OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 13 April 2017

Keadilan dan Pemimpin yang Diminta Tidur

Keadilan dan Pemimpin yang Diminta Tidur

10Berita-Bukan sama rata dan sama rasa. Adil adalah kata sifat yang dapat dimaknai dengan bertindak sebagaimana mestinya, tidak berat sebelah dan tanpa keberpihakan. Adil itu memberikan hak kepada pemiliknya, baik hak itu bersifat ganjaran bagi yang berjasa maupun hukuman bagi yang bersalah.

Kata adil dalam kamus keseharian kita seolah tinggal kenangan dan harus dimuseumkan. Adil terkesan mewah dalam realita kehidupan. Teroris yang jenggotan mudah ditangkap atau ditembak di tempat. Yang jenggotan menjadi korban kejahatan penjahatnya malah susah ditangkap. Popularitas kata adil pada saat ini masih jauh berada di bawah kata koruptor, pejabat berlidah api, dan lain sebagainya. Begitu pula adanya berbagai lembaga yang berkutat dalam hal putusan dan keadilan sama sekali tidak dapat memosisikan kata adil pada tempatnya, bahkan terkesan membelokkan makna adil itu sendiri.

Padahal adil adalah barang murah meski bukan murahan, adil tidak perlu dibayar mahal seperti halnya short course atau studi S1, S2 atau S3. Karena potensi adil selalu terkandung dalam diri tiap insan sebagai pengejawantahan sifat Allah swt ‘al-‘adilu. Adil adalah kekayaan alami yang terkandung dalam diri setiap individu yang hanya memerlukan modal kemauan saja untuk menghadirkannya. Adil bagaikan barang tambang dalam bumi Indonesia yang telah lama tersedia, bahkan semenjak bumi pertiwi ini belum dinamai Indonesia. Kemauan adalah kunci membuka istana keadilan.

Oleh karena itu, dalam usaha merealisasikan potensi adil yang terkandung dalam diri individu inilah perlu latihan dan pembiasaan. Adil harus diterapkan dalam lingkup kehidupan paling kecil, dari individu, keluarga, dan dari pemerintahan tingkat RT hingga tingkat pusat. Sehingga para bapak bangsa ini menjadikan konsep “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” sebagai salah satu dari Pancasila sebagai Dasar Negara.

Dengan demikian keadilan menjadi salah satu basis struktur yang harus ada di Indonesia. Dengan bahasa lain Keadilan merupakan masalah ushuliyah yang keberadaannya sudah merupakan barang pasti yang tidak bisa diganti dengan yang lain, apabila bangsa ini ingin lestari. Bukankah demikian peringatan Allah kepada Nabi Daud yang tergambar dalam surat as-shad ayat 26:

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ.

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

Terang benderang kiranya janji Allah dalam ayat tersebut. Bahwa keadilan adalah syarat mutlak seorang pemimpin, karena keadilanlah yang akan menentukan arah keberlanjutan sebuah bahngsa. Demikian pentingnya keadilan hingga ada sebuah cerita tentang seorang darwis  yang dimintai pendapat tentang pemimpin yang dhazilim.

Sa’di bercerita; Alkisah, seorang raja yang zalim berkenan memanggil seorang darwis ke istananya untuk memberi nasihat. Ketika sufi itu datang, Raja Zalim berkata, “Berikan aku nasihat. Amal apa yang paling utama untuk aku lakukan sebagai bekalku ke akhirat nanti?”

Sang darwis menjawab, “Amal terbaik untuk baginda adalah tidur.” Raja itu keheranan, “Mengapa?” “Karena ketika tidur,” jawab sufi itu, “baginda berhenti menzalimi rakyat. Ketika baginda tidur, rakyat dapat beristirahat dari kezaliman.”

Namun manusia adalah insan yang sering lalai dan mudah tergoda dengan berbgai bujuk rayu setan yang menyesatkan. Karenanya hampir dalam setiap langkah kehidupan ini kezaliman hadir menggantikan posisi keadilan. Begitulah hingga Rasulullah saw pernah bersabda:

سيأتى زمان علي امتي سلاطينهم كالاسد ووزراءهم كالذئب وقضئهم كالكلب وسائر الناس كالاغنام فكيف يعيش الغنام من الاسد والذئب والكلب ؟

Akan tiba satu waktu kepada umatku penguasanya seperti singa, para menterinya seperti serigala, dan hakim-hakimnya seperti anjing. Sementara itu umat kebanyakan bagaikan kambing. Bagaimana bisa kambing hidup diantara singa, serigala dan anjing?

Apakah maksud penguasa seperti singa dalam konteks hadits ini? tidak, singa ditamsilkan dalam hadits ini bukan dalam hal keberanian, tapi dalam hal kerakusannya. Singa selalu saja memburu makanan dan demi kepentingan pribadi dan golongannya. Sementara serigala terkenal dengan sifat culas, gesit, dan licik. Ia bisa menggunakan berbagai cara demi menghasilkan buruan walaupun dengan jalan tidak ksatria. Adapun anjing yang suka menjilat pandai sekali menyembunyikan kebuasannya dibalik kejinakan yang dimilikinya. Begitulah Rasulullah saw menerang keberadaan umatnya. Apakah massa yang dimaksud dengan hadits tersebut telah tiba? Wallahu a’lam bis shawab.

Sebagai seorang pemimpin, jika Anda tidak bisa memimpin dengan adil lebih baik tidur saja. Sesaat atau selama-selamanya.

Oleh: Paramuda

Sumber: BersamaDakwah