Mengaku Tak Ada Niat, Ahok Justru Salahkan Buni Yani, Begini Penjelasan Pakar Hukum
10Berita-JAKARTA – Terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama aliasa BTP alias Ahok membacakan sendiri nota pleidoinya dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017). Namun, ia tak membacakan keseluruhan, hanya lima halaman awal saja. Selanjutnya pembelaan dibacakan kuasa hukumnya secara bergilir.
Dalam pledoinya, Ahok mengaku tak ada niat menistakan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu. Ia justru menyalahkan Buni Yani yang mengedit video pidatonya lalu mengunggah ke media sosial sehingga menimbulkan gejolak hingga mobilisasi massa yang menuntut dirinya diadili.
Padahal, kata Ahok, saat dirinya berpidato di Kepulauan Seribu, tak ada satu pun warga yang keberatan atas perkataannya itu.
“Menjadi masalah pada 6 Oktober 2016 setelah Buni Yani mengunggah video pidato,” kata Ahok saat bacakan pleidoi, Selasa (25/4/2017).
“Faktanya media massa banyak meliput dan siarkan secara langsung pembicaraan di Pulau Seribu tak ada satu pun keberatan atas perkataan saya, bahkan saat saya diwawancara,” jelas Ahok.
Sebelumnya, pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dalam kesaksiannya pada sidang kasus yang menyeret Gubernur DKI ini berpendapat adanya kesengajaan terdakwa untuk menodai Al Maidah 51. Itu bisa dibaca dari kalimat yang digunakan terdakwa pada saat ceramah di Kepulauan Seribu, 27 September 2016.
Mudzakkir menegaskan bahwa kalimat yang pernah dilontarkan oleh Ahok: “Jadi jangan percaya sama orang, ga bisa pilih saya, dibohongi pakai surat Al Maidah 51 macem-macem itu termasuk kata dibodohin.”
Mengutip hukumonline dalam penjelasan Mudzakkir menunjukkan adanya keberatan terhadap dalil Al Maidah 51 yang digunakan untuk menghambat dirinya dipilih sebagai gubernur. Sedangkan pilihan kata “dibohongi” serta “dibodohi” menurutnya secara verbal merupakan penodaan dalam bentuk merendahkan makna serta nilai dari kebenaran ayat tersebut sebagai bagian dari kitab suci umat Islam.
“Justru yang tindak pidana atau sifat pencelaan atau sebut saja sifat noda itu letaknya pada dibohongi, dibodohi Al Maidah ayat 51,” katanya.
Menurut Mudzakkir, kata-kata ‘dibohongi’ dan ‘dibodohi’ yang diucapkan terdakwa seharusnya diketahui terdakwa dapat mengakibatkan ketersinggungan ummat dan penodaan keyakinan ummat Islam. Ia menegaskan, yang paling pas dipakai melihat masalah ini adalah teori kesengajaan sebagai kepastian. [FM]
Sumber: Ummat Pos