ICMI: Umat Muslim Harus Gerakkan Perekonomian Nasional
10Berita, JAKARTA -- Ketua Umun Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie menyerukan umat Muslim di Indonesia untuk bersama-sama menggerakan sektor perekonomian nasional agar tidak jatuh ke orang lain. Dia menilai sektor perekonomian perlu menjadi perhatian yang serius di kalangan intelektual Muslim karena kesenjangan ekonomi saat ini makin melebar.
"Ini tanggung jawab intelektual kita, yaitu bagaimana infrastruktur umat ini menggerakan sektor ekonomi," kata dia dalam agenda Halal Bihalal ICMI di Jakarta, Jumat (11/8).
Jimly mengungkapkan, saat ini pengusaha Muslim sangat sedikit. Dari 100 pengusaha terkaya di Indonesia, hanya 10 orang dari kalangan Muslim. Karena itu, menurut dia, dunia perguruan tinggi, riset dan ilmu pengetahuan, tidak hanya harus menyatu dengan kesadaran iman dan taqwa, tapi juga dengan kesadaran ekonomi.
Jimly menambahkan, gerakan ekonomi umat saat ini perlu dipahami sebagai sunnah Rasul yang harus terus digelorakan. Bahkan, perlu ada dukungan agar di tiap masjid ada pengajian yang membahas soal pengembangan ekonomi nasional. "Karena tadi, 100 orang terkaya hanya 10 orang yang Muslim," ujar dia.
Selain itu, kata Jimly, ICMI juga mendorong agar ekonomi syariah bisa terbangun secara masif di kalangan masyarakat. Termasuk juga pengembangan Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) yang menjadi infrastruktur bagi perusahaan mikro dan Badan Usaha Milik Desa. "Jadi harus pada penguasaan ekonomi supaya tidak dikuasai oleh orang lain," kata dia.
Jimly juga memaparkan pandangannya soal kondisi bangsa Indonesia saat ini. Menurut dia, bangsa ini sedang terporosok ke dalam jurang kebebasan yang sangat dalam. Dengan keragaman cara pandang, sejarah dan etnis, maka kebebasan tersebut rawan jika tidak dikontrol.
"Yang menikmati kebebasan itu hanya elit. Kesenjangan 25 tahun terakhir melebar. Maka kita harus promosikan sila kelima itu yang dilupakan orang. Jadi ICMI mengusahakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata dia.
Sumber: Republika