi yang sebenarnya tentang Etnis Uighur secara terbuka kepada dunia.

4. Dalam hal perlakuan penuh hormat dan toleransi Pemerintah Tiongkok perlu mencontoh Pemerintah Indonesia bagi warga negaranya terutama kaum minoritas dengan mengayomi dan melindungi.

5. Seruan ini tidak bermaksud mencampuri urusan dalam negeri Pemerintah Tiongkok, namun prinsip yang dianut oleh umat Muslim adalah saling menolong, membela, dan melindungi, sesuai dalam Surat Al Hujurat ayat 10.[rmol]