OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 04 Januari 2017

03

MAKIN PEDE INCAR KURSI PRESIDEN, HARY TANOE MANFAATKAN KEDEKATAN DENGAN TRUMP?


10Berita - Menghabiskan libur Natal dan Tahn Baru di Amerika Serikat, Hary Tanoesoedibjo seolah mendapat gairah baru untuk lebih percaya diri mengikuti jejak rekan bisnisnya, Donald Trump, untuk mencalonkan presiden.

Hary menargetkan dirinya bisa ikut bertarung di Pilpres 2019 mendatang. Pernyataan itu diungkapkan Hary Tanoe dalam wawancaranya dengan ABC, dan kemudian dikutip sejumlah media dunia.

Dalam wawancara tersebut Hary mengaku sadar bahwa belakangan ada sentimen SARA yang kuat menyusul kasus penistaan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Namun, demo kolosal 411 dan 212, kata Hary, tidak akan terjadi kecuali karena kepemimpinan Presiden Jokowi yang lembek.

Menurut Hary, jika Jokowi cepat merespons, demo kolosal yang seolah bergema menjadi penolakan terhadap pemimpin etnis tertentu itu tidak akan terjadi.

Secara tidak langsung, Hary seolah ingin mengatakan bahwa demo sebenarnya buntut dari kekecewaan rakyat kepada Jokowi.

Oleh karena itu, dirinya percaya bahwa mayoritas orang Indonesia sangat realistis. Rakyat Indonesia dikatakannya membutuhkan pemimpin yang mampu memberikan solusi.

Alasan Hary ingin menjadi presiden sebetulnya cukup klise, khas politisi, yakni ingin memperbaiki negara—semua politisi tentu akan mengatakannya, hanya politisi cekak pikir yang mengatakan bahwa dia berniat menjadi presiden karena ingin berkuasa, uang, status, pengaruh, dan ketenaran.

"Not for myself, for the country," kata Hary. Di sini ada pertanyaan menarik, mengapa frase not for myself diletakkan di depan kalimat sebagai topik? Mengapa kalimatnya bukan, For the country, not for myself? Mengapa pula frase not for myself harus disebut? Pakar ilmu pragmatik pasti senyum-senyum mengamati ini.

Selanjutnya, Hary dikenal sebagai orang Indonesia yang memiliki hubungan paling dekat dengan presiden AS terpilih, Donald Trump. Hary adalah makelar yang mempertemukan Setya Novanto dan Fadli Zon dengan Donald Trump saat masa kampanye presiden AS, yang karenanya Setnov dan Fadli dihujat habis-habisan di dalam negeri.

Media internasional seperti ABC, The Guardian, Arab News, termasuk media Israel memberitakan kabar Hary ingin menjadi presiden dengan menyebutnya sebagai “Donald Trump's Indonesian business partner.”

Trump memang dekat dengan Hary. Keduanya memiliki sejumlah proyek prestisius bernilai milyaran dolar, termasuk di Bali dan Sukabumi. Hary pun memiliki akses langsung kepada Trump. Bahkan, Hary sehari-hari biasa berkomunikasi dengan ketiga anak Trump, yang mewakili ayahnya di bidang bisnis.

Oleh karena, itu cukup realistis jika Hary Tanoe mengincar kursi presiden. Bukankah, dalam sejarah, setiap calon presiden negeri ini harus mendapatkan restu dari AS? Sebagai karib, kasarnya, Hary tak perlu repot-repot sowan ke Washington.

Sangat wajar jika Hary bakal memanfaatkan kedekatannya dengan Trump untuk meraih tujuan politis. Hal ini tidak diakui Hary secara terbuka, tapi bagi setiap politisi, jaringan adalah aset dan modal yang menentukan.

Bagi pengusaha dan politisi selihai Hary, momentum ini tentu haram dilewatkan, dan peluang itu terbuka lebar di 2019. Pasalnya, belum tentu Donald Trump mampu menjadi presiden yang kedua kali, menyusul dirinya yang kerap menjadi sasaran olok-olok publik AS, bahkan dunia. 

Sumber: beritaislam24h.net / rnc


Related Posts: