Sumber: KONTENISLAM.COM
Minggu, 26 Februari 2023
Ibu-ibu Pengajian vs Emak-emak Gila Dunia
Jumat, 24 Februari 2023
Megawati dan Pengajian
10Berita, Saya rasa ibu Megawati sebenarnya ingin bicara tentang penting dan perlunya ibu-ibu memperhatikan kesehatan dan gizi anak agar mereka bisa tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat, cerdas dan produktif, karena kalau masalah kesehatan dan gizi anak-anak ini tidak diperhatikan maka tentu nanti kesehatan dan kecerdasan serta produktivitas anak-anak tersebut tentu akan rendah dan terganggu dan kita tentu saja tidak mau hal itu terjadi.
Cuma yang mengherankan mengapa Megawati menghubungkan masalah tersebut dengan keterlibatan ibu-ibu dengan pengajian, padahal dalam pengajian itu juga disinggung banyak hal termasuk masalah yang menyangkut kesehatan.
Jadi menurut saya telah terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan dimana beliau telah menjadikan pengajian sebagai penyebab dari terjadinya stunting dan terganggunya kesehatan anak. Padahal seperti kita ketahui anak-anak tersebut akan terkena stunting penyebabnya bukanlah karena ibunya ikut pengajian tapi karena ibu dan keluarganya tidak bisa memberikan asupan gizi yang cukup kepada sang anak karena faktor kemiskinan yang mereka hadapi.
Jadi bukan karena ikut pengajian tapi adalah karena pemerintah belum melaksanakan tugas konstitusionalnya dengan baik karena di dalam UUD 1945 pasal 34 sudah dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Jadi yang harus disalahkan dalam hal ini bukan pengajian tapi adalah pemerintah dan partai ibu Megawati sendiri yaitu PDIP yang merupakan bagian dari rezim yang memerintah yang bertanggung jawab dalam mencegah hal yang tidak diinginkan tersebut.
Anwar Abbas
Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan.
Sumber: panjimas
Senin, 23 Januari 2023
Sumber: konten islam
Etnis Cina di Negeri Pancasila, Berkah atau Bencana?
Sumber:
Rabu, 18 Januari 2023
CHINA VS INDONESIA
by M Rizal Fadillah
Kekhawatiran terjadinya masalah sosial dari kedatangan dan keberadaan TKA kerja asal China di Indonesia mulai terbukti. Kasus konflik di area smelter PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI) Morowali Utara telah menewaskan dua orang tenaga kerja masing masing untuk TKA China dan Tenaga Kerja Indonesia. Bangunan dan kendaraan banyak yang terbakar atau hancur.
Sebab terjadinya konflik berdarah ini belum jelas. Ada berita soal perundingan yang macet, TKI dipukuli atau disiksa, tuntutan aksi yang tidak dipenuhi hingga kesenjangan gaji TKA China dan TK Indonesia. Apapun sebabnya maka faktor arogansi TKA China memang kuat. Maklum pabrik itu “milik” mereka. Investor sebagai “owner”. TKA China adalah anak emas investor.
Kritik atas “banjir” nya TKA China sudah sejak lama. Kekhawatiran bukan hanya persoalan kesenjangan sosial atau budaya tetapi juga politik dan keamanan. Kedaulatan negara yang dapat tergerus. Rezim “lapar” investasi membuka peluang bagi penjajahan baru. China adalah teman dekat rezim. Jokowi menyapa Xi Jinping sebagai “Kakak Besar”. Luhut Panjaitan menjadi Duta investasi China.
PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) merupakan perusahaan nikel yang dimiliki oleh pengusaha tambang asal China Tony Zhou Yuan. Kemenaker sudah didesak untuk melakukan tindakan hukum dan sanksi berat kepada PT GNI karena perusahaan ini dinilai melakukan banyak pelanggaran antara lain tidak memiliki peraturan perusahaan, kontrak bagi pekerjaan yang berstatus tetap, pemotongan upah, PHK sepihak serta keselamatan kesehatan karyawan.
Masalah TKA China jangan dianggap remeh oleh Pemerintah. Sentimen publik sangat kuat. Bagai api dalam sekam yang sewaktu-waktu dapat membakar. Bisa saja dimulai konflik antar karyawan.
Pada aspek yang lebih luas, kesenjangan sosial ekonomi dan kiprah politik warga keturunan juga perlu mendapat perhatian. Tidak ada sama sekali pengendalian dan pengaturan.
Jumlah TKA China dalam catatan resmi Kemenaker “hanya” sebesar 40 ribu lebih. Itu adalah TKA terbanyak di Indonesia. Jepang urutan kedua dengan jumlah yang tidak terlalu signifikan. TKA China ternyata bukan hanya tenaga ekspert tetapi juga buruh kasar. Ini persoalan besar di tengah tingginya angka pengangguran kaum pribumi.
Konflik berdarah di Morowali jangan semata disalahkan pekerja atau karyawan pribumi lalu diproses hukum, TKA China yang mungkin menjadi penyebab bahkan membunuh juga patut diproses hukum. Jika penanganan tidak adil maka persoalan menjadi tidak selesai. Berbuntut panjang dan tuntutan pengungkapan fakta independen dapat mengemuka.
Urusan nikel sebenarnya Indonesia kena semprot WTO. Kalah gugatan dari Uni Eropa dalam Dispute Settlement Body WTO. Jokowi Banding dan berargumen serius untuk membela. Entah kepentingan bangsa atau China. Kini terjadi peristiwa berdarah di area smelter PT GNI Morowali. Bukan Indonesia lawan Uni Eropa tetapi Indonesia lawan China. China Vs Indonesia.
Elemen bangsa Indonesia seharusnya tidak menjadi pembela atau budak China. Meski tidak perlu berprinsip go to hell China.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 18 Januari 2023
Sumber: Eramuslim
Selasa, 16 Februari 2021
Genre Baru J-Pop: Romansa Ulama Ditindas Penguasa
Eramuslim / Redaksi / 4 menit yang lalu
eramuslim.com
By Jarot Espe
Drakor dengan rating tertinggi di tv kabel, ‘The world of the married‘, adalah sukses lanjutan Negeri Ginseng mengekspor budayanya. Korea Selatan sadar, budaya milenial adalah pertaruhan hidup mati memajukan negeri. Karena itu penyebaran budaya Korea (Korean Wave) harus secara simultan untuk menjaring penggemar fanatik yang bertebaran di berbagai belahan dunia.
Presiden Jokowi termasuk jeli membidik potensi tersebut. Bersama Kahiyang anaknya yang K-Popers atau penggemar idola K-Pop, Pak Jokowi pernah dua kali hadir di konser Korean Pop (K-PoP). Presiden berhasil menangguk simpati. Sukses memang harus melewati proses simultan, berkesinambungan.
Di pentas politik, Pak Jokowi juga sukses berkesinambungan. Dari WaliKota Solo, menjadi Gubernur DKI Jakarta hanya dua tahun untuk membidik target puncak; masuk ke istana negara sebagai Presiden Indonesia.
Pola yang dipakai Pak Jokowi mirip K-Pop, menggunakan musik ‘easy listening’ yang mudah dicerna masyarakat awan. Dari label wong cilik, ratu adil atau Satrio Piningit alias pemimpin yang dinantikan, hingga aksi blusukan. Barangkali layak disematkan istilah J-Pop. Jokowi Pop.
Setelah terpilih lagi, Pak Jokowi tetap konsisten dengan konsep simultannya, tapi tak lagi populis. Betapa tidak, para ulama dijebloskan ke jeruji tahanan. Rezim ini seperti kesetanan membabi buta memberangus suara berbau oposan.
Kasus penahanan Habib Rizieq Shihab dengan tiga sangkaan sekaligus, merupakan bagian dari kerja simultan Pak Jokowi. Perburuan Rizieq Shihab dimulai sejak ia tiba di bandara Soetta hingga ke rumah sakit Ummi Bogor tempat pimpinan FPI itu dirawat.
Di belakang Habib Rizieq, mengantre para ulama lain yang tidak terpublikasi.
Seorang advodkat menyebutkan beberapa di antaranya. KH Ahmad Sabri Lubis, Ustaz Haris, Habib Hanif Alatas, Habib Idrus Al Habsy, Habib Ali Alatas dan Ustaz Maman Suryadi yang ditahan oleh Bareskrim Polri.
Di LP Gunung Sindur Bogor, terdapat nama Bahar bin Smith, pendakwah asal Manado. Ustad Bahar dan para ulama yang kini mendekam di penjara, dikenal sangat kritis terhadap pemerintahan Jokowi. Padahal sesungguhnya dalam peradaban Islam terdapat hubungan teladan antara ulama dan umaro (pemerintah). Pemerintah diperlukan ulama untuk mendukung aktivitasnya membangun pondasi masyarakat. Sebaliknya ulama berperan sebagai penasihat sekaligus sumber memperoleh keputusan berlandaskan hukum agama.
Sumber: Eramuslim
Senin, 14 Desember 2020
Penahanan HRS Boleh Jadi Awal Seleksi Cara Langit
Penahanan HRS Boleh Jadi Awal Seleksi Cara Langit
10Berita – HRS diperiksa polisi selama 13 jam. Setelah itu, ditahan. Tangannya digari. Dibawa dengan mobil tahanan menuju sel. Perlukah semua ini dilakukan oleh polisi? Tentu jawaban normatifnya adalah semua itu prosedur tetap (protap).
Apa kira-kira maksud protap itu diberlakukan kepada Habib? Pantas diduga tujuan gari tangan, rompi orangye, mobil tahanan dan kemudian sel tahanan adalah untuk merendahkan Habib. Membuat agar beliau ‘down’.
Tercapaikah tujuan itu? Kelihatannya tidak. HRS sudah siap mental. Dia tahu persis risiko perjuangan yang diusahakannya.
Rata-rata orang berpandangan bahwa gari tangan, mobil tahanan dan sel penjara adalah bentuk penghinaan terhadap ulama. Dilihat sebagai tindakan yang melecehkan. Tindakan yang berlebihan yang tidak perlu. Dan sangat menyakitkan bagi umat.
Pastilah menyakitkan. Jika dilihat dengan cara biasa, maka proses penahanan HRS itu menjatuhkan martabatnya. Karena itu, banyak umat yang merasa sedih. Terpukul melihat perlakuan terhadap Habib.
Banyak yang menangis menyaksikan itu. Terasa kejam dan sangat kasar. Begitu penilaian banyak orang dengan cara pandang biasa. Ini bisa dimaklumi.
Namun, ada cara lain melihat proses penahanan HRS yang tampak kejam itu. Peristiwa gari tangan, mobil tahanan dan sel penjara untuk HRS bukanlah penghinaan. Boleh jadi, inilah awal dari proses seleksi rancangan Langit. Yaitu, seleksi yang bertujuan untuk mengumpulkan orang-orang yang memiliki kepahaman tentang perjuangan.
Lebih-kurang, Allah SWT lewat penahanan HRS yang terasa menyakitkan itu sedang merekrut orang-orang yang siap maju ke depan. Siap berjuang ‘all out’ untuk menegakkan keadilan. Agar keadilan itu dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.
Yaitu, keadilan untuk rakyat jelata. Keadilan untuk para penguasa. Ketika rakyat bahagia, maka para penguasa pun wajar bahagia. Jika rakyat menderita, maka para penguasa harus merasakan penderitaan itu. Bila perlu, penderitaan penguasa lebih berat lagi. Ketika rakyat dizalimi oleh para penguasa, maka para penguasa harus menerima kembali kezaliman itu.
Inilah konsep keadilan yang akan ditegakkan oleh para pejuang yang boleh jadi sedang diseleksi oleh Yang Maha Kuasa, hari ini. Jika rakyat diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa, maka penguasa pun harus merasakan derita yang setimpal dengan kesewenangan mereka.
Jika rakyat kehilangan kuping, maka para pelaku kezaliman harus kehilangan kuping. Siapa pun pelakuknya. Jika rakyat kehilangan nyawa karena kesewenangan para penguasa, maka para penguasa pun wajib dihukum secara adil dan setimpal dengan pembunuhan yang mereka lakukan.
Itulah cara lain melihat proses penahanan HRS. Ada semacam pesan Langit kepada seluruh umat bahwa mereka sedang diseleksi dengan sistem yang tidak sama dengan cara pengrekrutan di Bumi.
Seleksi cara Langit bisa sangat sulit dipahami. Tetapi, proses itu akan berjalan dengan sendirinya. Semua pejuang keadilan yang diperlukan Langit akan terkumpulkan secara natural.
Akan berbondong-bondong umat yang mengikuti seleksi Alam itu. Ini yang mungkin tidak terkalkulasikan oleh lingkaran kezaliman. Wallahu a’lam.[]
Penulis, wartawan senior
Sumber: Eramuslim
Minggu, 13 Desember 2020
Orang-orang Istana Membuncah, Habib Rizieq Ditahan
Orang-orang Istana Membuncah, Habib Rizieq Ditahan
Jumat, 11 Desember 2020
Prof. Yuwono: Protokol Kesehatan Dipakai Untuk Tujuan Politik, Adalah Bentuk Kezaliman
Prof. Yuwono: Protokol Kesehatan Dipakai Untuk Tujuan Politik, Adalah Bentuk Kezaliman
Kezaliman adl menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Lawan kata zalim adl adil. Jadi, jika ada kezaliman berarti...
Dikirim oleh Prof. Yuwonopada Kamis, 10 Desember 2020
Indonesia Yang Kini Menjadi Milik Polisi
Indonesia Yang Kini Menjadi Milik Polisi
10Berita– Sehari setelah Polisi menembak mati 6 laskar FPI, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus memperingatkan publik bahwa kalau ada yang mengatakan laskar FPI tidak punya senjata dalam insiden penembakan itu, maka dia dapat dikenai pasal pidana. Masuk kategori menyiarkan kebohongan.
Artinya, pernyataan Polisi bahwa para laskar FPI yang ditembak mati itu memiliki senjata api, tidak boleh dipersoalkan. Itu harus diterima sebagai kebenaran mutlak. Sama seperti putusan pengadilan. Padahal, putusan pengadilan saja masih bisa digugat sampai ke tingkat kasasi, dsb.
Pernyataan Yusri itu pastilah membuat orang, termasuk para wartawan, menjadi takut untuk mengutip ucapan seseorang yang tidak sejalan dengan pernyataan Polisi. Jelaslah takut. Bisa masuk penjara.
Cuma, apakah begitu negara ini dikelola? Apakah sekarang sudah ada ketentuan bahwa semua yang dikatakan polisi wajib benar? Apa dasar kepolisian bisa mengeluarkan pernyataan yang tidak boleh dipertanyakan? Tidak boleh dibantah?
Sumber:
Rabu, 09 Desember 2020
Damn I Love Indonesia! Bapak Presiden, Anak dan Menantu Wali Kota
Damn I Love Indonesia! Bapak Presiden, Anak dan Menantu Wali Kota
Penulis: Hersubeno Arief
TANGGAL 9 Desember 2020 akan dicatat dalam sejarah politik kontemporer Indonesia.
Presiden Jokowi mencatat sebuah prestasi baru, rekor. Anak dan menantunya memenangkan Pilkada.
Gibran, anak sulungnya memenangkan Pilwako Solo. Perolehan suaranya berdasarkan hasil sejumlah quick count, di atas 85%. Dahsyat!
Di Medan Bobby Nasution menantu Jokowi juga diprediksi menang. Hasil quick count menunjukkan perolehan suaranya mencapai 55%.
Prestasi luar biasa Jokowi ini tidak pernah dicapai oleh semua presiden sebelumnya. Termasuk dua presiden yang berkuasa cukup lama, Soekarno dan Soeharto.
Presiden Soekarno, sang Proklamator, berkuasa selama 22 tahun (1945-1967). Tak satupun putra atau putrinya yang menduduki jabatan publik selama dia berkuasa.
Baru 32 tahun kemudian, putrinya Megawati Soekarnoputri menjadi Wapres (1999) dan kemudian menjadi Presiden (2001-2004).
Presiden Soeharto berkuasa lebih lama, 32 tahun. Baru berhasil menempatkan putrinya Siti Hardijanti Roekmana sebagai Mensos pada tahun 1998. Di penghujung masa jabatannya.
Itu pun hanya bertahan selama 2,5 bulan. Mbak Tutut begitu dia biasa dipanggil, menjadi Mensos 14 Maret-21 Mei 1998.
Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang sama-sama berkuasa dalam waktu singkat, sama sekali tidak berhasil meninggalkan warisan jabatan untuk anak-anaknya.
Bos Jokowi, Megawati selama menjabat Presiden juga tidak menyiapkan jabatan publik untuk anak-anaknya.
Putri mahkotanya Puan Maharani baru terjun ke politik dengan menjadi anggota DPR pada Pemilu 2009. Setelah Megawati tak lagi menjabat sebagai presiden.
Benar, Puan kemudian menjadi Menko pada periode pertama masa jabatan Jokowi. Sekarang dia menjadi Ketua DPR RI. Tapi semua tidak dicapai pada masa Megawati menjabat sebagai presiden.
Bagaimana dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
Dalam soal menempatkan putra dan menantunya dalam jabatan publik, dia kalah jauh dengan Jokowi.
SBY bersamaan dengan masa jabatannya yang kedua baru berhasil menempatkan putra keduanya Edhie Baskoro sebagai anggota DPR RI (2009).
Setelah tak menjabat sebagai Presiden, SBY mencoba peruntungannya. Dia mendorong putra sulungnya Agus Harimurti menjadi cagub DKI Jakarta.
Eksperimen politik SBY gagal. Pada Pilkada DKI 2017 yang hiruk pikuk, Agus Harimurti kalah. Padahal dia sudah mengorbankan karir militernya yang cemerlang.
Pemegang penghargaan Bintang Adi Makayasa, lulusan terbaik Akmil tahun 2000 ini, pangkatnya terhenti hanya sampai perwira menengah. Dia pensiun dengan pangkat terakhir, Mayor TNI.
Benarlah jargon yang sering didengung-dengungkan oleh para pendukung Jokowi: PRESIDEN YANG LAIN NGAPAIN AJA!
Damn!! I Love Indonesia! (*)
Sabtu, 05 Desember 2020
YANG KORUPSI, YANG MAKAR, YANG DIKEJAR
YANG KORUPSI, YANG MAKAR, YANG DIKEJAR
Jumat, 27 November 2020
Gara-gara Benur, Gerindra Babak Belur
Gara-gara Benur, Gerindra Babak Belur
Oleh:Tony Rosyid*
DUA menteri Jokowi berasal dari Gerindra. Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), dan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KP).
Nasib malang! Edhy Prabowo ditangkap KPK di Bandara Soekarno Hatta, setelah lawatannya ke Amerika Serikat, Rabu, 25 November dini hari.
Edhy ditangkap KPK dalam kasus ekspor benur lobster. Novel Baswedan yang memimpin penangkapan tersebut.
Apakah ini Operasi Tangkap Tangan (OTT)? Masih tanda tanya. Disebut OTT kalau sedang, akan, atau baru saja melakukan tindak pidana koruptif.
Mungkinkah Edhy Prabowo cs sedang melakukan tindak pidana korupsi di dalam pesawat atau di bandara? Atau melakukan tindak pidana korupsi di Amerika, tapi karena masuk wilayah yuridiksi negara lain sehingga penangkapannya harus menunggu sampai di Indonesia?
Kalau dugaan terjadinya tindak korupsi tidak di Amerika, bukan pula di dalam pesawat atau bandara, apakah masih bisa disebut OTT?
Kalau tidak memenuhi unsur OTT, kenapa enggak dikirimkan saja surat pemanggilan lebih dahulu? Pemanggilan sebagai saksi. Setelah dikonfirmasi ini dan itu, meyakinkan ada unsur pidananya, baru dinaikkan jadi tersangka.
Kenapa harus langsung ditangkap? Seolah kalau Edhy tidak ditangkap ia akan lari. Dia pejabat tinggi, enggak mungkin lari bro!
Nah soal salah atau benar proses OTT tersebut, nanti akan dibuktikan di sidang praperadilan. Ini pun kalau Edhy mau mengajukan ke praperadilan.
Sudah jatuh ketimpa tangga. Begitu pepatah bilang. Gerindra nyeberang ke istana, lalu para pendukung berbondong-bondong meninggalkannya.
Ditinggalkan atau meninggalkan? Itu bergantung anda di posisi mana? Pendukung Gerindra atau pihak yang kecewa terhadap Prabowo.
Oleh sejumlah "mantan pendukung", Prabowo dianggap berkhianat dan tak tahu berterima kasih. Nyawa, darah, harta, dan keringat yang dikorbankan oleh para pendukung saat Pilpres 2019 seolah enggak dihargainya. Goodbye!
Hubungan Prabowo cq Gerindra putus dengan sejumlah pihak yang tadinya mendukung. Naifnya, sesampainya Gerindra di istana, kader terbaik Gerindra dan anak didik Prabowo ditangkap KPK. Yaitu Edhy Prabowo. Tokoh papan atas yang dikirim Gerindra untuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KP).
Kualat kepada PKS? Dalam nalar politik, tak ada ruang untuk analisis mistis. Istilah karena hanya ada di dalam diskusi agama. Nasib sial. Mungkin kalimat ini lebih mewakili.
Tertangkapnya Edhy Prabowo tentu punya risiko politik. Pertama, Partai Gerindra jatuh di mata publik. Elektabilitas Gerindra terancam turun. Dan ini juga mungkin bisa berpengaruh terhadap kader-kader Gerindra yang sedang menjadi calon kepala daerah.
"Ah, enggak mau nyoblos calon dari partai korupsi!" Narasi ini bisa dimainkan oleh rival-rivalnya di Pilkada 9 Desember 2020 nanti.
Setiap tokoh partai tertangkap KPK, ada konsekuensi hilangnya sebagian pendukung. Hal ini pernah dialami oleh sejumlah partai, di antaranya Demokrat dan PPP. Ketua umum ditangkap, elektabilitas langsung ngedrop. Khususnya PPP di Pileg 2019 kemarin. Megap-megap!
Kedua, jika Gerindra tidak cepat dan piawai untuk recovery, ini bisa mengancam rencana Prabowo maju di Pilpres 2024.
Santernya isu Prabowo-Puan Maharani yang digadang-gadang maju di Pilpres mendatang bisa berantakan.
Bagi Gerindra sendiri, ini tidak masalah. Karena, majunya Prabowo di Pilpres akan menaikkan suara untuk para calon anggota DPR dan DPRD. Kalah menang, itu nomor 12. Bukan yang utama. Menang syukur, enggak menang masih untung. Bagitu umumnya para kader dan caleg Gerindra berpikir.
Beda dengan PDIP, kalau susah dijual, untuk apa ikut mengusung Prabowo? Adakah ada partai lain yang masih mau mengusung Prabowo? Tanya saja ke PKS.
Lalu, bagaimana hubungan Gerindra dengan istana? Adakah keterlibatan istana dalam penangkapan Edhy Prabowo? Secara hukum, presiden tak boleh intervensi. Faktanya? Sulit anda membuktikannya. Kecuali anda nekat dan siap dipenjara.
Dari aspek politik, muncul banyak spekulasi. Apakah langkah KPK ini semata-mata iklan? Sejak UU KPK No 19 Tahun 2019 disahkan, KPK nyaris kehilangan kepercayaan publik.
Apalagi baru-baru ini, Ketua KPK membuat pernyataan salah dan blunder ketika mengomentari buku berjudul "How Democracies Die". Maka, penangkapan seorang menteri akan menjadi iklan besar-besaran untuk mengembalikan geliat KPK.
Ada juga yang bertanya: apakah penangkapan ini berkaitan dengan rencana reshuffle kabinet? Atau apakah ini bagian dari upaya menjegal Prabowo nyapres? Publik tahu, Prabowo punya banyak pesaing, khususnya di militer.
Atau apakah ini dampak dari persaingan antarpartai? Karena kabar yang juga santer, sebelum Edhy Prabowo ditangkap, ada pengurus partai lain yang lebih dahulu ditangkap. Hanya saja sepi dari berita.
Kalau ini dibuka, partai itu juga akan babak belur. Soal kebenaran kabar ini masih perlu ditelusuri.
Munculnya kecurigaan publik ini wajar, karena publik menganggap bahwa penangkapan pejabat kakap itu biasanya ada unsur politisnya.
Apalagi ini sekelas menteri. Publik sering menyaksikan ada adu kuat pihak-pihak tertentu ketika KPK mau menetapkan seseorang jadi tersangka.
Lihat saja kasus e-KTP, PAW Harun Masiku, kasus Indosat, dll, semuanya sepertinya mandek. Ini seolah mengkonfirmasi adanya unsur politik yang membuat publik curiga dan selalu mengaitkan dengan politik.
Yang pasti, kasus ekspor benur lopster ini membuat Gerindra babak belur. Sebab, kasus ini terjadi saat Prabowo sedang banjir hujatan dari para mantan pendukungnya. Makin berat!
*(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
Sumber:
Rabu, 25 November 2020
Karangan Bunga atau Bunga Karangan?
Karangan Bunga atau Bunga Karangan?
Penulis: M. Rizal FadillahSelasa, 24 November 2020
Opera Rapid Test Ala Polda Metro Jaya Di Petamburan
Opera Rapid Test Ala Polda Metro Jaya Di Petamburan
Duhai Para Pemimpin, Berkomunikasilah!
Duhai Para Pemimpin, Berkomunikasilah!
Oleh: Hariqo Wibawa Satria (Direktur Eksekutif Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi)
Ini pendapat saya pribadi yang sangat khawatir jika terjadi konflik antar warga, berikut saya tulis tujuh hal setelah beberapa hari ini mengamati situasi di media sosial:
Pertama, ajakan untuk mencabut baliho HRS di beberapa daerah, baik terang-terangan maupun diam-diam malah berpotensi membuat daerah-daerah yang awalnya kondusif menjadi tidak kondusif.
Kedua, pembuatan video-video dukungan, baik mendukung TNI, POLRI maupun mendukung FPI tidak diperlukan. Saya sudah menyaksikan video-video dukungan atas nama etnis tertentu di media sosial, ini membahayakan. Hati-hati dengan adu domba antara TNI, POLRI, FPI, Ansor, dll. Karena baik TNI, POLRI, FPI, Ansor semuanya sepakat dua hal: NKRI harga mati dan Pancasila Abadi.
Ketiga, pernikahan anak HRS sekaligus Maulid Nabi di Petamburan Jakarta sudah selesai. Peringatan sebelum acara sudah disampaikan Pemprov DKI dibawah Anies-Ariza, kemudian kurang dari 24 Jam, Panitianya langsung didenda oleh Pemprov DKI sebesar 50 juta, dan sudah dibayar. Ada yang bilang: masak kegiatan “keagamaan” didenda, tapi peraturan harus ditegakkan.
Sepanjang sejarah Indonesia dan mungkin sejarah dunia, itulah denda terbesar bagi pelanggar protokol kesehatan. Tidak perlu kita pertanyakan apakah daerah lain juga menindak tegas kerumunan, setiap daerah berbeda-beda keseriusannya, cukup introspeksi saja.
Mari bicara pencegahan dengan proporsional bukan emosional, sebab jika emosional maka pertanyaannya akan jauh ke belakang seperti: mengapa COVID-19 bisa masuk ke Indonesia, kenapa tidak dicegah dengan menutup segala pintu masuk (bandara, dll) di awal COVID-19. Bagaimana pencegahannya, kok bisa satu persen orang di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional? Kita sudah selesai bicara pencegahan di semua lini yang memang harus dievaluasi, sekarang penindakan atau aksi-aksi nyata untuk perbaikan.
Keempat, waktu demonstrasi menolak UU Ciptaker kemarin, banyak tokoh yang menyerukan kepada jutaan mahasiswa “jangan demo, kedepankan dialog”. Saya heran mengapa tokoh-tokoh tersebut sekarang diam dan tidak menyerukan dialog, padahal situasi bisa semakin panas.
Kelima, mari fokus pada masalah penting saat ini, yaitu penanganan covid, pemulihan ekonomi. Semua kita harus hati-hati menggunakan media sosial. Untuk para buzzer utamakan kepentingan nasional di atas kepentingan tokoh idolanya. Usia tokoh idola kita pendek, sedangkan usia negara panjang. Mari berpikir panjang.
Keenam, hanya satu yang bisa menyelesaikan perang kata-kata di media, hanya satu yang bisa menyelesaikan perang video dukungan dan tagar di media sosial, hanya satu yang bisa membuat para provokator gagal memanfaatkan situasi, yaitu DIALOG. Ada banyak aplikasi yang bisa digunakan atau ketemu darat.
Ketujuh, bayangkan situasi terburuk jika terjadi konflik horizontal. Tidak ada yang diuntungkan. Kita semua akan rugi, dan butuh waktu lama untuk pemulihan psikis. Ayolah para pemimpin, baik pemimpin yang dibayar oleh uang rakyat maupun pemimpin yang dihormati umat, tolonglah salinglah berkomunikasi.
Bukan pelucutan senjata yang menyebabkan perdamaian, tapi pelucutan kebencian dari hati kita semua.
Mari cek hati kita, apakah sudah adil atau belum, sebelum kita menuduh hati orang lain penuh kebencian? Terima kasih.
– we put national interest first –
Sumber: Muslim Obsession.
Kamis, 19 November 2020
Pilkada Dan Kerumunan Siap-siap Dipidana
Pilkada Dan Kerumunan Siap-siap Dipidana
Oleh:M. Rizal Fadillah
USAHA polisi membidik HRS dan Anies Baswedan bakal menjadi boomerang untuk mereka yang maju dalam Pilkada 9 Desember 2020. Semakin intens upaya mengkriminalkan HRS dan Anies semakin terbuka peluang babak belur secara pidana peserta pilkada.
Rakyat tidak bodoh dan akan teriak keras menuntut keadilan. Pelanggaran UU Kekarantinaan yang dituduhkan kepada HRS dan Anies akan serta merta menyorot pelanggar di pilkada serentak.
Peserta kalah mungkin lebih ringan sorotan, tetapi pemenang akan dihajar banyak pihak untuk menggagalkan. Salah satu pintu masuk adalah UU Kekarantinaan dengan tujuan penjara.
Pilkada diprediksi bakal karut marut. Tekanan kepada HRS dan Anies saat ini menjadi preseden. Sekarang saja pendaftaran Gibran putra Jokowi dengan kerumunannya mulai disorot. Begitu juga Bobby menantu Jokowi. Ini baru proses, belum finalnya nanti. Kemenangan yang digugat.
Penundaan acara reuni 212 yang akan dihadiri jutaan orang adalah jebakan offside untuk pilkada. Kasus-kasus pelanggaran UU bersanksi pidana akan berlomba masuk ke area jebakan.
Sebenarnya mengada-ada, ngawur dan aneh mengancam HRS dan Anies dengan Pasal 93 UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan, sebab pilihan adalah PSBB bukan karantina.
Tapi sudahlah, semaunya saja, jika memaksakan dengan UU Kekarantinaan pun, maka besok pilkada akan banyak menelan korban. Polisi tak boleh lari untuk mengelak. Harus mengejar.
Polisi dituntut untuk netral, obyektif, serta selalu berorientasi pada pelayanan demi ketertiban. Tidak menjadi organ kepentingan kekuasaan yang menyebabkan berat sebelah, mudah marah, serta mengikuti maunya "pengarah".
Korban pertama harus Gibran dan Bobby, selanjutnya menanti pelaporan berbagai daerah. Efeknya bahwa pilkada Desember ini akan menjadi pilkada yang paling "berdarah-darah".
Solusinya adalah melokalisasi persoalan agar kasus pernikahan putra HRS yang menyeret Gubernur Anies tidak dibesar-besarkan atau membengkak. Hal ini karena di samping tidak ada pelanggaran pidana, juga apapun tindakan kepada HRS dan Anies hanya jalan untuk membesarkan HRS dan Anies sendiri.
Kembalikan kompetensi pencegahan dan penindakan pelanggaran PSBB bukan pada pekerjaan kepolisian. Tetapi pemerintah daerah setempat. Bila kepolisian ingin bertindak leluasa, maka segera tetapkan lockdown. Karantina wilayah atau rumah.
Rakyat pasti akan patuh. Hanya saja penuhi dahulu kebutuhan rakyat.
Masalahnya, pemerintah sedang ampun-ampunan bangkrut. Sibuk utang sana utang sini.
Lalu mampukah?
(Pemerhati politik dan kebangsaan.)
Sumber: konten islam