OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 28 Juli 2017

MUI: Dana haji tidak boleh diinvestasikan di sektor infrastruktur

MUI: Dana haji tidak boleh diinvestasikan di sektor infrastruktur


10Berita~JAKARTA – Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi menegaskan bahwa dana haji tidak bleh diinvestasikan di sektor infrastruktur. Karena itu murni uang umat yang tidak boleh dipindahkan-tangankan atau dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Hal itu disampaikan Zainut saat menanggapi usulan Presiden Joko Widodo untuk menginvestasikan dana haji ke sektor infrastruktur.

Dia menjelaskan, ada dua jenis dana haji. Pertama, dana setoran awal calon jemaah haji, yaitu dana untuk biaya pendaftaran calhaj agar mendapat porsi keberangkatan. Yang kedua, dana hasil efisiensi dari pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji yang dana ini dikumpulkan menjadi Dana Abadi Umat (DAU). Jumlahnya sampai dengan tahun 2017 mencapai jumlah Rp 2,99 triliun.

“Kalau yang pertama saya pastikan tidak boleh dipakai untuk kepentingan lain. Kecuali untuk biaya keperluan jemaah haji,” tegasnya.

Adapun DAU selama ini hanya dimanfaatkan untuk mensubsidi biaya pelaksanaan ibadah haji sehingga meringankan biaya calon jemaah haji pada musim haji tahun berjalan.

Akumulasi DAU setiap tahun semakin besar, karena masuknya dana dari hasil efisiensi dan juga masuknya dana dari manfaat bagi hasil penempatan DAU di bank atau pun sukuk di berbagai investasi yang dianggap aman.

“Kemungkinan besar dana yang akan diinvestasikan di bidang infrastruktur yang dimaksud Presiden Jokowi adalah dana DAU. Dari pada tidak produktif lebih baik dipakai untuk pembangunan infrastruktur. Biar manfaatnya lebih banyak bagi kemaslahatan umat dan bangsa Indonesia,”ungkapnya sebagaimana dilansir Harian Terbit.

Menurut Zainut, sebelum hal tersebut dilakukan hendaknya pemerintah melakukan konsultasi dengan berbagai pihak, baik dengan ormas Islam, khususnya dengan MUI, tokoh-tokoh ulama maupun dengan para ahli finansial. Melakukan kajian secara mendalam baik dari aspek finansial maupun dari aspek syariahnya. Karena hal ini menyangkut uang umat yang jumlahnya tidak sedikit.

“Prinsip mencegah kerusakan itu harus didahulukan dari pada membangun kemaslahatan,” pungkasnya.

(ameera/)

Sumber: arrahmah.com