OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 28 Agustus 2017

Ahmad Baba dan Bersinarnya Peradaban di Timbuktu

Ahmad Baba dan Bersinarnya Peradaban di Timbuktu

10Berita,  JAKARTA -- Berabad silam, Mali pernah menjadi salah satu pusat peradaban Islam. Bahkan pada abad ke-15-16, negeri di Afrika ini pernah memiliki seorang cendekiawan Muslim yang sangat terkenal. Dialah Ahmad Baba al-Massufi.

Ahmad Baba lahir pada 26 Oktober 1556 atau bertepatan dengan 21 Dzulhijah 963 H. Ia lahir dan tumbuh di Kota Timbuktu, Mali, di tengah keluarga terhormat. Ayahnya adalah sarjana hukum yang berprofesi sebagai hakim. Keluarganya sangat memperhatikan pendidikan sehingga Ahmad Baba tumbuh menjadi sosok yang terpelajar.

Ketika gejolak politik terjadi di Mali pada 1594, orang tua Ahmad Baba pindah ke Maroko. Kepindahan ini rupanya membawa berkah tersendiri kepada Ahmad Baba. Sebab, di Maroko-lah ia mulai menorehkan prestasi gemilang yang di kemudian hari tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Islam.

Saat tinggal di Maroko, seperti dilansir laman onislam.net, Ahmad Baba mulai memperlihatkan pemikiran cemerlangnya dalam forum-forum dialog dan melalui tulisan-tulisan yang ia terbitkan. Pada akhir abad ke-15 itu, ia melontarkan kritik terhadap warga dan Pemerintah Maroko.

Kala itu, pemerintah hanya memberikan beasiswa studi Islam pada siswa dari sekolah yang menerapkan Risalah Abi Zady al-Qayrawani dan Mukthasar dari Khalil. Hal ini, menurut Ahmad Baba, merupakan pembatasan ilmu pengetahuan Islam di Maroko karena hanya berdasarkan mazhab dan pemikiran dari Imam Maliki. Padahal, di Maroko saat itu, potensi dan minat pemuda untuk belajar Islam sangat tinggi.

Kritik dari Ahmad Baba itu justru membuat dirinya diasingkan dari masyarakat. Ia dianggap menebarkan pengaruh buruk terhadap pendidikan di Maroko.

Namun, hal itu tak membuat pesona intelektualitas Ahmad Baba luruh. Melalui tulisan-tulisannya, ia mampu membuka mata para pemangku kebijakan di Maroko. Alhasil, dunia pendidikan, khususnya Islam, di negara itu berubah dan lebih terbuka untuk sekolah-sekolah Islam lainnya.

Waktu terus bergulir. Situasi politik di negaranya, Mali, berangsur membaik. Saat itulah, ia memutuskan pulang ke kota kelahirannya, Timbuktu. Di sini, ia giat mengembangkan ilmu-ilmu Islam kepada para pelajar Muslim.

Sumber : Republika

Related Posts:

  • Qutub Minar, Monumen Terbaik di Dunia Qutub Minar, Monumen Terbaik di Dunia 10Berita,  JAKARTA -- Qutub Minar dikelilingi oleh beberapa monumen historis nan signifikan, yang secara historis terhubung dengan menara dan merupakan bagian dari kompleks Qut… Read More
  • 3 Masjid Tertua di Filipina 3 Masjid Tertua di Filipina 10Berita,  JAKARTA -- Islam datang ke Filipina melalui jalur perdagangan. Masyarakat Arab pada akhir abad ke-13 dan awal abad ke-14 datang ke sana untuk berniaga. Ada juga pedagang melay… Read More
  • Dinasti-Dinasti Islam di India Dinasti-Dinasti Islam di India 10Berita,  JAKARTA -- Meski Islam agama minoritas di India, akan tetapi pengaruh Islam di negeri Hindustan ini sangat kuat. Hal itu terbukti dari banyak kerajaan Islam yang pernah ber… Read More
  • Ciri Khas Istana Dinasti-Dinasti Islam Ciri Khas Istana Dinasti-Dinasti Islam 10Berita, JAKARTA --  Istana identik dengan kemegahan, raja, kekuasaan, dan kerajaan. Umumnya Istana adalah sebuah bangunan besar atau mewah yang biasanya didiami oleh keluarga ker… Read More
  • 3 Bukti Kejayaan Kesultanan Cirebon 3 Bukti Kejayaan Kesultanan Cirebon 10Berita,  JAKARTA -- Kesultanan Cirebon yang eksis pada abad ke-15 dan 16 M ini merupakan salah satu pemerintahan Islam yang kuat di Jawa Barat. Awal mula berdirinya daerah Cire… Read More