OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 13 Juli 2017

Terkait Perppu Pembubaran Ormas, Fadli Zon: Diktator Gaya Baru

Terkait Perppu Pembubaran Ormas, Fadli Zon: Diktator Gaya Baru

10Berita | Jakarta – Jakarta- Perppu tentang perubahan atas UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Dengan hadirnya Perppu ini, terjadi perubahan sekaligus penghapusan pada beberapa pasal UU No.17 tahun 2013.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPR RI bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Fadli Zon, mengungkapkan bahwa Perppu tersebut menghapus pasal 68 UU No.17 Tahun 2013 yang mengatur ketentuan pembubaran Ormas melalui mekanisme lembaga peradilan. Fadli Zon lantas menyebutkan bahwa Perppu ini model kediktatoran gaya baru.

“Pembentukan Perppu Tentang Keormasan secara substantif mengarah pada model kediktatoran gaya baru,” kata politisi Partai Gerindra ini dalam rilis yang diterima Kiblat.net pada Rabu (12/07). Sebagaimana disitat dari Kiblat.

“Begitupun Pasal 65, yang mewajibkan pemerintah untuk meminta pertimbangan hukum dari MA dalam hal penjatuhan sanksi terhadap Ormas, juga dihapuskan,” sambungnya.

Bahkan, kata Fadli, spirit persuasif dalam memberikan peringatan terhadap Ormas, sebagaimana sebelumnya diatur dalam Pasal 60, juga sudah ditiadakan. Ia menerangkan, Perppu tersebut juga tidak lagi mengatur peringatan berjenjang terhadap Ormas yang dinilai melakukan pelanggaran. Dimana hal ini sebelumnya diatur dalam Pasal 62 UU No.17 tahun 2013.

“Artinya, kehadiran Perppu tersebut selain memberikan kewenangan yang semakin tanpa batas kepada Pemerintah, juga tidak lagi memiliki semangat untuk melakukan pembinaan terhadap Ormas. Ini kemunduran total dalam demokrasi kita,” tuturnya.

Fadli Zon juga mempertanyakan ihwal kegentingan dalam Perppu ini. Menurutnya, jika merujuk pada Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 dan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perppu, Perppu dikeluarkan dalam suatu kondisi kegentingan yang memaksa.

“Pertanyaannya sekarang, adakah kondisi kegentingan yang memaksa sehingga pemerintah membutuhkan Perppu? Kegentingan ini harus didefinisikan secara objektif. Tidak bisa parsial,” tegasnya.

Justru sebaliknya, Fadli memandang adanya Perppu ini akan memunculkan keresahan baru di tengah masyarakat. Perppu ini, di masa yang akan datang justru menjadi sarat ancaman terhadap kebebasan berserikat yang sudah dijamin dalam UUD 1945 pasal 28 dan 28E.

“Perppu ini mengandung semangat yang sangat jauh dari semangat demokrasi,” ujarnya.

Lebih jauh Fadli berpendapat bahwa Perppu tersebut berpotensi menjadi alat kesewenangan Pemerintah untuk membubarkan ormas-ormas yang kritis terhadap Pemerintah, tanpa harus melalui mekanisme persidangan lembaga peradilan. Dan hal itu berbahaya bagi jaminan keberlangsungan kebebasan berserikat di Indonesia.

Fadli juga menekankan bahwa, menurut UU MD3 pasal 71, DPR berwenang untuk memberikan persetujuan atau tidak terhadap Perppu yang diajukan pemerintah. Artinya, jika berpotensi mengekang kebebasan berserikat dan merugikan masyarakat, DPR memiliki dasar untuk menolak Perpu tersebut.

“Menurut saya, Perppu diktator ini harus ditolak,” tandasnya. [ICA]

Sumber:NETIZENPLUS.com