OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 11 Oktober 2016


07 

Fenomena Asyuro dan Penyimpangan Aqidah




10Berita – Bulan Muharram merupakan bulan yang penuh keberkahan, dimana bulan Muharram adalah salah satu diantara bulan-bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT, selain Dzul Qo’idah, Dzulhijjah dan Rajab. Hal itu sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa” (Qs. At-Taubah:36).
Dan didalam bulan Muharram pun terdapat berbagai macam peristiwa-peristiwa yang sangat mulia yang terjadi dan dialami oleh para Nabi-Nabi terdahulu, dan terjadi pada Nabi Muhammad SAW. Dimana pada bulan Muharram, Nabi Musa As lepas dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya, bagaimana Nabi Nuh As terselamatkan atas banjir bandang yang Allah SWT berikan kepada ummatnya, dan bagaimana proses hijrahnya Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabatnya dari Kota Makkah menuju Kota Madinah.
Terlebih setiap tanggal 10 Muharram, dimana oleh sebagian ummat islam dijadikan sebuah tradisi dan budaya. Dijadikannya tanggal 10 Muharram tersebut sebagai hari bersedih, berkabung, dan pada hari itu mereka menganiaya diri mereka sendiri dengan menggebuk-gebukan dada mereka menggunakan tangan, dengan jeritan-jeritan histeria, bahkan ada yang sampai melukai tubuh mereka dengan berbagai macam senjata tajam. Hal ini mereka nisbatkan dan lakukan, semata-mata untuk mengenang atas wafatnya cucu Rasulullah SAW, yang bernama Imam Husein ra, yang Syahid dipadang Karbala. Terlepas berbagai macam versi yang menyebutkan tentang kematian beliau dan orang yang membunuhnya, selayaknya ummat islam tidak melakukan hal-hal yang berlebihan didalam agama, seperti yang dilakukan oleh kaum tersebut.
Memang benar pada dasarnya ummat islam pada saat itu dan hingga sekarang, merasa kehilangan atas syahidnya Imam Husein ra, bagaimana beliau merupakan cucu Rasulullah SAW, yang dari beliaulah muncullah para Ahlul Bait (keluarga dan anak cucu) Rasulullah SAW yang sampai saat ini terus memberikan pencerahan hingga Yaumil Akhir nanti, dan beliaulah sebaik-baiknya manusia pada zamannya dan pemimpin para pemuda di syurga nanti.
Namun, didalam menanggapi syahidnya Imam Husein ra, seharusnya ummat islam tidak berlebihan dalam mengenang wafatnya beliau, seperti menggebuk-gebukan dada dengan tangan sambil menangis dan menjerit histeria, dan melukai tubuh sendiri dengan berbagai macam senjata tajam, seperti yang dilakukan mereka yang mengaku para pencinta Ahlul Bait Rasul SAW, jelas itu tidak diajarkan didalam syariat islam. Terlebih pada bulan Muharram, dimana pada (Qs. At-taubah:36) tersebut telah dijelaskan oleh Allah SWT, dimana pada bulan-bulan haram tersebut dilarang untuk menganiaya diri sendiri. Dan Ibn Abbas ra menafsirkan ayat tersebut “janganlah kalian menganiaya diri kalian, dalam seluruh bulan. Kemudian Allah mengkhususkan empat bulan sebagai bulan-bulan haram, dan Allah pun mengagungkan kemuliannya. Allah juga menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan didalamnya lebih besar. Demikian pula, Allah pun menjadikan amalan shalih dan ganjaran yang didapatkan didalamnya lebih besar pula (Tafsir Ibn Katsir 3/26). Dari tafsir tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam bulan Muharram yang mana bulan tersebut sebagai salah satu bulan haram, dilarang untuk menganiaya diri sendiri, dan hal itu merupakan perbuatan dosa serta dilarang oleh syariat islam, untuk itu selayaknya didalam bulan haram, agar memperbanyak amal ibadah yang dapat mendatangkan ganjaran serta pahala dari Allah SWT.
Dan pada hakikatnya, apa yang mereka lakukan bertolak belakang atas semangat hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah menuju Madinah, yakni yang membawa islam dari zaman kegelapan (dlhum) menuju zaman terang (nur) benderang. Dengan melakukan sebuah ritual berkabung dengan hal-hal demikian sama saja mereka telah membawa diri mereka kembali kezaman kegelapan (dlhum) dan kebodohan (jahil).
Berita akan datangnya kematian terhadap Imam Husein ra, telah jauh dikabarkan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam hadist “Berkata Umi Salamah, sewaktu Nabi tidur ada dirumahku, tiba-tiba Husein hendak masuk, maka aku (Umi Salamah) duduk didepan pintu mencegahnya masuk karena khawatir membangunkan Nabi. Umi Salamah berkata “kemudian aku lupa akan sesuatu sehingga Husein merangkak masuk dan duduk diatas perut Rasulullah SAW. Lalu aku mendengar rintihan Rasulullah SAW, akupun mendatanginya dan bertanya “apa yang engkau ketahui sehingga engkau merintih seperti itu Ya Rasulullah ?”, Rasulullah SAW menjawab “Jibril dating kepadaku ketika Husein ada diatas perutku, seraya berkata kepadaku “apa engkau mencintainya (Husein) ? maka aku menjawab “ya, aku mencintainya”, lalu Jibril berkata “sesungguhnya dari umatmu ada yang akan membunuhnya (Husein), maukah engkauaku tunjukkan tanah tempat pembunuhannya ?, maka akupun menjawab “ya”, maka Jibril pun mengepakkan sayapnya lalu memberikan kepadaku tanah ini”. Umi salamah berkata “maka Nampak pada tangan Rasulullah SAW, tanah merah. Dan Rasulullah SAW menangis seraya berkata “siapakah yang akan membunuhmu wahai Husein, sepeninggalanku ?” (HR. Ahmad, Musnad Imam Ahmad, Juz 3, hal 242).
Sebagian dari mereka menggunakan hadist tersebut untuk menjadikan hari Asyuro sebagai hari berkabung, karena Rasulullah SAW dari hadist tersebut, menangisi atas berita dari Jibril akan wafatnya Imam Husein ra. Dan tidak cukup dengan berkabung, sebagian dari mereka melakukan sebuah ritual dengan menggebuk-gebukan badan serta melukai diri dengan senjata tajam. Perbuatan seperti itu tentu tidak benar, karena Rasulullah SAW tidak pernah menganjurkan ummatnya untuk berbuat seperti itu. Hal tersebut tidak juga bisa dijadikan dalil untuk diperingatinya hari Asyuro sebagai hari berkabung. “Rasulullah SAW juga menangis ketika meninggalnya Ibrahim putra beliau, Khodijah istri beliau, Abi Tholib paman beliau dan masih banyak yang lainnya” (Hr. Bukhari, Juz 5, hal 157).
Dalam hadist shahih Rasulullah SAW bersabda “Bukanlah termasuk golonganku, orang yang memukul-mukul pipi-pipinya (karena kematin seseorang), dan merobek pakaian-pakaiannya serta menjerit sebagaimana orang-orang jahiliyah” (Hr. Bukhari, Juz 1, hal 435).
Larangan untuk berbuat demikian juga ditemukan dikitab-kitab mereka, seperti As Syaikh Kulani dalam Al-Kafi meriwayatkan hadist dari Imam Ja’far Ashadiq “Meratapi dan merobek pakaian karena kematian merupakan perbuatan yang tidak semestinya”. Dalam riwayat lain As Syaikh Kulani meriwayatkan “Seorang yang memukulkan tangan kepahanya karena musibah, dapat menggugurkan pahalanya” (Al-Kafi, As Syaikh Kulaini, Juz 3, hal 225).
Begitu juga Imam Ali Karamallahu Wajhah berkata ketika Rasulullah SAW wafat“Seandainya bukan karena engkau telah memerintahkan untuk bersabar dan melarang untuk berkeluh kesah, tentu kami akan habiskan sumber air mata kami” (Nahjul Balaghoh, Juz 2, hal 228). Jadi perhatikan bagaimana Imam Ali menahan kesedihannya walau mendapatkan musibah yang demikian besar dengan wafatnya Rasulullah SAW.
Sedangkan perkataan Al Imam Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad “Adapun Asyuro, maka hari itu hanya menjadi hari sedih dan tidak ada kebahagian didalamnya jika karena mengingat terbunuhnya Sayyidina Husein dihari itu. Namun tidak dibenarkan pada hari itu melakukan ritual yang lain melebihi dari berpuasa dan memberi belanja lebih pada keluarga , karena pada dasarnya hari itu sendiri adalah hari yang utama” (Tatsbitul Fu’ad, hal 223).
Sudah saatnya ummat islam dapat menjadikan bulan Muharram terlebih pada hari Asyuro (10 Muharram) agar banyak melakukan amal shalih, seperti berpuasa pada hari tasu’a (9 Muharram) dan berpuasa pada hari asyuro (10 Muharram), memberikan belanja yang lebih kepada keluarga dirumah, menyantuni anak-anak yatim, mengunjungi orang sakit, bersedekah, dan melakukan amal shalih lainnya. Karena pada bulan-bulan haram tersebut, segala macam amal dan ibadah, akan dilipat gandakan oleh Allah SWT. Bukan sebaliknya, yakni melakukan hal-hal yang tidak dianjurkan dan bertentangan dalam syariat islam, karena bulan Muharram adalah bulan yang diagungkan oleh Allah SWT, salah satunya dilarang untuk menganiaya diri sendiri (Qs. At-Taubah:36). Untuk itu kita harus banyak melakukan amal dan ibadah pada bulan muharram, guna mendapatkan keberkahan serta ridla-Nya semata.
ANDRIYATNO
Instruktur Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Sumber: Islamedia

Related Posts: