03
10Berita – Polemik sadap menyadap terus menghangat sepanjang akhir pekan kemarin. Malah kembali memanas setelah SBY melontarkan cuitan soal “jika ada yang memata-matai” via akun Twitternya. Meredam hal ini, Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan menegaskan, pemerintah tak sekampungan itu, melakukan aksi penyadapan demi mendukung cagub DKI tertentu.
“Pemerintah saat ini sedang fokus untuk menyelesaikan masalah, tidak ada yang beking sadap sini sadap sana. Kampungan itu,” kata Luhut di sela acara bedah buku di Hotel Sahid Jakarta, kemarin.
Sekadar tahu saja, polemik sadap-menyadap muncul pertama kali dalam sidang ke-8 kasus penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dalam persidangan yang menghadirkan saksi Ketua MUI KH Ma’ruf Amin itu, Ahok dan tim penasihat hukumnya mengaku memiliki bukti percakapan antara SBY dan Ma’ruf.
Mendengar itu, SBY pun geram. Hanya selang sehari, Ketum Demokrat itu menggelar keterangan pers. Dia bilang, kalau benar ada bukti transkip percakapan antara dirinya dan Ma’ruf, seperti yang disampaikan Ahok, artinya sudah ada penyadapan ilegal. Ia minta kepolisian mengusut kasus ini. Kepada Presiden Jokowi, SBY pun meminta untuk mencari tahu dari mana transkip itu didapat. Apakah dari BIN, KPK, atau Polri. DPR ikut merespons polemik ini dengan rencana menggulirkan hak angket. Soal ini, Istana minta tidak dikait-kaitkan dengan informasi yang ada di sidang Ahok. Adapun Polri dan BIN sudah menyampaikan bantahan melakukan penyadapan.
Namun SBY sepertinya tak cukup puas. Sabtu kemarin, SBY kembali mencuit via akun Twitter miliknya, @ SBYudhoyono. “Bapak Ma’ruf Amin, senior saya, mohon sabar dan tegar. Jika kita dimata-matai, sasarannya bukan Bapak. Kita percaya Allah Maha Adil,” cuit SBY.
Kicauan tersebut di-retweet oleh 2 ribu pengguna dan sebanyak 3 ribu lainnya membubuhkan tanda hati sebagai tanda suka.
Tak ingin makin menggelinding, Luhut kemarin menyampaikan sejumlah klarifikasi, termasuk soal sadap menyadap. Ia pun menilai usulan hak angket yang digulirkan di DPR terkait penyadapan sebagai hal yang berlebihan. Pasalnya, dalam sidang Ahok yang sudah bikin heboh itu, tak ada pihak yang menyebut adanya penyadapan SBY dengan Kiai Ma’ruf. “Sampai jauh-jauh begitu (usul hak angket). Kan tidak ada yang bilang penyadapan atau perekaman di situ, tidak ada,” kata Luhut.
Eks Kepala Staf Kepresidenan itu memaklumi bila ada yang berbeda pandangan dengan pemerintah. Namun jika merasa memiliki intelektual, maka janganlah menyebar berita bohong. Ia pun meminta sejumlah pihak tidak terus menebar rumor apalagi hari pemungutan suara di Pilgub DKI tinggal sebentar lagi. Karena justru akan membuat masyarakat tidak nyaman menghadapi pesta demokrasi. “Tenanglah, tunggu saja pilkada tanggal 15, tidak usah dibikin ramai,” tuntasnya.
Pakar hukum informasi teknologi dan kriptografi, Pratama Persadha mengatakan, terlepas dari isu penyadapan yang memanas, saat ini semua orang sangat mungkin untuk disadap. Pasalnya, Indonesia belum punya Undang-undang khusus yang mengatur masalah penyadapan. Soal penyadapan sebenarnya sempat diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 31 ayat 4. Namun pasal ini telah dihapus Mahkamah Konstitusi sejak 2011. MK memberi rekomendasi agar segera dibuat undang-undang yang mengatur penyadapan. Sayang, hingga kini regulasi itu masih belum ada.
“Sehingga kita tidak tahu diri kita disadap atau tidak. Ini menyebakan privasi kita berpotensi untuk dilanggar,” kata Pratama. Pratama menegaskan kekosongan regulasi ini berpotensi membuat penyadapan menjadi liar dan bebas terjadi. Sebab, perkembangan teknologi penyadapan sangat pesat dan beragam pilihannya. (kl/rmol)
Sumber: rmol, eramuslim