OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 18 Juni 2017

KPK memanipulasi dukungan publik

KPK memanipulasi dukungan publik



10Berita- Sikap reaksioner KPK terhadap Pansus Hak Angket KPK yang dibentuk oleh DPR-RI mengundang pertanyaan dan kecurigaan.

Sebab, menurut Anggota Pansus Hak Angket KPK, Masinton Pasaribu, KPK merupakan lembaga negara yang wajib tunduk, taat dan patuh pada keputusan DPR yang dimandatkan oleh Konstitusi (UUD).

"Sikap reaktif dan arogansi KPK sudah di luar batas kepatutan. Dukungan publik dimanipulasi oleh KPK untuk mengangkangi dan menginjak-injak konstitusi dan perundang-undangan sebagai dasar kepatuhan kita bernegara dan wajib dipatuhi seluruh warga negara dan institusi negara Indonesia," kata Masinton Pasaribu di Jakarta, hari ini.

Wakil Wakil KPK Laode M Syarif Kamis lalu mengatakan setuju dengan kajian dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas yang menyatakan bahwa Pansus Hak angket KPK cacat hukum. Laode mengatakan, KPK sudah membahas hasil kajian para pakar tersebut.

Kendati demikian, KPK akan mengeluarkan sikap resmi terkait angket tersebut kalau sudah ada surat dari DPR RI. Sampai saat ini pihaknya belum menerima surat dari Pansus.

Mengenai Pansus Hak Angket KPK yang dinilai cacat hukum, Ketua Umum APHTN-HAN Mahfud MD menjelaskan, ada tiga hal dasar Pansus dinilai cacat hukum. Pertama, karena subyek hak angket, yakni KPK dinilai keliru. Kedua, obyek hak angket, yakni penanganan perkara KPK. Obyek penyelidikan hak angket harus memenuhi tiga kondisi, yakni hal penting, strategis dan berdampak luas bagi masyarakat.

Ketiga, prosedurnya dinilai salah. Prosedur pembuatan pansus itu, lanjut Mahfud, diduga kuat melanggar undang-undang karena prosedur pembentukan terkesan dipaksakan. Seharusnya, kata Mahfud, rapat paripurna dilakukan voting lantaran seluruh fraksi belum mencapai kesepakatan.

Menurut Masinton, sikap KPK yang arogan dan tidak patuh pada perundang-undangan yang ada, KPK telah memberikan contoh yang tidak patut dalam ketatanegaraan Indonesia.

"Dan langkah semena-mena KPK yang menabrak rambu-rambu ketatanegaraan ini harus kita hentikan bersama. KPK sebagai institusi penegak hukum harusnya menjadi tauladan kepatuhan dan taat pada konstitusi dan perundang-undangan sebagai dasar hukum kita bernegara dan berbangsa," sambung politisi PDIP itu.

Hak Angket adalah perintah konstitusi yang dimiliki oleh DPR dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengwasannya untuk melakukan penyelidikan. Pasal 20A ayat 1 dan 2 UUD Negara RI. Serta teknis pembentukan Pansus Hak Angket DPR-RI diatur dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD. Serta Peraturan DPR-RI.

"Sejak awal DPR berkomitmen membentuk pansus Hak angket KPK bukan untuk menyelidiki penanganan perkara yang ditangani oleh KPK. Hak angket sebagai Hak pengawasan tertinggi DPR-RI ditujukan untuk melakukan penyelidikan atas Pelaksanaan perundang-undangan yang dilakukan oleh KPK. Seperti pelaksanaan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi. Serta UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana," jelasnya.

Sumber: opinibangsa.id / rnc