OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 19 Agustus 2017

Ada Api di Dasar Laut, Bukti Mukjizat Hadis Nabi

Ada Api di Dasar Laut, Bukti Mukjizat Hadis Nabi


10Berita – Banyak sekali keajaiban-keajaiban yang telah Alah tunjukkan kepada kita. Tidak sedikit di antaranya terjadi benar-benar di luar batas nalar manusia pada masa itu. Sebagian disebutkan langsung dalam Al-Qur’an dan sebagian yang lain juga ada yang dijelaskan melalui lisan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Fakta ilmiyah yang mengungkapkan adanya api yang menyala di dasar laut merupakan salah satu bukti dari sekian banyak mukjizat yang diungkapkan dalam Al-Quran dan Assunnah.

Adalah Abdullah bin Amr bin Al-Ash, dalam sebuah riwayatnya ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Semestinya, tak seorang pun boleh berlayar mengarungi lautan kecuali orang-orang yang hendak pergi menunaikan ibadah haji atau umrah, atau orang yang hendak pergi berjihad di jalan Allah. Sebab, di bawah lautan terdapat api, dan di bawah api tersebut ada lautan lagi.” (HR. Ibnu Abi Syaibah di dalam Mushannaf-nya)

Riwayat ini dinilai lemah, namun Al-Hakim meriwayatkan hadits lain dari jalur Ya’la bin Umayyah yang turut menguatkan hadits ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Laut adalah neraka.” Silsilah para perawi pada hadits kedua ini dinilai shahih. Imam Adz-Dzahabi juga setuju dengan Al-Hakim sebagaimana diungkapkan dalam Talkhish Al-Mustadrak(Ringkasan  Kitab  Al-Mustadrak).

Oleh karena itu, hadits yang pertama di atas dapat dinilai sebagai hadits hasan dengan adanya hadits lain yang berbeda narasi sebagai pendukungnya. Para ulama yang menilai hadits ini dhaif (lemah) pertimbangannya hanyalah karena makna hadits ini sulit dipahami.

Ibnu Katsir tmenyebutkan di dalam Al-Bidâyah wa An-Nihâyahmengenai hadits “Laut  adalah neraka” maknanya adalah laut akan dibakar pada hari Kiamat hingga menjadi bagian dari Neraka.

Namun,  ada  sebuah  riwayat  dalam  ‘Aunul Ma’bud fî Syarh Sunan  Abi  Dawud yang  ditulis  oleh  Al-Azhim Abadi terkait penjelasan hadits ini, “Dikatakan bahwa hadits ini harus dipahami sesuai dengan arti eksplisit dan apa adanya. Sebab, Allah Yang Mahakuasa mampu melakukan segala sesuatu.”

Al-Khathabi mengatakan dalam Syarh Sunan Abu Dawud,“Hadits ini dimaksudkan untuk menunjukkan kebesaran sifat laut.”

Ibnu Hajar meriwayatkan sebuah riwayat pendukung untuk bagian pertama dari hadits ini dalam bukunya At-Talkhis (Juz 2) dalam riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, yang dapat meningkatkan statusnya menjadi hadits  Hasan. Oleh karena itu, keseluruhan hadits tersebut dapat dinilai sebagai hadits Hasan. Dengan fakta-fakta ilmiah akurat yang baru berhasil ditemukan pada dekade-dekade akhir abad ke-20.

Hadits yang mulia ini sejatinya selaras dengan janji Al-Qur’an pada awal surat Ath-Thur (Bukit Tursina) dimana Allah Ta’ala bersumpah dengan  laut  yang berapi. Allah Ta’ala berfirman:

وَالطُّورِ* وَكِتَابٍ مَسْطُور*ٍ فِي رَقٍّ مَنْشُور*ٍ وَالْبَيْتِ الْمَعْمُور*ِ وَالسَّقْفِ الْمَرْفُوع*ِ وَالْبَحْرِ الْمَسْجُور*ِ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ لَوَاقِعٌ* مَا لَهُ مِنْ دَافِعٍ

“Demi Bukit Tursina. Demi kitab (Al-Qur’an) yang tertulis di Lauh Mahfuzh, pada lembaran-lembaran yang terbuka. Demi Baitul Ma’mur (Ka’bah) yang dikunjung untuk haji dan umrah. Demi atap yang ditinggikan (langit). Demi laut yang di dalam tanahnya ada api (membakar). Sesungguhnya azab dari Rabbmu pasti terjadi. Tiada seorang pun yang dapat menolaknya.” (QS. Ath-Thur: 1-8)

Ketika Al-Qur’an diturunkan, orang-orang Arab tidak dapat mencerna konotasi dan makna dari sumpah dengan laut yang menyala. Sebab, kata ‘membakar’ berarti menghancurkan atau merusak sesuatu dengan menggunakan api. Selanjutnya, api dan air adalah musuh bebuyutan karena air bersifat memadamkan, sedangkan sifat panas api mampu menguapkan air. Lalu, bagaimana mungkin dua unsur yang saling berlawanan itu bisa berdampingan? Bagaimana mungkin dua unsur saling  bertolak belakang itu tidak saling mengalahkan satu sama lain?

Orang-orang Arab kemudian lebih cenderung untuk memahaminya dalam konteks hari Kiamat sesuai dengan yang disebutkan dalam surat At-Takwir. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ

“Dan, apabila lautan dijadikan meluap.” (QS. At-Takwir: 6)

Namun, hal ini tidaklah benar. Sebab, ayat-ayat pada awal surah At-Takwir menunjukkan  peristiwa  masa depan, yaitu hari Kiamat. Sedangkan sumpah pada awal surah Ath-Thur menunjuk pada peristiwa nyata di masa kehidupan kita. Oleh karena itu, tidak dapat dikomparasikan.

Hal ini telah menyebabkan sejumlah ahli tafsir mencari tahu makna lain dari kata kerja “Sajjara” yang  biasa diartikan “membakar”. Mereka bergembira karena mengetahui bahwa kata itu memiliki makna lain “menggelembung.” Dengan demikian, mereka dapat menafsirkan ayat yang mengatakan bahwa Allah Yang Maha Kuasa menginformasikan kepada umat manusia bahwa Dia telah mengisi  samudera  dan  lautan  dengan  air  dan  membuatnya  tidak meluap ke daratan. Demikianlah, hadits ini menegaskan bahwa ada api di bawah laut dan ada laut di bawah api.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berlayar semasa hidupnya. Jadi, apa yang mendorongnya untuk berbicara tentang suatu hal yang tidak pernah beliau lihat, jika bukan Allah Yang Maha Kuasa memerintahkan beliau untuk melakukannya?

Allah Yang Maha Kuasa memberi tahu melalui pengetahuan-Nya yang komprehensif bahwa suatu hari nanti manusia akan menemukan fakta ilmiah yang sangat menakjubkan ini. Allah menyebutkan persoalan ini di dalam Al-Qur’an dan memberitahukannya kepada Nabi-Nya yang mulia, Muhammadshallallahu ‘alaihi wasallam.

Hal tersebut akan terus menjadi petunjuk yang menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah, dan kata-kata Nabi terakhirNya adalah wahyu yang diturunkan kepadanya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.” (An-Najm: 3)

Setelah Perang Dunia II, para ilmuwan menjelajahi samudera dan lautan mencari bahan-bahan mineral yang cadangannya hampir habis  akibat  peradaban  manusia  materialistik  yang  amat  boros. Mereka terkejut menemukan bahwa banyak pegunungan vulkanik terbentang di seluruh lautan sepanjang ribuan kilometer yang mereka sebut sebagai pegu

Dengan mempelajari bentangan pegunungan bawah laut ini, jelas bahwa gunung-gunung tersebut terbentuk sebagai akibat dari letusan-letusan dahsyat gunung berapi melalui jaringan raksasa pergesaran geologi yang meretakkan kerak-berbatu bumi dan mengitari celah akibat retakan tersebut.

Pergesaran ini terutama berpusat di dasar laut. Jaringan pergesaran geologi tersebut membentang hingga lebih dari 64.000 kilometer dan kedalamannya mencapai sekitar 65 kilometer menembus kerak-berbatu dan mencapai lapisan lunak yang dikenal sebagai zona lunak (astenosfer).

Di dalam astenosfer, bebatuannya dalam keadaan sebagian leleh dengan tingkat kepadatan dan kelekatan relatif tinggi. Arus panas menggiring berton-ton bebatuan leleh tersebut ke dasar samudera dan ke dasar beberapa lautan seperti Laut Merah dimana temperaturnya mencapai lebih dari 1.0000 C. Batuan ini yang diperkirakan berjumlah jutaan ton, kemudian mendorong air laut ke kanan dan kiri.

Fenomena ini dikenal oleh para ilmuwan sebagai “Fenomena perluasan dan pembentukan kembali dasar laut dan samudera.” Daerah yang dihasilkan dari proses perluasan itu dipenuhi dengan magma sehingga mengakibatkan munculnya api di dasar samudera dan beberapa kawasan dasar laut.

Salah satu fenomena yang jawabannya belum mampu diungkap oleh para ilmuwan adalah: mengapa air laut dan samudera tidak bisa mengeluarkan magma?

Selain itu, meskipun temperaturnya sangat ekstrim, mengapa magma tersebut tidak mampu menguapkan air laut dan samudera?

Inilah keseimbangan antara dua unsur berlawanan tersebut: api dan air, di dasar samudera (termasuk Samudera Atlantik Selatan dan Samudra  Arktik),  dan  beberapa  dasar  laut.  Mereka  menjadi  saksi yang amat nyata atas kekuatan tak terbatas yang dimiliki oleh Sang Pencipta, Allah Yang Maha Kuasa.

 

Fakhruddin

Sumber: Miracles of Al Quran and As Sunnah, karya Dr. Zakir Naik, penerbit Aqwam, Solo

Sumber: Kiblat.