05
Diminta Klarifikasi Terkait Ucapan Ahok, Ini Jawaban Tegas Ketua MUI

Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin saat menjadi saksi dalam kasus penistaan agama, Selasa (31/1/2017). (republika.co.id)
10Berita– Jakarta. – Jaksa Penuntut Umum (JPU) melontarkan pertanyaan terkait apakah keputusan dan sikap keagamaan yang dikeluarkan MUI terhadap kasus dugaan penistaan agama tidak memerlukan klasifikasi dari terdakwaBasuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Menjawab pertanyaan tersebut, Kiai Ma’ruf dengan tegas menyatakan bahwa MUI tidak memerlukan klasifikasi. Ia juga menegaskan bahwa pihaknya hanya berfokus pada ucapan dari Ahok mengutip surat Al Maidah ayat 51.
“Kami tidak perlu klarifikasi. Kami tidak perlu mengetahui niat dan maksudnya. Yang kami garis bawahi hanya ucapannya,” ujar Kiai Ma’ruf dalam kesaksiannya pada sidang kedelapan kasus dugaan penistaan agama di dalam gedung Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2017) sebagaimana dilansirrepublika.co.id
Kyai Ma’ruf juga menambahkan, pada saat memberikan pidato di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu, Ahok juga tidak seharusnya mengutip surat Al-Maidah karena dinilai tidak etis dan proporsional.
“Harusnya Pak Basuki tidak bicara al- Maidah karena bukan Muslim, tidak proporsional dan tidak etis,” ucapnya.
Kemudian, Kiai Ma’ruf kembali menjelaskan bahwa ia bersama empat komisi tidak perlu membahas keseluruhan dari isi pidato Ahok di Kepulauan Seribu karena tidak memiliki korelasi dengan satu kalimat Ahok yang diduga menistakan agama. “Tim anggap tidak perlu membahas seluruh pidato karena tidak ada korelasi. Termasuk kalimat selanjutnya. Yang masih berkaitan dibahas, yang tidak berkaitan tidak dibahas,” kata dia.
Selain itu, Kiai Ma’ruf juga mengatakan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan jika surah al-Maidah ayat 51 dikutip oleh orang yang bukan ulama. Namun, yang memahami surah tersebut adalah ulama. “Dia yang bukan ulama kan dapat dari ulama. Yang paham adalah ulama,” ujarnya.
Dalam kesaksiannya, Ketua MUI juga menyatakan bahwa pendapat dan sikap keagamaan MUI ini lebih tinggi dari Fatwa dikarenakan melibatkan empat komisi dalam pembahasan.
“Lebih tinggi ini. Karena dibahas bukan hanya komisi fatwa, tapi empat komisi. Dibahas pengurus harian kemudian produknya menjadi pendapat dan sikap MUI,” kata dia,
Tim tersebut terdiri dari empat komisi, komisi fatwa, pengkajian, perundang-undangan, dan informasi komunikasi. (SaBah)
Redaktur: Saiful Bahri
Sumber: Dakwatuna