OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label OPINI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OPINI. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 Februari 2023

Ibu-ibu Pengajian vs Emak-emak Gila Dunia

Ibu-ibu Pengajian vs Emak-emak Gila Dunia



 

10Berita - Ada dua pasang suami istri dalam bertetangga, yang satu pasang kelihatan kampungan yang bawaannya hobi ngaji aja, dan yang satu pasang kelihatan modern, hobi shoping tawaf seluruh mall yang dekat dengan rumahnya.  

Kelihatan istri dari pasangan ini jarang masuk dapur sehingga kulitnya putih bersih agak glowing.

Berbeda dengan pasangan pertama walau tidak kelihatan megah rumah tangganya, namun tampak keluarga yang adem, rukun dan harmonis. 

Tidak pernah kelihatan di raut wajah mereka terutama istrinya memikul beban duniawiah.

Ini gambaran perbedaan sepintas dua komunitas manusia, yang satu ikut pengajian dan yang satu hobi dengan keduniaan.

Ibu-ibu yang suka ikut pengajian tidak pernah terlihat anak-anak mereka terlantar. 

Karena keluarganya sudah terbiasa dengan ritme kesibukan dunia dan akherat. 

Ibu-ibu yang ikut pengajian tidak pernah ganjen dengan lawan jenis walau kenal dekat. 

Mereka  tetap menjaga jarak sesuai tuntunan agama yakni bukan muhrim. Dan mereka dengan urusan dunia gak kesetanan ingin meraup semuanya.

Terbalik dengan keluarga yang pertama yang kelihatan modern up to date tapi kelihatan tidak harmonis. Hampir pasti sepasang suami istri itu jarang ketemu karena kesibukan dunianya. 

Hampir pasti mereka jarang berkumpul satu keluarga itu. Istrinya kayak ibu-ibu sosialita dan suami sibuk di partai dan urusan dunia yang lain.

Memang di kompleks tempat tinggalnya selalu mendominasi karena merasa lebih modern dari yang lain. Soalnya sebagian ibu-ibu di komplek itu rajin ke masjid mengikuti pengajian.

Kalau ibu-ibu ini keluar dari rumah mau ke masjid tercium bau surga minyak sultan yang dipakai seperti bau di Makkah. 

Tapi kalau ibu-ibu yang kedua mau ke mall tercium bau wangi menusuk hidung yang di pakai perempuan-perempuan penggoda suami orang yang bikin dompet sampai ludes dan tuntas.

Apa yang salah dari ibu-ibu pengajian? Mereka rajin ngaji tapi urusan rumah tangganya tidak terbengkalai. 

Prinsip ibu-ibu pengajian biar kelihatan kampungan karena ngaji terus dari pada sok modern tapi suka main dengan laki orang, begitu juga suaminya.

Ibu-ibu pengajian mendapat dunia dan akheratpun dapat. Yang sering ikut pengajian kalau mau sebut Allah SWT tidak sulit dan lidah tidak belepotan belipat-lipat. 

Yang sering ke mall, dunia ambillah semua sepuas-puasnya mumpung kekuasaan ada di tangan kalian. Ingat umur udah mendekati maghrib. Tau dirilah.

Wallahu A'lam ...

MOH. NAUFAL DUNGGIO (Aktivis dan Ustadz Kampung), Bekasi. 

Sumber: KONTENISLAM.COM

Jumat, 24 Februari 2023

Megawati dan Pengajian

Megawati dan Pengajian


10Berita, Saya rasa ibu Megawati sebenarnya ingin bicara tentang penting dan perlunya ibu-ibu memperhatikan kesehatan dan gizi anak agar mereka bisa tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat, cerdas dan produktif, karena kalau masalah kesehatan dan gizi anak-anak ini tidak diperhatikan maka tentu nanti kesehatan dan kecerdasan serta produktivitas anak-anak tersebut tentu akan rendah dan terganggu dan kita tentu saja tidak mau hal itu terjadi.

Cuma yang mengherankan mengapa Megawati menghubungkan masalah tersebut dengan keterlibatan ibu-ibu dengan pengajian, padahal dalam pengajian itu juga disinggung banyak hal termasuk masalah yang menyangkut kesehatan.

Jadi menurut saya telah terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan dimana beliau telah menjadikan pengajian sebagai penyebab dari terjadinya stunting dan terganggunya kesehatan anak. Padahal seperti kita ketahui anak-anak tersebut akan terkena stunting penyebabnya bukanlah karena ibunya ikut pengajian tapi karena ibu dan keluarganya tidak bisa memberikan asupan gizi yang cukup kepada sang anak karena faktor kemiskinan yang mereka hadapi.

Jadi bukan karena ikut pengajian tapi adalah karena pemerintah belum melaksanakan tugas konstitusionalnya dengan baik karena di dalam UUD 1945 pasal 34 sudah dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.

Jadi yang harus disalahkan dalam hal ini bukan pengajian tapi adalah pemerintah dan partai ibu Megawati sendiri yaitu PDIP yang merupakan bagian dari rezim yang memerintah yang bertanggung jawab dalam mencegah hal yang tidak diinginkan tersebut.

Anwar Abbas 
Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan.

Sumber: panjimas

Senin, 23 Januari 2023

REPUBLIK LONTONG SAYUR



 

10Berita - Kelontongsayuran Republik ini makin nyata : encer, empuk, mudah disantap habis. Sangat menggiurkan pemodal, terutama asing. Soal rasanya lain lagi. Saat beberapa buruh pribumi mati di tangan TKA China di PT GNI, Morowali, dan kawan2 mereka ditangkap polisi dituduh sebagai provokator, lalu joget gembira bu Ramona saat menerima amplop langsung dari presiden di sebuah pasar di Manado, sidang kasus Sambo yang makin sulit dibedakan dengan sinetron, kemudian tuntutan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa rame2 di depan Gedung DPR dari 6 tahun menjadi 9 tahun, maka kedunguan itu terasa begitu luas, dan nyata, namun tetap saja mencengangkan bagi sebuah negeri yang konon sudah merdeka 77 tahun. Bahkan pekik Merdeka itu baru saja diteriakkan 3 kali oleh petinggi partai paling berkuasa di Republik ini.
Pekik merdeka itu terdengar ironis jika kita menyaksikan betapa negara ini telah gagal melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi secara resmi mengakui pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di masa lalu sejak G30S/PKI, tragedi Talangsari dan Tanjung Priuk selama Orde Baru, kecuali penghilangan nyawa 6 orang pemuda pengawal seorang ulama kondang beberapa bulan silam yang terjadi di masa kepresidenannya sendiri. Ini hanya aksesori politik yang hanya menguntungkannya secara pribadi sekaligus bisa merupakan langkah awal permohonan maaf pada PKI yang keturunannya akhir-akhir ini semakin berani mengatakan dirinya sebagai korban pelanggaran HAM berat. Jika korbannya adalah pendukung PKI, maka sulit mengelak kesimpulan bahwa yang bersalah dalam pembantaian ratusan ribu manusia selama peristiwa G30S/PKI itu adalah ABRI dan ummat Islam. Jika permintaan maaf Pemerintah yang diwakili rezim berkuasa saat ini benar2 terjadi, maka kita akan segera memasuki fase paling kelam dan menyesatkan dalam sejarah Indonesia di Abad 21 ini.

Proses pelontongsayuran Republik ini terjadi sejak UUD45 diganti secara brutal oleh kaum sekuler radikal kiri maupun nasionalis dengan UUD2002. MPR sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat sekaligus lembaga tertinggi negara digusur oleh partai politik. Sejak itu politik sebagai barang publik dimonopoli secara radikal oleh partai politik. Bagaimana besar kekuasaan parpol itu dinyatakan secara tegas terbuka oleh Megawati di depan warga PDIP dan Presiden Jokowi saat perayaan HUT PDIP ke-50, bahwa selain elite parpol, manusia Indonesia itu pengemis politik yang patut dikasihani. Pemilu Presiden langsung yang oleh kaum liberal dibangga-banggakan sebagai pencapaian gerakan reformasi yang paling penting terbukti hanya melahirkan presiden petugas partai, jika bukan boneka oligarki yang memasok logistik partai2 politik itu.

Bangsa ini sedang belajar merdeka. Lihatlah para anggota DPR masih tega membiarkan kasus unlawful killing aparat terhadap warga sipil berlalu begitu saja, dan buruh pribumi terbunuh bahkan dituduh sebagai provokator dalam konflik dengan para pekerja dan investor asing. Kini partai-partai politik di DPR akan menghadapi para Kepala Desa yang jika tuntutan perpanjangan jabatannya tidak dipenuhi DPR, para Kades itu akan menghabisi parpol2 itu saat Pemilu nanti. Mungkin para Kades itu hanya meniru sikap para pejabat publik yang berakrobat untuk memperpanjang masa jabatan mereka dengan menunda Pemilu atau mengubah UUD. Masa jabatan publik itu jadi seperti lontong yang bisa diperpanjang, tapi tidak mungkin diperpendek kecuali akan menjadi lemper. Para bandit, badut dan bandar politik yang kini memenuhi jagad politik negri ini akan tetap menginginkan sebuah republik lontong sayur, bukan yang lain.

Oleh: Daniel Mohammad Rosyid @Rosyid College of Arts

Paciran, 22 Januari 2023.

Sumber: konten islam

Etnis Cina di Negeri Pancasila, Berkah atau Bencana?

Etnis Cina di Negeri Pancasila, Berkah atau Bencana?



 

10Berita - Oleh: Yusuf Blegur
Mantan Presidium GMNI 

Keharmonisan dan keselarasan hidup berbangsa dan bernegara etnis Cina di Indonesia kian terusik dan mulai digugat. 

Tak lagi sekedar individu sebagai warga negara, peran dan pengaruh etnis Cina kini terus merambah merepresentasikan swasta, BUMN dan negara leluhurnya. 

Lebih dari sekedar investasi dan utang, dominasi dan hegemoni Cina mulai mengancam eksistensi dan kedaulatan NKRI. 

Terlebih negeri yang berazas komunis itu, dengan kekuatan 9 Naga telah kokoh menancapkan kukunya dan menguasai hajat hidup orang banyak di bumi Pancasila.

Ada fakta yang tak terbantahkan tentang warga Cina yang hidup rukun dan sudah kawin-mawin di Indonesia. 

Mereka yang hidup di pelosok kota dan desa sudah lama membaur, akrab dan menyatu dengan pribumi. 

Warga Cina yang sudah menyatu dalam tumbuh-kembangnya negara, berhasil membangun kohesi sosial dengan seluruh rakyat Indonesia. 

Dalam pelbagai lapisan masyarakat, warga Cina terintegrasi dengan penduduk  pribumi tanpa tersekat oleh status kaya-miskin, minoritas-mayoritas dan kalangan istimewa-terpinggirkan. Tersebar dalam beragam profesi dan pelbagai aktifitas.  

Sebagian besar tak lagi terkendala oleh kesan warga keturunan, orang Cina  hidup bergaul bercampur gaya hidup, hobi dan kebiasaan sehari-hari dengan warga asli Indonesia. 

Masyarakat Cina berhasil menjadikan budaya Cina berdampingan dengan budaya  nasional Indonesia tanpa menggerus eksistensi suku, agama, ras dan antar golongan yang ada dan sudah menjadi tradisi. 

Mulai dari film, makanan, bahasa, seni bela diri dan barongsai, dll., kerap dipakai dan digemari tidak sedikit oleh bangsa Indonesia.

Rakyat tak bisa melupakan prestasi Rudi Hartono, Liem Swie King, pasangan Kevin Sanjaya-Marcus Gideon dll, di dunia olah raga bulutangkis yang telah mengharumkan nama negara bangsa Indonesia. 

Rakyat juga mengenal Soe Hok Gie aktifis pergerakan di masa lalu dan sederet nama seperti Kwik Kian Gie, Jaya Suprana, Anthoni Budiawan, Lius Sungkarisma, ustad Felix Siaw  dlsb, yang kritis dan tetap menunjukkan nasionalisme dan patriotismenya untuk negara Indonesia. 

Bangsa ini juga tak bisa mengabaikan peran orang-orang seperti Harry Tanoesudibyo dan masih banyak lagi yang berdedikasi tinggi ikut menopang dan menggerakkan roda ekonomi demi membantu pemerintah meluaskan lapangan pekerjaan dan mendorong pembangunan nasional. 

Mereka semua etnis Cina yang semangat dan jiwanya telah melekat kuat, menjadi bangga dan mencintai Indonesia.

Dalam sejarah  perjalanan politik pemerintahan Indonesia, etnis Cina sering mengalami gelombang pasang surut. Sepanjang Orde Lama di bawah pemerintahan Soekarno, warga Cina sangat dibatasi dalam pergaulan politik, ekonomi dan hukum. 

Begitu diawasi dan dikontrol sangat ketat, Presiden Soekarno sampai mengeluarkan PP No.10 Tahun 1959 yang berisi melarang warga Cina melakukan kegiatan ekonomi masuk di pedesaan. Begitupun eksistensi keturunan Cina dalam politik dan pemerintahan, Soekarno tak memberi kesempatan dan panggung untuk mereka. 

Soekarno dengan pilihan politik gerakan non-blok, yang tidak berafiliasi kepada Blok Barat dan Blok Timur memberi sinyal tidak terlalu  akomodatif terhadap etnis Cina dalam pemerintahannya. Kebijakan Soekarno juga memarginalkan peran politik dan ekonomi etnis Cina.

Warga Cina cenderung semakin dikekang usai peristiwa G30 S/PKI 1965 dengan Inpres No. 14 Tahun1967 tentang larangan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat. 

Karena kebijakan Orde Baru, etnis Tionghoa ini juga dipaksa mengikuti aturan dalam Surat Edaran No. 06/Preskab/6/67  yang mengharuskan nama Indonesia bagi warga Cina. 

Bahkan pergerakan masyarakat Cina di Indonesia juga di kontrol melalui Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC) oleh Orde Baru. 

Warga Cina atau keturunan betapapun mendapat perlakuan diskriminasi dalam era Orde Baru, pada orang per orang atau kelompok tertentu  juga sering mendapatkan previllage atau kemudahan dari pemerintahan Soeharto. Terutama saat presiden Soeharto menjalankan kebijakan pembangunan yang mengusung konsep " trickle dawn effect". 

Presiden Soeharto mulai menghadirkan keleluasaan peran pengusaha Cina dalam negara,  melalui keberadaan konglomerasi dalam ekonomi politik nasional. Penguasaan ekonomi dengan memberi peluang permodalan besar dalam industri dan akses perbankan yang luas, kehadiran Taipan mulai terasa di era Soeharto. Di bawah kekuasaan pemerintahan Soeharto, pesat lahir konglomerat China yang kini dikenal sebagai oligarki korporasi.

Biar bagaimanapun peran politik dan peran ekonomi etnis Cina dalam pemerintahan Seokarno dan Seharto berbeda. Bisa dikatakan baik Soekarno dan Soeharto  sama-sama masih membatasi warga Cina, baik dalam soal keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat. 

Begitupun  dalam soal ekonomi dan politik, termasuk membatasi etnis Cina dalam wilayah pemerintahan. Soekarno maupun Soeharto masih menganggap, etnis Cina masih berorientasi pada negeri leluhurnya dan masih sulit mengikuti proses asimiliasi dalam kehidupan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. 

Etnis Cina dianggap masih sangat eksklusif, primordial dan sektarian. Selain itu baik Orde Baru maupun Orde Lama,  menganggap etnis Cina merupakan masyarakat yang memiliki kultur agresif dan ofensif secara ekonomi dan politik. 

Sehingga itu menjadi kekhawatiran rezim pemerintahan keduanya yang ingin melakukan proteksi  masyarakat pribumi agar bisa lebih mandiri, maju dan lebih sejahtera.

Etnis Cina di Indonesia mulai bisa bernapas lega dan merasakan kebebasan eksistensinya semenjak era kepemimpinan Abdurahman Wahid alias Gus Dur. 

Melalui Keppres No. 6 Tahun 2000 yang diterbitkan pada 17 Januari 2000, kebijakan Gus Dur menghilangkan apa yang disebut sebagai diskriminasi terhadap etnis Cina. Pelaksanaan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat bagi etnis Cina berlaku lagi, mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967. 

Gus Dur bahkan mengeluarkan peraturan Konghucu  sebagai agama baru di Indonesia selain penetapan perayaan Hari imlek sebagai hari libur nasional dengan  kemeriahan Barongsai. 

Etnis Cina mulai merasakan zaman keemasannya, dalam sosial agama, sosial politik, sosial ekonomi dan sosial hukum dalam era Gus Dur yang justru menjadi awal era reformasi. 

Sebuah transisi kekuasaan yang menjadi babak baru yang ingin mengembalikan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan di bawah naungan NKRI.

Wabah Cina di Negeri Pancasila

Benar apa yang dikhawatirkan Soekarno dan Soeharto tentang pembatasan ruang gerak etnis Cina di Indonesia. Tak cukup terkait betapa kuatnya kesetiaan pada negara leluhurnya. 

Kehadiran etnis Cina di Indonesia mulai dari masa pergerakan kemerdekaan, pergolakan dan situasi genting NKRI dalam Orde Lama dan Orde Baru hingga 25 tahun era reformasi bergulir. 

Etnis Cina masih distigma sebagai negara bangsa  dengan kultur  yang suka membuat adu-domba, khianat dan menghalalkan segala cara. Koruptor, suap, judi, narkoba, traficking, pengemplang pajak, plagiator ulung, pembunuhan dan pelbagai kejahatan kemanusiaan lainnya. 

Semua catatan hitam yang historis dan empiris itu, cenderung semakin lekat dengan identifikasi sebagian besar etnis Cina. Pemimpin-pemimpin Indonesia terdahulu bangsa Indonesia masih menyimpan kekhawatiran dan keraguan terhadap nasionalisme dan patriotisme sebagian kebanyakan etnis Cina. 

Bukan sekadar karakter agresif dan ofensif dalam aspek ekonomi politik, kecenderungan etnis Cina juga terlalu dominan dan hegemoni dalam banyak aspek kehidupan. 

Terlebih superioritas etnis Cina terhadap rakyat pribumi Indonesia, berhasil membonceng  ideologi dan kepentingan nasional bangsa Cina. Komunisme yang menjadi flatform negara Tirai Bambu itu, kini bukan hanya mengancam Indonesia sebagai negara berdaulat. 

Di negeri Pancasila, etnis Cina yang minoritas berhasil menguasai rakyat mayoritas. Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, etnis Cina berupaya cukup keras bergerilya dan berhasil menancapkan kukunya pada sektor ekonomi terutama pada perdagangan dan perbankan. 

Kini etnis Cina mulai merangsek dan menguasai jalur pemerintahan. Distribusi barang dan jasa, semakin diperkuat dengan intervensi dan bahkan menjadi "inner circle" kekuasaan penyelenggaraan negara. 

Etnis Cina, bahkan bisa mengendalikan pemerintah lewat individu maupun  komunitas oligarki. Spirit orang dan bangsa Cina yang menjadikan komunisme mengadopsi kapitalisme dalam percaturan global. Membuat etnis Cina menguasai Indonesia dalam faktor teknis dan strategis kepentingan publik di semua lini, dari sektor hulu hingga ke sektor hilir.

Tak puas dengan menguasai sumber daya alam meliputi minyak, emas, batubara hingga nikel. Etinis Cina juga merambah retail bisnis kecil seperti alfamart-indomart, properti, hingga mal dan super blok. Bisnis yang sudah merambah industri perkotaan sampai  ke pelosok desa, laut dan  pegunungan tak lagi menyisakan kekayaan bagi rakyat dan negara Indonesia. 

Hampir 80% lahan di Indonesia dikuasai 1% dari seluruh rakyat Indonesia, tak lebih dari 25 orang pengusaha. Hanya dalam 2 periode kepemimpinan rezim Jokowi, oligarki korporasi yang dipimpin etnis Cina seperti 9 Naga telah sempurna menguasai hajat hidup orang banyak. 

Ekonomi nasional terkapar, sementara institusi negara seperti partai politik, DPR-MPR, MA, Kejakgung, MK, TNI-POLRI hingga KPU, tak lepas dari pengaruh oligarki,  pemilik modal besar yang sudah terjun ke ranah politik.

Bahkan pemilu dan pilpres 2024 sudah direkayasa sedemikuan rupa hasilnya meski belum dilaksanakan. 

Sungguh Dahsyat dan berbahayanya kekuatan oligarki yang ditopang segelintir etnis Cina. Hingga terorganisir bisa menentukan siapa presiden dan pemerintahannya,  yang bisa menjadi boneka dan ternak- ternak oligarki.

Etnis Cina yang diragukan kontribusinya dalam menyumbang kemerdekaan RI, telah menjadi penguasa yang seolah-olah menjadi pemilik negeri ini. 

Konstitusi dan demokrasi bisa dibeli, bahkan semua politisi, birokrat hingga presiden tak bisa lepas dari keinginan etnis Cina yang bertransformasi  sebagai mafia oligarki.

Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, kini di ujung tanduk dan terancam diakuisisi oleh Etnis Cina yang sudah memobilisasi TKA. Tak sekadar modal besar dalam bentuk investasi mega proyek, negara Cina juga sudah melakukan migrasi penduduknya yang populasinya sudah mencapai miliaran. 

Kentara sekali berkedok investasi dan utang, Cina dengan korporasi dan etnisnya yang minoritas, ingin meningkatkan status mayoritasnya dan pada akhirnya melakukan kolonialisasi dan aneksasi terhadap NKRI. Sebuah bahaya dan  ancaman serius dari kekuatan kapital yang komunis yang ingin menguasai bumi nusantara.

Serbuan TKA, jerat utang dan penguasaan ekonomi politik Cina, memberi tanda SOS bagi keberadaan dan keberlangsungan NKRI. Tragedi Morowali utara menjadi  indikator dari arogan, rakus dan bengisnya rezim komunis Cina berkedok investasi dan utang. 

Banjir TKA Cina yang tak berkuaitas tapi disambut karpet merah, perilaku  etnis Cina yang mulai sok kuasa dan berani berbuat aniaya terhadap rakyat pribumi bahkan kepada aparat, menjadi tanda-tanda ada upaya menjadikan Indonesia sebagai negeri jajahan Cina.

Begitu kuat pengaruh dan peran etnis Cina di Indonesia, menjadi paralel dengan rendahnya integritas aparat birokrasi dan politisi di Indonesia. Dominasi dan hegemoni etnis Cina dalam ekonomi politik nasional menjadi cermin dari bobroknya mentalitas pemimpin dan pejabat di negeri ini. 

Perilaku menyimpang berupa korupsi, tradisi suap, dan upaya menghalalkan segala cara demi memenuhi ambisi dan tujuan meraih jabatan serta kekayaan telah menjadi konspirasi jahat antara etnis Cina yang menjadi oligarki dengan birokrasi.

Rakyat pribumi harus terpinggirkan dalam selimut kemiskinan dan hidup menderita, sementara segelintir orang dan kelompok berpesta pora menikmati kekayaan dan fasilitas negara. Oligarki hitam yang  eksploitatif dimotori  pelaku bisnis dari etnis Cina, berselingkuh dengan para bejabat bermental bejad. 

Kekuasaan para pelacur dan penghianat-penghianat bangsa Indonesia ini, perlahan tapi pasti mengancam eksistensi Pancasila, UUD 1945 dan kedaulatan NKRI. UU Cipta Kerja, UU KUHP dll, menjadi bukti tak terbantahkan bahwa pemerintah dibawah kendali oligarki sebagai siasat mengebiri konstitusi, membungkam demokrasi dan membawa Indonesia ke dalam jurang kehancuran,

Sepatutnya bangsa Indonesia sadar bahwa negerinya diambang kehancuran dalam genggaman negeri tirani Cina Komunis. Rakyat harus berani dan bangkit melakukan langkah-langkah dan tindakan revolusioner untuk menyelamatkan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Seluruh rakyat dan pemimpin-pemimpin agama dan politik harus bersatu membangun kekuatan perubahan. 

Seperti kata Bung Karno, rakyat harus berani menjebol dan membangun, melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi dari tatanan sistem yang sudah rusak yang  disebabkan oleh anasir kapitalisme dan komunisme global, termasuk  geliat predator Cina. Akankah rakyat Indonesia, memahami dan menyadari substansi realitas ekonomi  politik saat ini?.

Terlebih, khususnya perspektif peran dan pengaruh etnis Cina di Indonesia, berkah atau bencana?

Mampukah rakyat Indonesia, setelah dihantam pandemi Covid-19 yang bersumber dari kota Wuhan, dengan cerdas dan tangkas dapat melakukan refleksi dan evaluasi?. Bahwa sejatinya begitu kuat wabah Cina di negeri Pancasila.

Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan

Bekasi Kota Patriot, 23 Januari 2023/2 Rajab 1444 H

Sumber: 

Rabu, 18 Januari 2023

CHINA VS INDONESIA

CHINA VS INDONESIA



by M Rizal Fadillah

Kekhawatiran terjadinya masalah sosial dari kedatangan dan keberadaan TKA kerja asal China di Indonesia mulai terbukti. Kasus konflik di area smelter PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI) Morowali Utara telah menewaskan dua orang tenaga kerja masing masing untuk TKA China dan Tenaga Kerja Indonesia. Bangunan dan kendaraan banyak yang terbakar atau hancur.

Sebab terjadinya konflik berdarah ini belum jelas. Ada berita soal perundingan yang macet, TKI dipukuli atau disiksa, tuntutan aksi yang tidak dipenuhi hingga kesenjangan gaji TKA China dan TK Indonesia. Apapun sebabnya maka faktor arogansi TKA China memang kuat. Maklum pabrik itu “milik” mereka. Investor sebagai “owner”. TKA China adalah anak emas investor.

Kritik atas “banjir” nya TKA China sudah sejak lama. Kekhawatiran bukan hanya persoalan kesenjangan sosial atau budaya tetapi juga politik dan keamanan. Kedaulatan negara yang dapat tergerus. Rezim “lapar” investasi membuka peluang bagi penjajahan baru. China adalah teman dekat rezim. Jokowi menyapa Xi Jinping sebagai “Kakak Besar”. Luhut Panjaitan menjadi Duta investasi China.

PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) merupakan perusahaan nikel yang dimiliki oleh pengusaha tambang asal China Tony Zhou Yuan. Kemenaker sudah didesak untuk melakukan tindakan hukum dan sanksi berat kepada PT GNI karena perusahaan ini dinilai melakukan banyak pelanggaran antara lain tidak memiliki peraturan perusahaan, kontrak bagi pekerjaan yang berstatus tetap, pemotongan upah, PHK sepihak serta keselamatan kesehatan karyawan.

Masalah TKA China jangan dianggap remeh oleh Pemerintah. Sentimen publik sangat kuat. Bagai api dalam sekam yang sewaktu-waktu dapat membakar. Bisa saja dimulai konflik antar karyawan.
Pada aspek yang lebih luas, kesenjangan sosial ekonomi dan kiprah politik warga keturunan juga perlu mendapat perhatian. Tidak ada sama sekali pengendalian dan pengaturan.

Jumlah TKA China dalam catatan resmi Kemenaker “hanya” sebesar 40 ribu lebih. Itu adalah TKA terbanyak di Indonesia. Jepang urutan kedua dengan jumlah yang tidak terlalu signifikan. TKA China ternyata bukan hanya tenaga ekspert tetapi juga buruh kasar. Ini persoalan besar di tengah tingginya angka pengangguran kaum pribumi.

Konflik berdarah di Morowali jangan semata disalahkan pekerja atau karyawan pribumi lalu diproses hukum, TKA China yang mungkin menjadi penyebab bahkan membunuh juga patut diproses hukum. Jika penanganan tidak adil maka persoalan menjadi tidak selesai. Berbuntut panjang dan tuntutan pengungkapan fakta independen dapat mengemuka.

Urusan nikel sebenarnya Indonesia kena semprot WTO. Kalah gugatan dari Uni Eropa dalam Dispute Settlement Body WTO. Jokowi Banding dan berargumen serius untuk membela. Entah kepentingan bangsa atau China. Kini terjadi peristiwa berdarah di area smelter PT GNI Morowali. Bukan Indonesia lawan Uni Eropa tetapi Indonesia lawan China. China Vs Indonesia.

Elemen bangsa Indonesia seharusnya tidak menjadi pembela atau budak China. Meski tidak perlu berprinsip go to hell China.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 18 Januari 2023

Sumber: Eramuslim 

Selasa, 16 Februari 2021

Genre Baru J-Pop: Romansa Ulama Ditindas Penguasa

Genre Baru J-Pop: Romansa Ulama Ditindas Penguasa

Eramuslim / Redaksi / 4 menit yang lalu

eramuslim.com

By Jarot Espe

Drakor dengan rating tertinggi di tv kabel, ‘The world of the married‘, adalah sukses lanjutan Negeri Ginseng mengekspor budayanya. Korea Selatan sadar, budaya milenial adalah pertaruhan hidup mati memajukan negeri. Karena itu penyebaran budaya Korea (Korean Wave) harus secara simultan untuk menjaring penggemar fanatik yang bertebaran di berbagai belahan dunia.

Presiden Jokowi termasuk jeli membidik potensi tersebut. Bersama Kahiyang anaknya yang K-Popers atau penggemar idola K-Pop, Pak Jokowi pernah dua kali hadir di konser Korean Pop (K-PoP). Presiden berhasil menangguk simpati. Sukses memang harus melewati proses simultan, berkesinambungan.


Di pentas politik, Pak Jokowi juga sukses berkesinambungan. Dari WaliKota Solo, menjadi Gubernur DKI Jakarta hanya dua tahun untuk membidik target puncak; masuk ke istana negara sebagai Presiden Indonesia.

Pola yang dipakai Pak Jokowi mirip K-Pop, menggunakan musik ‘easy listening’ yang mudah dicerna masyarakat awan. Dari label wong cilik, ratu adil atau Satrio Piningit alias pemimpin yang dinantikan, hingga aksi blusukan. Barangkali layak disematkan istilah J-Pop. Jokowi Pop.

Setelah terpilih lagi, Pak Jokowi tetap konsisten dengan konsep simultannya, tapi tak lagi populis. Betapa tidak, para ulama dijebloskan ke jeruji tahanan. Rezim ini seperti kesetanan membabi buta memberangus suara berbau oposan.

Kasus penahanan Habib Rizieq Shihab dengan tiga sangkaan sekaligus, merupakan bagian dari kerja simultan Pak Jokowi. Perburuan Rizieq Shihab dimulai sejak ia tiba di bandara Soetta hingga ke rumah sakit Ummi Bogor tempat pimpinan FPI itu dirawat.

Di belakang Habib Rizieq, mengantre para ulama lain yang tidak terpublikasi.
Seorang advodkat menyebutkan beberapa di antaranya. KH Ahmad Sabri Lubis, Ustaz Haris, Habib Hanif Alatas, Habib Idrus Al Habsy, Habib Ali Alatas dan Ustaz Maman Suryadi yang ditahan oleh Bareskrim Polri.

Di LP Gunung Sindur Bogor, terdapat nama Bahar bin Smith, pendakwah asal Manado. Ustad Bahar dan para ulama yang kini mendekam di penjara, dikenal sangat kritis terhadap pemerintahan Jokowi. Padahal sesungguhnya dalam peradaban Islam terdapat hubungan teladan antara ulama dan umaro (pemerintah). Pemerintah diperlukan ulama untuk mendukung aktivitasnya membangun pondasi masyarakat. Sebaliknya ulama berperan sebagai penasihat sekaligus sumber memperoleh keputusan berlandaskan hukum agama.

 

Sumber: Eramuslim

Senin, 14 Desember 2020

Penahanan HRS Boleh Jadi Awal Seleksi Cara Langit

 Penahanan HRS Boleh Jadi Awal Seleksi Cara Langit



by Asyari Usman

10Berita –  HRS diperiksa polisi selama 13 jam. Setelah itu, ditahan. Tangannya digari. Dibawa dengan mobil tahanan menuju sel. Perlukah semua ini dilakukan oleh polisi? Tentu jawaban normatifnya adalah semua itu prosedur tetap (protap).

Apa kira-kira maksud protap itu diberlakukan kepada Habib? Pantas diduga tujuan gari tangan, rompi orangye, mobil tahanan dan kemudian sel tahanan adalah untuk merendahkan Habib. Membuat agar beliau ‘down’.

Tercapaikah tujuan itu? Kelihatannya tidak. HRS sudah siap mental. Dia tahu persis risiko perjuangan yang diusahakannya.

Rata-rata orang berpandangan bahwa gari tangan, mobil tahanan dan sel penjara adalah bentuk penghinaan terhadap ulama. Dilihat sebagai tindakan yang melecehkan. Tindakan yang berlebihan yang tidak perlu. Dan sangat menyakitkan bagi umat.

Pastilah menyakitkan. Jika dilihat dengan cara biasa, maka proses penahanan HRS itu menjatuhkan martabatnya. Karena itu, banyak umat yang merasa sedih. Terpukul melihat perlakuan terhadap Habib.

Banyak yang menangis menyaksikan itu. Terasa kejam dan sangat kasar. Begitu penilaian banyak orang dengan cara pandang biasa. Ini bisa dimaklumi.

Namun, ada cara lain melihat proses penahanan HRS yang tampak kejam itu. Peristiwa gari tangan, mobil tahanan dan sel penjara untuk HRS bukanlah penghinaan. Boleh jadi, inilah awal dari proses seleksi rancangan Langit. Yaitu, seleksi yang bertujuan untuk mengumpulkan orang-orang yang memiliki kepahaman tentang perjuangan.

Lebih-kurang, Allah SWT lewat penahanan HRS yang terasa menyakitkan itu sedang merekrut orang-orang yang siap maju ke depan. Siap berjuang ‘all out’ untuk menegakkan keadilan. Agar keadilan itu dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.

Yaitu, keadilan untuk rakyat jelata. Keadilan untuk para penguasa. Ketika rakyat bahagia, maka para penguasa pun wajar bahagia. Jika rakyat menderita, maka para penguasa harus merasakan penderitaan itu. Bila perlu, penderitaan penguasa lebih berat lagi. Ketika rakyat dizalimi oleh para penguasa, maka para penguasa harus menerima kembali kezaliman itu.

Inilah konsep keadilan yang akan ditegakkan oleh para pejuang yang boleh jadi sedang diseleksi oleh Yang Maha Kuasa, hari ini. Jika rakyat diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa, maka penguasa pun harus merasakan derita yang setimpal dengan kesewenangan mereka.

Jika rakyat kehilangan kuping, maka para pelaku kezaliman harus kehilangan kuping. Siapa pun pelakuknya. Jika rakyat kehilangan nyawa karena kesewenangan para penguasa, maka para penguasa pun wajib dihukum secara adil dan setimpal dengan pembunuhan yang mereka lakukan.

Itulah cara lain melihat proses penahanan HRS. Ada semacam pesan Langit kepada seluruh umat bahwa mereka sedang diseleksi dengan sistem yang tidak sama dengan cara pengrekrutan di Bumi.

Seleksi cara Langit bisa sangat sulit dipahami. Tetapi, proses itu akan berjalan dengan sendirinya. Semua pejuang keadilan yang diperlukan Langit akan terkumpulkan secara natural.

Akan berbondong-bondong umat yang mengikuti seleksi Alam itu. Ini yang mungkin tidak terkalkulasikan oleh lingkaran kezaliman. Wallahu a’lam.[]

Penulis, wartawan senior

Sumber: Eramuslim

Minggu, 13 Desember 2020

Orang-orang Istana Membuncah, Habib Rizieq Ditahan

 Orang-orang Istana Membuncah, Habib Rizieq Ditahan



Kemarin Stafsus (Diaz Hendropriyono) lewat instagramnya sudah langsung meyakini bahwa beliau (IB HRS) akan dihukum hingga 2026.

Dini hari ini Jubir (Fadjroel) yang juga komisaris BUMN mengupload video saat beliau (IB HRS) tangannya diikat dan mengenakan rompi orange dengan tag line "MRS ditahan".

Baiklah itu hak kalian untuk menulis atau bicara, mungkin keinginan itu memang demikian membuncah di dada kalian semua...

Sebagai manusia yang mungkin agama kita sama, izinkan saya yang bukan siapa2 ini mengingatkan, kalian adalah abdi negara, dibayar pakai uang rakyat. Mungkin di antara uang yang kalian terima setiap bulan itu ada terselip pajak beliau (IB HRS) dan keluarganya.

Untuk semua yang dibayar rakyat berlakulah adil karena kekuasan itu tidak abadi, kekuasaan itu hanya 5-10 tahun, itu pun kalau nyawa kita masih ada.

(Naniek S Deyang)


Kemarin Stafsus (Diaz Hendropriyono) lewat instagramnya sudah langsung meyakini bahwa beliau (IB HRS) akan dihukum hingga 2026.

Dini hari ini Jubir (Fadjroel) yang juga komisaris BUMN mengupload video saat beliau (IB HRS) tangannya diikat dan mengenakan rompi orange dengan tag line "MRS ditahan".

Baiklah itu hak kalian untuk menulis atau bicara, mungkin keinginan itu memang demikian membuncah di dada kalian semua...

Sebagai manusia yang mungkin agama kita sama, izinkan saya yang bukan siapa2 ini mengingatkan, kalian adalah abdi negara, dibayar pakai uang rakyat. Mungkin di antara uang yang kalian terima setiap bulan itu ada terselip pajak beliau (IB HRS) dan keluarganya.

Untuk semua yang dibayar rakyat berlakulah adil karena kekuasan itu tidak abadi, kekuasaan itu hanya 5-10 tahun, itu pun kalau nyawa kita masih ada.

(Naniek S Deyang)
Sumber: PBI

Jumat, 11 Desember 2020

Prof. Yuwono: Protokol Kesehatan Dipakai Untuk Tujuan Politik, Adalah Bentuk Kezaliman

 Prof. Yuwono: Protokol Kesehatan Dipakai Untuk Tujuan Politik, Adalah Bentuk Kezaliman



KEZALIMAN

Oleh: Prof. Dr. dr . Yuwono, M. Biomed*

Kezaliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Lawan kata zalim adalah adil. Jadi, jika ada kezaliman berarti tidak ada keadilan.

Virus Covid tempatnya di kelelawar, lalu diganggu manusia dan akhirnya pindah ke manusia, ini namanya zalim. 

Protokol kesehatan itu mesti disosialisasi dan difasilitasi terus-menerus oleh pemerintah, bukan untuk konsumsi politik. 

Vaksin itu harus dipastikan aman dan manjur, jika belum dipastikan, jangan buru-buru disuntikan. 

Bumi, air dan kekayaan alam harus dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat, bukan kekayaan segelintir orang. 

Silakan teruskan contoh-contohnya...

Orang yang zalim akan mengalami 4 fase hingga kehancurannya:

1. Diberi tangguh oleh Allah, moga-moga insyaf.

2. Dibukakan akses harta, kuasa dll, tapi sebenarnya mulai ditarik pelan-pelan oleh Allah untuk menuju kehancuran.

3. Orang zalim merasakan indah apa yang dilakukannya, sehingga tambah ladas...(ladas bahasa Palembang artinya keterusan). Apalagi orang-orang sekitarnya memuji-memujanya.

4. Siksa Allah berupa penghentian kezaliman sekaligus mengakhiri si zalim.

Bagi yang zalim, masih ada kesempatan untuk berhenti berbuat zalim sampai fase 3. 

Bagaimana dengan yang terzalimi? Apa yang harus dilakukan? Ada 4 yaitu:
1. Terus produktif bekerja & berbuat baik
2. Menghindar dari fitnah
3. Meningkatkan kesabaran
4. Jangan bersimpati apalagi bergabung dg orang2 zalim.

Jum'at, 11 Desember 2020
___
*Sumber: fb penulis

Kezaliman adl menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Lawan kata zalim adl adil. Jadi, jika ada kezaliman berarti...

Dikirim oleh Prof. Yuwonopada Kamis, 10 Desember 2020

Indonesia Yang Kini Menjadi Milik Polisi

 Indonesia Yang Kini Menjadi Milik Polisi


By Asyari Usman

 10Berita– Sehari setelah Polisi menembak mati 6 laskar FPI, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus memperingatkan publik bahwa kalau ada yang mengatakan laskar FPI tidak punya senjata dalam insiden penembakan itu, maka dia dapat dikenai pasal pidana. Masuk kategori menyiarkan kebohongan.

Artinya, pernyataan Polisi bahwa para laskar FPI yang ditembak mati itu memiliki senjata api, tidak boleh dipersoalkan. Itu harus diterima sebagai kebenaran mutlak. Sama seperti putusan pengadilan. Padahal, putusan pengadilan saja masih bisa digugat sampai ke tingkat kasasi, dsb.

Pernyataan Yusri itu pastilah membuat orang, termasuk para wartawan, menjadi takut untuk mengutip ucapan seseorang yang tidak sejalan dengan pernyataan Polisi. Jelaslah takut. Bisa masuk penjara.

Cuma, apakah begitu negara ini dikelola? Apakah sekarang sudah ada ketentuan bahwa semua yang dikatakan polisi wajib benar? Apa dasar kepolisian bisa mengeluarkan pernyataan yang tidak boleh dipertanyakan? Tidak boleh dibantah?

Sumber: 

Rabu, 09 Desember 2020

Damn I Love Indonesia! Bapak Presiden, Anak dan Menantu Wali Kota

 Damn I Love Indonesia! Bapak Presiden, Anak dan Menantu Wali Kota


 

Penulis: Hersubeno Arief

TANGGAL 9 Desember 2020 akan dicatat dalam sejarah politik kontemporer Indonesia.

Presiden Jokowi mencatat sebuah prestasi baru, rekor. Anak dan menantunya memenangkan Pilkada.

Gibran, anak sulungnya memenangkan Pilwako Solo. Perolehan suaranya berdasarkan hasil sejumlah quick count, di atas 85%. Dahsyat!

Di Medan Bobby Nasution menantu Jokowi juga diprediksi menang. Hasil quick count menunjukkan perolehan suaranya mencapai 55%.

Prestasi luar biasa Jokowi ini tidak pernah dicapai oleh semua presiden sebelumnya. Termasuk dua presiden yang berkuasa cukup lama, Soekarno dan Soeharto.

Presiden Soekarno, sang Proklamator, berkuasa selama 22 tahun (1945-1967). Tak satupun putra atau putrinya yang menduduki jabatan publik selama dia berkuasa.

Baru 32 tahun kemudian, putrinya Megawati Soekarnoputri menjadi Wapres (1999) dan kemudian menjadi Presiden (2001-2004).

Presiden Soeharto berkuasa lebih lama, 32 tahun. Baru berhasil menempatkan putrinya Siti Hardijanti Roekmana sebagai Mensos pada tahun 1998. Di penghujung masa jabatannya.

Itu pun hanya bertahan selama 2,5 bulan. Mbak Tutut begitu dia biasa dipanggil, menjadi Mensos 14 Maret-21 Mei 1998.

Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang sama-sama berkuasa dalam waktu singkat, sama sekali tidak berhasil meninggalkan warisan jabatan untuk anak-anaknya.

Bos Jokowi, Megawati selama menjabat Presiden juga tidak menyiapkan jabatan publik untuk anak-anaknya.

Putri mahkotanya Puan Maharani baru terjun ke politik dengan menjadi anggota DPR pada Pemilu 2009. Setelah Megawati tak lagi menjabat sebagai presiden.

Benar, Puan kemudian menjadi Menko pada periode pertama masa jabatan Jokowi. Sekarang dia menjadi Ketua DPR RI. Tapi semua tidak dicapai pada masa Megawati menjabat sebagai presiden.

Bagaimana dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

Dalam soal menempatkan putra dan menantunya dalam jabatan publik, dia kalah jauh dengan Jokowi.

SBY bersamaan dengan masa jabatannya yang kedua baru berhasil menempatkan putra keduanya Edhie Baskoro sebagai anggota DPR RI (2009).

Setelah tak menjabat sebagai Presiden, SBY mencoba peruntungannya. Dia mendorong putra sulungnya Agus Harimurti menjadi cagub DKI Jakarta.

Eksperimen politik SBY gagal. Pada Pilkada DKI 2017 yang hiruk pikuk, Agus Harimurti kalah. Padahal dia sudah mengorbankan karir militernya yang cemerlang.

Pemegang penghargaan Bintang Adi Makayasa, lulusan terbaik Akmil tahun 2000 ini, pangkatnya terhenti hanya sampai perwira menengah. Dia pensiun dengan pangkat terakhir, Mayor TNI.

Benarlah jargon yang sering didengung-dengungkan oleh para pendukung Jokowi: PRESIDEN YANG LAIN NGAPAIN AJA!

Damn!! I Love Indonesia! (*)


Sabtu, 05 Desember 2020

YANG KORUPSI, YANG MAKAR, YANG DIKEJAR

 YANG KORUPSI, YANG MAKAR, YANG DIKEJAR


YANG KORUPSI SIAPA
YANG MAKAR SIAPA
YANG DIKEJAR SIAPA

Sudah hampir SETAHUN, Harun Masiku lenyap, sejak kasus OTT KPK pada Januari 2020. Korupsi tingkat tinggi. Melibatkan Komisioner KPU. Tentang Hasil Pemilu.

Negara tak berdaya terhadap koruptor.

Benny Wenda terang-terangan mendeklarasikan PAPUA MERDEKA. Jelas-jelas Makar terhadap NKRI. Namun kata Mahfud MD itu cuma ilusi, wong cuma di twitter.

Namun untuk seorang HRS... hebohya LUAR BIASA.

Wajar kalau publik bertanya-tanya dan menduga-duga ADA APA DENGAN NEGERI INI...

Jumat, 27 November 2020

Gara-gara Benur, Gerindra Babak Belur

 Gara-gara Benur, Gerindra Babak Belur



Oleh:Tony Rosyid*

DUA menteri Jokowi berasal dari Gerindra. Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), dan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KP).

Nasib malang! Edhy Prabowo ditangkap KPK di Bandara Soekarno Hatta, setelah lawatannya ke Amerika Serikat, Rabu, 25 November dini hari.

Edhy ditangkap KPK dalam kasus ekspor benur lobster. Novel Baswedan yang memimpin penangkapan tersebut.

Apakah ini Operasi Tangkap Tangan (OTT)? Masih tanda tanya. Disebut OTT kalau sedang, akan, atau baru saja melakukan tindak pidana koruptif.

Mungkinkah Edhy Prabowo cs sedang melakukan tindak pidana korupsi di dalam pesawat atau di bandara? Atau melakukan tindak pidana korupsi di Amerika, tapi karena masuk wilayah yuridiksi negara lain sehingga penangkapannya harus menunggu sampai di Indonesia?

Kalau dugaan terjadinya tindak korupsi tidak di Amerika, bukan pula di dalam pesawat atau bandara, apakah masih bisa disebut OTT?

Kalau tidak memenuhi unsur OTT, kenapa enggak dikirimkan saja surat pemanggilan lebih dahulu? Pemanggilan sebagai saksi. Setelah dikonfirmasi ini dan itu, meyakinkan ada unsur pidananya, baru dinaikkan jadi tersangka.

Kenapa harus langsung ditangkap? Seolah kalau Edhy tidak ditangkap ia akan lari. Dia pejabat tinggi, enggak mungkin lari bro!

Nah soal salah atau benar proses OTT tersebut, nanti akan dibuktikan di sidang praperadilan. Ini pun kalau Edhy mau mengajukan ke praperadilan.

Sudah jatuh ketimpa tangga. Begitu pepatah bilang. Gerindra nyeberang ke istana, lalu para pendukung berbondong-bondong meninggalkannya.

Ditinggalkan atau meninggalkan? Itu bergantung anda di posisi mana? Pendukung Gerindra atau pihak yang kecewa terhadap Prabowo.

Oleh sejumlah "mantan pendukung", Prabowo dianggap berkhianat dan tak tahu berterima kasih. Nyawa, darah, harta, dan keringat yang dikorbankan oleh para pendukung saat Pilpres 2019 seolah enggak dihargainya. Goodbye!

Hubungan Prabowo cq Gerindra putus dengan sejumlah pihak yang tadinya mendukung. Naifnya, sesampainya Gerindra di istana, kader terbaik Gerindra dan anak didik Prabowo ditangkap KPK. Yaitu Edhy Prabowo. Tokoh papan atas yang dikirim Gerindra untuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KP).

Kualat kepada PKS? Dalam nalar politik, tak ada ruang untuk analisis mistis. Istilah karena hanya ada di dalam diskusi agama. Nasib sial. Mungkin kalimat ini lebih mewakili.

Tertangkapnya Edhy Prabowo tentu punya risiko politik. Pertama, Partai Gerindra jatuh di mata publik. Elektabilitas Gerindra terancam turun. Dan ini juga mungkin bisa berpengaruh terhadap kader-kader Gerindra yang sedang menjadi calon kepala daerah.

"Ah, enggak mau nyoblos calon dari partai korupsi!" Narasi ini bisa dimainkan oleh rival-rivalnya di Pilkada 9 Desember 2020 nanti.

Setiap tokoh partai tertangkap KPK, ada konsekuensi hilangnya sebagian pendukung. Hal ini pernah dialami oleh sejumlah partai, di antaranya Demokrat dan PPP. Ketua umum ditangkap, elektabilitas langsung ngedrop. Khususnya PPP di Pileg 2019 kemarin. Megap-megap!

Kedua, jika Gerindra tidak cepat dan piawai untuk recovery, ini bisa mengancam rencana Prabowo maju di Pilpres 2024.

Santernya isu Prabowo-Puan Maharani yang digadang-gadang maju di Pilpres mendatang bisa berantakan.

Bagi Gerindra sendiri, ini tidak masalah. Karena, majunya Prabowo di Pilpres akan menaikkan suara untuk para calon anggota DPR dan DPRD. Kalah menang, itu nomor 12. Bukan yang utama. Menang syukur, enggak menang masih untung. Bagitu umumnya para kader dan caleg Gerindra berpikir.

Beda dengan PDIP, kalau susah dijual, untuk apa ikut mengusung Prabowo? Adakah ada partai lain yang masih mau mengusung Prabowo? Tanya saja ke PKS.

Lalu, bagaimana hubungan Gerindra dengan istana? Adakah keterlibatan istana dalam penangkapan Edhy Prabowo? Secara hukum, presiden tak boleh intervensi. Faktanya? Sulit anda membuktikannya. Kecuali anda nekat dan siap dipenjara.

Dari aspek politik, muncul banyak spekulasi. Apakah langkah KPK ini semata-mata iklan? Sejak UU KPK No 19 Tahun 2019 disahkan, KPK nyaris kehilangan kepercayaan publik.

Apalagi baru-baru ini, Ketua KPK membuat pernyataan salah dan blunder ketika mengomentari buku berjudul "How Democracies Die". Maka, penangkapan seorang menteri akan menjadi iklan besar-besaran untuk mengembalikan geliat KPK.

Ada juga yang bertanya: apakah penangkapan ini berkaitan dengan rencana reshuffle kabinet? Atau apakah ini bagian dari upaya menjegal Prabowo nyapres? Publik tahu, Prabowo punya banyak pesaing, khususnya di militer.

Atau apakah ini dampak dari persaingan antarpartai? Karena kabar yang juga santer, sebelum Edhy Prabowo ditangkap, ada pengurus partai lain yang lebih dahulu ditangkap. Hanya saja sepi dari berita.

Kalau ini dibuka, partai itu juga akan babak belur. Soal kebenaran kabar ini masih perlu ditelusuri.

Munculnya kecurigaan publik ini wajar, karena publik menganggap bahwa penangkapan pejabat kakap itu biasanya ada unsur politisnya.

Apalagi ini sekelas menteri. Publik sering menyaksikan ada adu kuat pihak-pihak tertentu ketika KPK mau menetapkan seseorang jadi tersangka.

Lihat saja kasus e-KTP, PAW Harun Masiku, kasus Indosat, dll, semuanya sepertinya mandek. Ini seolah mengkonfirmasi adanya unsur politik yang membuat publik curiga dan selalu mengaitkan dengan politik.

Yang pasti, kasus ekspor benur lopster ini membuat Gerindra babak belur. Sebab, kasus ini terjadi saat Prabowo sedang banjir hujatan dari para mantan pendukungnya. Makin berat! 

*(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)


Sumber: 

Rabu, 25 November 2020

Karangan Bunga atau Bunga Karangan?

 Karangan Bunga atau Bunga Karangan?


Penulis: M. Rizal Fadillah
(Pemerhati politik dan kebangsaan.)

RATUSAN karangan bunga berjejer di Makodam Jaya memberi ucapan selamat atas kerja Pangdam dan jajarannya menurunkan baliho HRS di Petamburan, markas FPI dan kediaman Habib Rizieq Shihab.

Pekerjaan yang dinilai di luar kewenangan TNI karena hal itu adalah tugas Satpol PP.

Munculnya jejeran karangan bunga di Makodam bukan membahagiakan, justru memprihatinkan. Prestasi dan heroisme apa dari peristiwa ini? Tidak ada.

Faktanya adalah penyimpangan dan perusakan wibawa TNI karena Mabes TNI menyatakan bahwa tidak ada perintah TNI untuk menurunkan baliho HRS.

Karangan bunga atau bunga karangan?

Masyarakat berharap itu bukan rekayasa sebagai pencitraan atas dukungan, karena jika demikian maka yang terjadi bukan simpati tetapi olok olok baru. TNI secara keseluruhan, Kodam Jaya secara khusus tentu dirugikan dan dipastikan semakin tergerus wibawanya.

Di medsos, soal karangan bunga ini disandingkan dengan seribu lebih karangan bunga untuk Ahok dan Djarot saat dahulu menjadi Gubernur.

Rekor Muri tersematkan. Konon karangan bunga dukungan tersebut ada pembiayanya. Isu bahwa bunga itu dipesan oleh kubu Ahok sendiri cukup santer.

Fadli Zon menghitung besaran dana yang dikeluarkan hingga 1 miliaran. Artinya mubazir.

Kini terulang jejeran karangan bunga di Makodam Jaya. Selamat untuk sukses memenangkan pertempuran melawan baliho. Bukan prestasi tetapi mencoreng diri sendiri.

TNI harus mengoreksi dan mengevaluasi agar kembali ke jati diri sebagai ksatria sejati. Jangan terus melabrak sana sini hanya karena gengsi.

Stop beraksi di aras permainan politik. TNI adalah milik rakyat yang bekerja sekuat tenaga demi negara dan bangsa. Bukan semata menjalankan kemauan penguasa.

Tak perlu pujian berupa karangan bunga. Apalagi jika itu hanya bunga karangan.

Nah prajurit Tentara Nasional Indonesia, selamat berjuang untuk dan bersama rakyat.

Sejarah tidak suka pada basa-basi atau cari sensasi tetapi bukti-bukti. 
Sumber: 

Selasa, 24 November 2020

Opera Rapid Test Ala Polda Metro Jaya Di Petamburan

 Opera Rapid Test Ala Polda Metro Jaya Di Petamburan


Opera Rapid Test Ala Polda Metro Jaya Di Petamburan

Oleh: Mega Simarmata (Jurnalis)*

Pada hari Minggu 22 November kemarin, sebuah opera seakan terjadi di Markas Front Pembela Islam dimana polisi dari jajaran Polda Metro Jaya menggelar rapid test.

Warga yang bersedia melakukan rapid test hanya 5 orang.

Tetapi pejabat baru Kapolda Metro Jaya sampai melakukan inspeksi ke lokasi rapid test.

Kapolda Metro Jaya yang baru terkesan mencari panggung dalam situasi yang tidak tepat.

Dan yang lebih menggelikan lagi, dari jajaran Polda Metro Jaya mendatangi kediaman Habib Rizieq pada malam jam 22.00 WIB pada hari Sabtu 21 November.

Oleh karena Habib Rizieq tidak bersedia menjalani rapid test maka polisi memberikan tenggat waktu sampai hari Selasa 24 November besok.

Polda Metro tidak berwenang memberikan tenggat waktu kepada Habib Rizieq untuk wajib melakukan rapid test atau test swab paling lambat hari Selasa besok.

Bukan tupoksi Polda Metro Jaya melakukan rapid test maupun swab kepada warga masyarakat.

Seharusnya ada dari pihak internal Polda Metro Jaya yang membisikkan kepada Kapolda Metro Jaya yang baru 2 hari menjabat itu bahwa harusnya Polda Metro Jaya berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta atau Satgas Covid-19 yang dibentuk pemerintah.

Dan keputusan Habib Rizieq yang menolak menjalani rapid test yang ditawarkan Polda Metro Jaya sudah sangat tepat.

Habib Rizieq menegaskan akan melakukan swab mandiri dan ini merupakan keputusan yang sangat tepat.

Habib Rizieq tidak perlu menjalani rapid test karena yang lebih tepat dilakukan adalah test swab melalui hidung dan tenggorokan (sesuai yang direncanakan Habib Rizieq dalam waktu dekat ini).

Swab mandiri bisa dilakukan di sejumlah rumah sakit swasta, dengan hasil yang bisa dikeluarkan antara 6 sampai 12 jam.

Walau memang, biaya yang dibutuhkan untuk swab mandiri ini relatif mahal antara Rp 3.000.000 sampai 3.500.000,-

Ke depan, opera-opera yang tak semestinya terjadi, janganlah dilakukan lagi oleh Polda Metro Jaya. 

*[RMOL]

Duhai Para Pemimpin, Berkomunikasilah!

 Duhai Para Pemimpin, Berkomunikasilah!


Oleh: Hariqo Wibawa Satria (Direktur Eksekutif Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi)

Ini pendapat saya pribadi yang sangat khawatir jika terjadi konflik antar warga, berikut saya tulis tujuh hal setelah beberapa hari ini mengamati situasi di media sosial:

Pertama, ajakan untuk mencabut baliho HRS di beberapa daerah, baik terang-terangan maupun diam-diam malah berpotensi membuat daerah-daerah yang awalnya kondusif menjadi tidak kondusif.

Kedua, pembuatan video-video dukungan, baik mendukung TNI, POLRI maupun mendukung FPI tidak diperlukan. Saya sudah menyaksikan video-video dukungan atas nama etnis tertentu di media sosial, ini membahayakan. Hati-hati dengan adu domba antara TNI, POLRI, FPI, Ansor, dll. Karena baik TNI, POLRI, FPI, Ansor semuanya sepakat dua hal: NKRI harga mati dan Pancasila Abadi.

Ketiga, pernikahan anak HRS sekaligus Maulid Nabi di Petamburan Jakarta sudah selesai. Peringatan sebelum acara sudah disampaikan Pemprov DKI dibawah Anies-Ariza, kemudian kurang dari 24 Jam, Panitianya langsung didenda oleh Pemprov DKI sebesar 50 juta, dan sudah dibayar. Ada yang bilang: masak kegiatan “keagamaan” didenda, tapi peraturan harus ditegakkan.

Sepanjang sejarah Indonesia dan mungkin sejarah dunia, itulah denda terbesar bagi pelanggar protokol kesehatan. Tidak perlu kita pertanyakan apakah daerah lain juga menindak tegas kerumunan, setiap daerah berbeda-beda keseriusannya, cukup introspeksi saja.

Mari bicara pencegahan dengan proporsional bukan emosional, sebab jika emosional maka pertanyaannya akan jauh ke belakang seperti: mengapa COVID-19 bisa masuk ke Indonesia, kenapa tidak dicegah dengan menutup segala pintu masuk (bandara, dll) di awal COVID-19. Bagaimana pencegahannya, kok bisa satu persen orang di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional? Kita sudah selesai bicara pencegahan di semua lini yang memang harus dievaluasi, sekarang penindakan atau aksi-aksi nyata untuk perbaikan.

Keempat, waktu demonstrasi menolak UU Ciptaker kemarin, banyak tokoh yang menyerukan kepada jutaan mahasiswa “jangan demo, kedepankan dialog”. Saya heran mengapa tokoh-tokoh tersebut sekarang diam dan tidak menyerukan dialog, padahal situasi bisa semakin panas.

Kelima, mari fokus pada masalah penting saat ini, yaitu penanganan covid, pemulihan ekonomi. Semua kita harus hati-hati menggunakan media sosial. Untuk para buzzer utamakan kepentingan nasional di atas kepentingan tokoh idolanya. Usia tokoh idola kita pendek, sedangkan usia negara panjang. Mari berpikir panjang.

Keenam, hanya satu yang bisa menyelesaikan perang kata-kata di media, hanya satu yang bisa menyelesaikan perang video dukungan dan tagar di media sosial, hanya satu yang bisa membuat para provokator gagal memanfaatkan situasi, yaitu DIALOG. Ada banyak aplikasi yang bisa digunakan atau ketemu darat.

Ketujuh, bayangkan situasi terburuk jika terjadi konflik horizontal. Tidak ada yang diuntungkan. Kita semua akan rugi, dan butuh waktu lama untuk pemulihan psikis. Ayolah para pemimpin, baik pemimpin yang dibayar oleh uang rakyat maupun pemimpin yang dihormati umat, tolonglah salinglah berkomunikasi.

Bukan pelucutan senjata yang menyebabkan perdamaian, tapi pelucutan kebencian dari hati kita semua.

Mari cek hati kita, apakah sudah adil atau belum, sebelum kita menuduh hati orang lain penuh kebencian? Terima kasih.

– we put national interest first –

Sumber: Muslim Obsession.


Kamis, 19 November 2020

Pilkada Dan Kerumunan Siap-siap Dipidana

 Pilkada Dan Kerumunan Siap-siap Dipidana


 

Oleh:M. Rizal Fadillah

 USAHA polisi membidik HRS dan Anies Baswedan bakal menjadi boomerang untuk mereka yang maju dalam Pilkada 9 Desember 2020. Semakin intens upaya mengkriminalkan HRS dan Anies semakin terbuka peluang babak belur secara pidana peserta pilkada.

Rakyat tidak bodoh dan akan teriak keras menuntut keadilan. Pelanggaran UU Kekarantinaan yang dituduhkan kepada HRS dan Anies akan serta merta menyorot pelanggar di pilkada serentak.

Peserta kalah mungkin lebih ringan sorotan, tetapi pemenang akan dihajar banyak pihak untuk menggagalkan. Salah satu pintu masuk adalah UU Kekarantinaan dengan tujuan penjara.

Pilkada diprediksi bakal karut marut. Tekanan kepada HRS dan Anies saat ini menjadi preseden. Sekarang saja pendaftaran Gibran putra Jokowi dengan kerumunannya mulai disorot. Begitu juga Bobby menantu Jokowi. Ini baru proses, belum finalnya nanti. Kemenangan yang digugat.

Penundaan acara reuni 212 yang akan dihadiri jutaan orang adalah jebakan offside untuk pilkada. Kasus-kasus pelanggaran UU bersanksi pidana akan berlomba masuk ke area jebakan.

Sebenarnya mengada-ada, ngawur dan aneh mengancam HRS dan Anies dengan Pasal 93 UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan, sebab pilihan adalah PSBB bukan karantina.

Tapi sudahlah, semaunya saja, jika memaksakan dengan UU Kekarantinaan pun, maka besok pilkada akan banyak menelan korban. Polisi tak boleh lari untuk mengelak. Harus mengejar.

Polisi dituntut untuk netral, obyektif, serta selalu berorientasi pada pelayanan demi ketertiban. Tidak menjadi organ kepentingan kekuasaan yang menyebabkan berat sebelah, mudah marah, serta mengikuti maunya "pengarah".

Korban pertama harus Gibran dan Bobby, selanjutnya menanti pelaporan berbagai daerah. Efeknya bahwa pilkada Desember ini akan menjadi pilkada yang paling "berdarah-darah".

Solusinya adalah melokalisasi persoalan agar kasus pernikahan putra HRS yang menyeret Gubernur Anies tidak dibesar-besarkan atau membengkak. Hal ini karena di samping tidak ada pelanggaran pidana, juga apapun tindakan kepada HRS dan Anies hanya jalan untuk membesarkan HRS dan Anies sendiri.

Kembalikan kompetensi pencegahan dan penindakan pelanggaran PSBB bukan pada pekerjaan kepolisian. Tetapi pemerintah daerah setempat. Bila kepolisian ingin bertindak leluasa, maka segera tetapkan lockdown. Karantina wilayah atau rumah.

Rakyat pasti akan patuh. Hanya saja penuhi dahulu kebutuhan rakyat.

Masalahnya, pemerintah sedang  ampun-ampunan bangkrut. Sibuk utang sana utang sini.

Lalu mampukah? 

(Pemerhati politik dan kebangsaan.)

Sumber: konten islam