PKI Gaya Baru, Bagaimana Umat Islam Menyikapinya?
10Berita– Keberadaan Partai Komunis Indonesia atau PKI, tidak bisa dipisahkan dari bangsa Indonesia, dalam arti negatif. Karena PKI justru menjadi pemecah belah bangsa serta berseberangan dengan umat Islam yang mayoritas sebagai rakyat Indonesia.
Meskipun telah dilarang menurut Undang-undang, komunis sebagai ideologi bisa saja tumbuh dan berkembang lagi, mengingat anak cucu penganut PKI masih ada.
Indikasi-indikasi serta modus pergerakannya yang terjadi saat ini, seharusnya menjadikan bangsa ini lebih waspada. Rakyat harus kembali diingatkan dan disadarkan akan sejarah bangsa ini yang pernah di porak-porandakan oleh teror PKI.
Bagaimana sejarah PKI di Indonesia?
Sejarah PKI berawal dari ide seorang tokoh kiri Belanda, dengan mengkader tokoh muda Indonesia bernama Semaun. Semaun masuk ke Sarekat Islam (SI). Ideologi kiri berlahan-lahan menginfiltrasi SI, untuk menggantikan ideologi Islam menjadi sekuler dengan cara mengampanyekan pertentangan kelas. Akhirnya SI terpecah menjadi SI putih dan merah.
SI merah berusaha menonjolkan diri dan mendeklarasikan diri sebagai Partai Komunis Indonesia pada 1920. Propaganda untuk mempengaruhi masyarakat adalah slogan antipenjajahan dan penghapusan pajak.
Tanpa persiapan matang, akhirnya mereka memberontak terhadap pemerintahan Belanda. Yang signifikan adalah pemberontakan di Banten dan Sumatera Barat. Uniknya, keduanya adalah basis Islam dan mereka mengangkat semangat jihad melawan kolonialis.
Mereka tidak mengangkat slogan PKI yang mengusung ideologi komunis atheis dan pertentangan kelas.
PKI di Indonesia melewati tiga fase:
1. Fase awal sampai 1927, yang disebut oleh Aidit sebagai fase kekanak-kanakan atau permulaan
2. Fase 1948, merupakan fase memimpin gerakan perlawanan.
3. Fase 1950-1965 sebagai fase parlemen, yang ditandai dengan pendekatan mereka ke pemerintahan.
Pada tahun 1950-1955, Indonesia mengalami fase demokrasi liberal, yang ditandai dengan sering ganti perdana menteri dan saling menjatuhkan, dan PKI berada pada posisi oposisi.
Pada sidang konstituante, Soekarno menggagas demokrasi terpimpin menggantikan demokrasi liberal. Di era ini, PKI mendapatkan posisi lebih kuat karena mendukung soekarno, sementara Masyumi sebagai oposisi.
Dengan posisi yang kuat di pemerintahan, mereka mulai menyingkirkan lawan-lawan politiknya, dengan protes meminta pergantian pejabat. Satu-satunya kekuatan yang masih dominan adalah Angkatan Darat. Untuk menghadapi kekuatan ini, Aidit memutuskan untuk melakukan pemberontakan yang dikenal dengan G30S PKI.
Sementara itu, umat Islam mengalami. penindasan oleh PKI, bukan saja pada 1965 tetapi sejak 1948. Banyak ulama dibunuh dan ditangkapi, sehingga menjadi pengalaman traumatik hingga sekarang.
Namun, berbicara PKI adalah tentang komunis; tentang ideologinya. Bukan sekedar kekejamannya, sehingga pada akhirnya umat Islam terjerumus ke dalam propaganda yang menyesatkan. Dalam kasus kriminalisasi ulama misalnya, hampir semua rezim melakukannya. Bahkan rezim yang antikomunis seperti Soeharto, dalam tragedi Tanjung Priok.
Sumber; Kiblat