Soal Kasus Siyono, KontraS: Nyawa Orang Seakan Disamakan Kasus Polisi Bolos
10Berita- Jakarta – Dua anggota Detasemen Khusus 88 Anti Teror berinisial AKBP T dan IPDA H, yang melakukan pengawalan berujung meninggalnya Siyono hanya dijatuhi hukuman minta maaf kepada kepolisian dan dipindah satuan kerja oleh majelis sidang kode etik.
Pasca setahun meninggalnya Siyono, masyarakat menilai hukuman yang diterima kedua anggota Densus 88 itu masih kurang cukup, karena ini masalah serius yang menyangkut nyawa seorang warga negara kesatuan Republik Indonesia.
Staf Divisi Hak Sipil Politik KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) Satrio Wirataru mengatakan bahwa proses sidang kode etik yang dilakukan internal kepolisian masih belumlah cukup dan layak, karena menyangkut nyawa seseorang.
“Tapi untuk kasus Siyono ini kan nggak seperti polisi telat masuk kantor misalnya, yang ini boleh lah dikode etik. Tapi ini kan orang sampai tewas dan termasuk pembunuhan, tidak layak jika hanya secara kode etik,” ungkapnya pada Kiblat.net, Sabtu (11/3).
“Memperlakukan nyawa orang, sementara perlakuannya seakan seperti menangani kasus bolos dua bulan, dan sanksinya hanya mutasi, ini nyawa manusia masa’ disetarakan seperti itu,” lanjutnya.
Unsur pidana Belum kuat?
Keluarga Siyono sudah melaporkan tindakan aparat negara ini ke Kepolisian Resor Klaten, namun sampai saat ini belum ada kelanjutan terhadap laporan pidana terhadap dua anggota Densus 88 itu.
Satrio Wirataru menilai, ketidaklanjutannya kasus ini dikarenakan kepolisian yang enggan untuk meneruskan kasus kematian Siyono ini. Lalu soal masalah yang disampaikan kepolisian bahwa tidak adanya bukti kuat yang mendukung perihal dugaan pidana itu, Satrio menilai ini hanyalah ketidakmauan kepolisian untuk menindaknya.
“Mereka belum ada bukti kuat yang mendukung karena memang kepolisian belum melakukan penyelidikan yang menyeluruh, padahal bukti forensik sudah jelas, bahkan sudah diserahkan itu jelas ada luka-luka yang tidak wajar,” ungkapnya.
“Soal keterlibatan anggota Densus 88 itu, kan prosesnya sudah jelas, siapa yang membawa (Siyono -red), dan nama-namanya sudah jelas, tapi kemauan saja untuk menindak, karena kekebalan hukum itu tadi, padahal ini masalah yang cukup serius,” pungkasnya.
Sumber: kiblat