OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 28 Juli 2017

Menolong Palestina via Khutbah Jum’at

Menolong Palestina via Khutbah Jum’at

Oleh M. Anwar Djaelani

JIKA kita cermati, isi khutbah Jum’at di banyak masjid selama ini relatif kurang memadai. Setidaknya menurut hemat saya, sebagian besar dari khutbah-khutbah itu kerap tak menyentuh secara langsung masalah-masalah aktual. Tema iman dan taqwa sering disampaikan secara ‘apa adanya’ tanpa dibawa ke persoalan-persoalan kekinian. Ini, sangat disayangkan, sebab peluang untuk memerkukuh kualitas umat Islam (dalam artian luas) menjadi berkurang.

Aktualitas, Penting!
Banyak khutbah Jum’at yang tidak ‘nyambung’ secara langsung dengan apa yang sedang atau baru saja terjadi di sekitar kita. Adapun yang dimaksud ‘sekitar kita’ bisa dalam level kampung di mana masjid itu berada, level kota, level regional, level nasional, atau bahkan level dunia.

Seperti apa tema khutbah yang ‘nyambung’ itu? Hemat saya, di sepanjang Juli 2017, di antara tema khutbah Jum’at yang layak disampaikan adalah yang terkait dengan Palestina (dan lebih khusus lagi yang berada di sekitar Masjid Al-Aqsha) yang kembali dizalimi Israel.

Cermatilah tiga berita berikut ini yang insya-Allah cukup mewakili suasana mencekam yang kembali berulang di Palestina dan terutama di seputar Masjid Al-Aqsha: “Para Pemuda Palestina Shalat Jumat dan Berdoa di Jalan-jalan Yerusalem” (www.salam-online.com 04/072015). “Pasukan Zionis Israel Tembak Imam Masjid Al-Aqsha Usai Shalat” (www.kiblat.net 19/072017). “Situasi Masjid Al-Aqsha Genting, Warga Sipil Palestina Tewas” (www.republika.co.id 22/07/2017).

Tampak, tindakan barbar Israel kepada Palestina kembali dipertontonkan.
Umat Islam (baca: jamaah masjid) di Indonesia patut segera mendapat penjelasan tentang apa yang terjadi di Palestina serta bagaimana perspektif Islam tentang ini.

Misalnya, ‘siapa’ Palestina dan nilai penting Masjid Al-Aqsha yang ada di wilayah itu. Jelaskan pula ‘siapa’ Israel dan sejarah panjangnya yang suka melampaui batas.
Sampaikan bahwa “Israel Semakin Brutal” seperti judul yang ditulis www.gatra.com pada 21/11/2012. Sejauh ini, Israel tak segan-segan menggunakan senjata yang terlarang.

Sekadar menggambarkan kebengisan Israel, lihatlah pada 2012. Israel menjadikan sipil sebagai sasaran serangan. Bayi, anak-anak, wanita dan manula banyak yang menjadi korban. Korban yang telah jatuh –saat itu– ratusan meninggal dan ribuan terluka (www.hidayatullah.com 22/11/2012). Penargetan Israel terhadap anak-anak dan perempuan merupakan pelanggaran mencolok dalam hukum internasional.

Ungkaplah, bahwa atas kebiadaban Israel pada lima tahun lalu itu masyarakat internasional ramai-ramai mengecam dan mengutuk Israel. Demonstrasi menentang Israel berlangsung di berbagai tempat.

Aktivitas itu tidak hanya di negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim seperti di Tunisia, Yaman, Mesir, Aljazair dan Indonesia, tapi juga di Australia, Italia, Korea Selatan, Spanyol dan lain-lain.

Kala itu, seorang warga Korea Selatan -misalnya- ikut berdemonstrasi di luar Kedutaan Besar Israel di Seoul. Sementara, Sylvia Hale -mantan anggota parlemen dari Partai Hijau di Australia- saat berdemonstrasi di Sydney berseru: “Israel tengah menerapkan kebijakan yang membantai banyak orang di Gaza.”

Bahkan, sebagian publik di Amerika Serikat pun menyuarakan simpati yang sama. Saat pemerintahnya menyatakan dukungan kepada Israel, tidak sedikit warga yang mengecam aksi Israel itu. Di New York, pada 18/11/2012, sekitar 500 orang memrotes jatuhnya banyak korban di kalangan warga Palestina. Bahkan ada pemuka Yahudi yang turut mengecam aksi Israel. Koran The New York Times mengabarkan bahwa Yisroel Dovid Weiss -seorang rabi- menyatakan simpati kepada warga Palestina.

Sebagai tambahan ilustrasi, boleh kita kutip puisi Taufiq Ismail yang berjudul “Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu”. Meskipun dibuat pada 1989, isi puisi itu masih relevan untuk kita jadikan media renungan dalam usaha berintrospeksi atas peran apa yang telah kita lakukan untuk membantu Palestina.

Aku-pun berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at sedunia: doakan kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang menapak jalan-Nya, yang ditembaki dan kini dalam penjara, lalu dengan kukuh kita bacalah ‘laquwwatta illa bi-Llah!’

Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu. Tanahku jauh, bila diukur kilometer, beribu-ribu. Tapi azan Masjidil Aqsha yang merdu/ Serasa terdengar di telingaku.

Membaca puisi Taufiq Ismail di atas akan semakin mudah kita resapi jika pada saat yang sama kita renungkan tiga sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam ini: “Perumpamaan mukmin dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh. Apabila satu bagian merasa sakit, maka seluruh tubuhnya turut merasakan hal yang sama” (HR Muslim). “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat bangunan, satu sama lain saling menguatkan” (HR Bukhari-Muslim). “Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di Hari Kiamat. Barangsiapa menutup aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya di Hari Kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya” (HR Muslim).

Uraian ringkas di atas, sekadar contoh bahwa khutbah Jum’at yang baik harus mampu mengangkat tema-tema aktual agar pengetahuan jamaah terbarui terus-menerus. Harapannya, mereka yang mendengar khutbah itu akan memiliki cara pandang yang benar tentang sesuatu hal. Nanti setelah jamaah keluar dari masjid, diharapkan mereka bisa ‘menularkan’ pengetahuan itu kepada umat Islam lainnya yang sekiranya belum mendapatkan ‘materi’ itu.

Langkah Pilihan
Agar keadaan ideal seperti di atas, yaitu khutbah Jum’at berkualitas karena mengupas hal-hal yang aktual dapat terwujud, maka langkah-langkah sederhana berikut dapat dipertimbangkan.

Pertama, takmir masjid jangan membuat daftar khatib plus temanya untuk setahun yang akan datang. Tetapi, takmir masjid hendaknya memberi tema kepada khatib sekitar hari Rabu (dua hari sebelum Jum’at). Tentu saja, sebelumnya takmir bikin rapat kecil setelah mengikuti perkembangan keadaan lewat –misalnya- koran, majalah, televisi, internet, dan lain-lain. Dengan cara ini, banyak keuntungan yang didapat. Takmir masjid dan khatib akan rajin membaca (dalam artian luas). Jamaah masjid juga sangat diuntungkan karena akan mendapat materi yang selalu baru.

Kedua, agar ide di atas dapat berjalan lebih bagus maka lembaga-lembaga seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah dapat mengeluarkan ‘panduan’ tentang tema khutbah Jum’at yang layak diangkat. Sama seperti pada poin pertama di atas, panduan itu bisa disampaikan di setiap hari Rabu. Lewat apa? Antara lain bisa lewat situs yang masing-masing lembaga telah memiliknya.

Mari, kita bantu Palestina –antara lain- lewat khutbah Jum’at. []

Catatan:
Artikel ini adaptasi dari opini penulis yang dimuat Jawa Pos 23/11/2012