OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 23 Maret 2017

Kejanggalan Kasus Teroris: Dari Siyono Sampai Bom Bali



10Berita-JAKARTA – Hampir setiap kasus bom teroris dinilai Direktur Pusat Studi Islam dan Pancasila Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma’mun Murod Al-Barbasy menyisakan kejanggalan yang selalu berulang. Hal itu kerap mengundang kritik dan tanda tanya publik yang berakibat muncul gugatan publik.

Ma’mun menjelaskan, gugatan publik sebenarnya sudah mulai terasa sesaat munculnya kasus Siyono yang meninggal secara tidak wajar di tangan Densus 88. Kasus Siyono mendapat perhatian dan gugatan banyak pihak karena terjadi kejanggalan.

PP Muhammadiyah misalnya, sampai harus menurunkan Tim Forensik untuk mengusut kematian guru TPQ ini. “Hasilnya, kematian Siyono diyakini tidak wajar,” terang Ma’mun saat Diskusi Publik tentang Deradikalisasi Paham Keagamaan di Indonesia, UMJ, Jakarta, Rabu (22/3/2017) sebagaimana dikutip republika.

(Baca juga: Ayah Siyono Sebut Keadilan Bukan untuk Kaum Kecil)

Ia menerangkan, ditemukan banyak tanda kekerasan di tubuh Siyono, dari kepala hingga kakinya. Tim Forensik tidak menemukan adanya perlawanan dari Siyono seperti klaim pemeriksaan Densus 88. Pada tubuh ayah 5 anak ini juga dipastikan tidak ditemukan adanya luka akibat tindakan defensif atau pemberontakan.

Dijelaskan dia, selain itu, kasus bom ricecookerjuga mendapat gugatan masyarakat. Bahkan, sampai ada yang menyebutnya sebagai rekayasa. Seperti pada kasus-kasus bom teroris sebelumnya, kasus bom ricecooker juga menyisakan kejanggalan yang memancing nalar publik untuk menggugatnya.

“Dalam kasus bom ricecooker misalnya, konon bom ini dibawa langsung dari Solo sudah dalam keadaan rakitan dan mampir dulu di Bekasi. Ini saja sudah merupakan kejanggalan tersendiri,” jelasnya.

(Baca juga: Setahun Kasus Siyono dan Tekad Suratmi Mencari Keadilan)

Menurutnya,.jarak tempuh Solo-Bekasi cukup jauh. Kalau bom tersebut dibawa melalui pesawat terbang tentu tidak mungkin, sebab akan ketahuan. Sementara, jika bom dibawa melalui jalan darat, kata dia, maka harus menempuh perjalanan sekurang-kurangnya selama 12 jam.

Ia mengungkapkan, apakah tidak akan membahayakan kondisi bom yang sudah dalam posisi rakitan jika dibawa melalui jalan darat. Selain itu, melihat tampilan orang yang diduga akan meledakkan Istana Negara juga tidak cukup meyakinkan. “Tentu semakin menambah kejanggalan bahwa bom ricecooker murni kerjaan teroris tanpa rekayasa,” katanya.

Lebih dari itu, dikatakan juga oleh Densus 88 bahwa daya ledak bom ricecooker melebihi TNT. Hal ini semakin menambah kejanggalan karena di Indonesia yang memproduksi peledak jenis TNT hanya Pindad. Apakah kepolisian berani menuduh Pindad berada di belakang bom riceooker.

Menurutnya, pasti polisi akan menolaknya sebagaimana ketika menolak pandangan banyak pihak dalam kasus Bom Bali. Dengan berbagai alat bukti dan data-data pendukung lainnya, ada yang berkeyakinan bahwa ada kekuatan asing yang terlibat dalam kasus Bom Bali dengan mengorbankan Amrozi dan kawan-kawannya.

Sebaliknya, lanjutnya, kepolisian tetap bersikeras dengan kronologi yang dibuatnya, bahwa Bom Bali dibuat dan dirakit secara tradisional oleh Amrozi dan kawan-kawannya dengan bahan baku bom yang dibeli dari Surabaya.

“Sebuah kronologi yang sulit dinalar. Bagaimana mungkin bom yang meledak begitu dahsyat bahkan banyak pihak menduga sebagai jenis bom C4 atau SDAM yang hanya dibuat di negara-negara yang sangat terbatas,” pungkas Ma’mun.

Sumber: Republika Online