Pesan dari Arafah
10Berita, JAKARTA -- Oleh: Sekretaris Amirul Haj Abdul Djamil
Dhuyufurahman, yang dimuliakan Allah SWT.
Marilah kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan takwa kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar hidup ini menjadi semakin berkualitas bagi diri dan masyarakat seiring dengan bertambahnya usia, seiring dengan perubahan yang selalu terjadi pada diri kita, dan seiring dengan dinamika keadaan yang melingkupi kita.
Konsep siklus hidup dalam Islam menghendaki kehidupan hari ini harus lebih baik dibanding dengan kemarin dan kehidupan esok harus lebih baik dibanding dengan hari ini. Apa yang terjadi di masa lalu hendaknya menjadi pelajaran untuk menghadapi hari esok. Allah berfirman:
Artinya: Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr: 18)
Dhuyufurahman, yang dimuliakan Allah SWT.
Hari ini kita berada pada puncak ibadah haji, yaitu wukuf di Padang Arafah, rukun haji yang tidak bisa ditinggalkan (alhajju ''arafah). Keniscayaan yang tidak dapat ditawar sehingga mereka yang sakitpun kita bawa ke sini lewat safari wukuf. Siapa yang melewatkan wukuf di Arafah maka tidak sah ibadah hajinya.
Ini memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam kehidupan sehari-hari ada hal hal yang mau tidak mau harus kita jalankan untuk kepentingan tertentu, suka tidak suka siapapun orangnya ia harus tunduk melaksanakan suatu kewajiban. Kehidupan kita sehari-hari selalu diwarnai dengan apa yang harus dilakukan, apa yang harus ditinggalkan, apa yang dianjurkan dan apa yang sebaiknya ditinggalkan agar hidup menjadi nyaman dalam interaksi dengan sesama manusia, selalu damai dan terhindar dari konflik yang merugikan.
Jika kewajiban sudah diabaikan, jika larangan sudah diterjang tanpa merasa bersalah dan jika anjuran untuk berbuat baik tak didengar lagi, maka keseimbangan tatanan masyarakat akan terganggu dan kita berada dalam goncangan yang merugikan masyarakat secara luas.
Di padang Arafah ini kita bersimpuh dengan pakaian ihram, selembar kain tak berjahit yang dililitkan ke tubuh kita, laksana mayat yang akan menghadap sang Khalik, tak membawa atribut, pangkat, dan kedudukan serta status sosial. Prinsip persamaan derajat dan kedudukan (al musawah) inilah yang tercermin dalam ibadah haji. Kita diajarkan untuk tidak mementingkan ego masing-masing dan sebaliknya peduli kepada urusan banyak orang. Kita bisa berbagi dengan sesama.
Menolong mereka yang lemah, menunjukan jalan bagi mereka yang tersesat, berbagi kesempatan di tengah segala sesuatu yang serba sempit dan terbatas. Kita dibiasakan untuk menahan diri dari dorongan syahwatiyah dalam rangka makin mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya.
Sumber: Ihram