OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 26 Februari 2017

04

Ada Konspirasi Di balik Freeport Mungkinkah?

10Berita-PERSETERUAN Freeport dengan Pemerintah Indonesia, bukanlah kali pertama terjadi. Jauh sebelum PP No 1 Tahun 2017 ditetapkan, pemerintah Indonesia pernah melakukan perselingkuhan, dengan Freeport, dan  perselingkuhan tersebut masih akrab ditelinga kita, dengan sebutan "Papa Minta Saham". Setelah sekian lama persoalan ini hilang entah kemana, kali ini, muncul kembali, persoalan yang hampir sama, yaitu masalah kontrak kerja Freeport di Indonesia.

Melihat persoalan tersebut, terdapat dua pertanyaan dari saya, yaitu, pertama, mungkinkah persoalan ini merupakan keberlanjutan dari kasus sebelumnya "Papa Minta Saham" ? Kedua Apakah persoalan ini merupakan bagian dari skenario pemerintah untuk meredam persoalan yang selama ini terjadi ? dua pertanyaan ini penting untuk dijawab, sebab, sebelum persoalan ini (Freeport) menjadi momok pembicaraan, tidak sedikit persoalan yang terjadi di negeri ini, negara kita sempat gaduh.

Keberatan Freeport terhadap tawaran pemerintah, sebagaimana yang tercantum dalam PP No 1 Tahun 2017 tentang perubahan status, dari Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), jelas sekali harus disikapi secara tegas dan serius oleh pemerintah. Tanpa alasan apapun, pemerintah harus memiliki sikap dan keberpihakan yang jelas. Persoalan Freeport di Indonesia, bukan hanya persoalan bisnis, akan tetapi juga persoalan kedaulatan. Oleh karena itu, pemerintah harus punya sikap dan ketegasan, demi terwujudnya kedaulatan bangsa kita yang telah mengalami krisis multi dimensional.

Semangat, komitmen, serta konsistensi pemerintah dalam menjaga kedaulatan harus tetap tertanam dalam jiwa, apa yang dilakukan oleh Freeport jelas sangat melanggar, bahkan juga melecehkan kedaulatanbangsa ini. Jangan sampai, ancaman Freeport yang ingin membawa kasus ini ke pengadilan Internasional ini, membuat pemerintah loyo, apalagi takut.Selain itu saya juga berharap bahwa dalam persoalan ini, pemerintah, kasarnya, jangan sampai menjadikan persoalan ini sebagai skenario penguasa, untuk mengalihkan fokus masyarakat, apalagi menjadikan kasus ini sebagai persoalan politik, meskipun secara kasat mata, persoalan ini bagian dari isu politik, atau dalam istilah ini saya menyebut,  "Political Conspirasy" atau politik persekongkolan dengan tujuan untuk mengendalikan pemikiran orang banyak.

Di masa kepemimpinan Jokowi, tidak sedikit persoalan sosial politik yang terjadi di Indonesia, semua persoalan yang terjadi sangat, sangat bising bahkan mengenaskan. Jika boleh dianalogikan, maka kondisi Indonesia saat ini, sudah seperti "Pecahan Beling" yang berserakan dilantai. "Pecahan Beling" tersebut, berupa, simpang siurnya Informasi disosial media "Hoax", kisruh pilkada, penistaan agama, aksi massa menuntut keadilan atas nama agama, saling mengkafirkan dan saat ini, kisruh Freeport kembali terjadi dan melupakan segala persoalan yang ada, seolah-olah problem kebangsaan kita hanya sebatas pada persoalan Freeport saja.

Diera kebebasan dan keterbukaan informasi ini, bangsa Indonesia tergolong sebagai bangsa yang mudah lupa, kenapa demikian? hal ini disebabkan karena:

Pertama, kontruksi berpikir bangsa ini, dalam melihat dan membaca Informasi, sedikit banyaknya ditentukan oleh salah satu medium, yaitu media.

Kedua, terdapat ketergantungan Informasi, artinya begini, semakin gencar kasus Freeport ditampilkan di publik, maka bukan tidak mungkin, ingatan bangsa ini justru teralihkan, atau mengutif istilah kekinian "Gagal Fokus", Nah, persoalan inilah yang harus kita lihat dan amati, dalam melihat kisruh Freeport dengan Pemerintah.

Kembali ke Freeport, dalam hal ini, apapun yang dikemukakan oleh Freeport kepada pemerintah, jelas sekali, itu semua tanpa nalar dan akal sehat, pemerintah harus memiliki keberanian dan keberpihakan kepada kedaulatan, kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Jika Freeport tidak ingin atau merasa keberatan merubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dengan disventasi 51% kepada negara ini, maka sudah saatnya perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang berdiri tahun 1967, dimasa kepemimpinan Soeharto ini hengkang dari Indonesia. Karena bagaimana pun beroperasinya PT Freeport di Indonesia, telah mengeksploitasi serta merusak alam Indonesia.

Sudah saatnya, pemerintah menerapkan undang-undang dasar 1945 pasal 33. Jika upaya pemerintah ini berhasil dan Freeport sudi mengikuti aturan main pemerintah, maka bukan tidak mungkin, pendapatan anggaran daerah(PAD) Papua meningkat, APBN Indonesia pun akan meningkat. tingkat kemiskinan pun perlahan akan berkurang terutama di daerah Papua.[***]

Deni IskandarMahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sekertaris Umum di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ushuluddin dan Filsafat Cabang Ciputat, Periode 2016-2017
Sumber: rmol

Related Posts: