Empat Perkara Keji
10Berita-- Oleh Imam Nawawi
Seseorang yang hatinya bersemayam keimanan kepada Allah benar-benar akan berupaya keras untuk menjauhi perkara-perkara yang keji. Sebab, tidaklah kekejian dilakukan melainkan akan mendatangkan kehinaan dan kesengsaraan.
Terlebih pada perkara-perkara yang memang dinilai Allah dan Rasul-Nya sebagai kekejian, tentu saja seorang mukmin akan benar-benar berjuang menjauhinya.
Rasulullah bersabda, "Orang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, bukan pula orang yang suka melaknat, bukan orang yang berkata keji, dan bukan pula orang yang suka berkata kotor." (HR Tirmidzi).
Menjelaskan hadis tersebut, Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin menegaskan bahwa berkata-kata kotor harus ditinggalkan karena termasuk perbuatan keji dan karena itu sangat tercela. Siapa saja yang tidak meninggalkan berkatakata kotor maka ia rentan terjerumus dalam perilaku negatif, tercela, dan menodai kehormatan diri.
Lebih dari itu, perkataan kotor akan merusak hubungan baik dengan sesama, baik itu antarsaudara di dalam keluarga maupun dengan sesama dalam hubungan tetangga dan persahabatan. Oleh karena itu, Islam mendorong umatnya untuk berkata yang baik atau diam. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia mengucapkan sesuatu yang baik atau diam. (HR Bukhari).
Jika terjadi suatu permasalahan, utamakanlah dialog atau musyawarah, jangan sampai diri terbakar api emosi sehingga mulut berkata kotor, lidah kerap melaknat, sehingga kalimat-kalimat yang terlontar nyaris seluruhnya kotor dan keji yang pada akhirnya menimbulkan hal-hal negatif yang tidak diharapkan.
Begitu ketatnya Islam mengantisipasi terjadinya perselisihan, pertengkaran, bahkan sampai pada permusuhan dan perkelahian yang disebabkan oleh perkataan, sampai-sampai dalam bercanda pun seseorang dilarang berkata-kata secara asal dan dusta, apalagi jika hanya dilakukan untuk mengundang tawa.
"Janganlah kamu memperbanyak tawa, karena sesungguhnya banyak tertawa itu akan mematikan hati." (HR Ibnu Majah). Kecelakaan bagi orang yang menceritakan sesuatu, lalu ia berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya.
Kecelakaan baginya. (HR Tirmidzi). Oleh karena itu, di dalam Alquran Allah Ta'ala menegaskan bahwa di antara karakter orang yang beriman adalah meninggalkan perbuatan dan perkataan yang tidak bermanfaat. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (QS al-Mukminun [23]: 3).
Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menyebutkan, aI-laghwi berasal dari kata laghoo, artinya perbuatan atau kata-kata yang tidak ada faedahnya, tidak ada gunanya, tidak ada nilainya; baik senda gurau atau main-main yang tak ada ujung pangkalnya.
Dengan demikian maka sudah sepatutnya setiap jiwa memelihara diri, terutama lisannya agar setiap yang keluar adalah kebaikan, bernilai manfaat, dan tidak termasuk perkataan keji, kotor, dan dusta. Jika tidak, sungguh lisan pun sudah cukup mendorong seseorang pada keburukan yang mengundang kemurkaan Allah Ta'ala.
Sumber:Republika