OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 28 September 2017

Bendung PKI Sejak Dini, Cukuplah Apa Yang Menimpa Umat Islam dan Ulama NU Terdahulu Untuk Jadikan Pelajaran



Bendung PKI Sejak Dini, Cukuplah Apa Yang Menimpa Umat Islam dan Ulama NU Terdahulu Untuk Jadikan Pelajaran

10Berita - NU MAU LARI KEMANA ?
________
Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani

Sebagai bagian dari warga bangsa, saya cukup intens mengamati berbagai isu yang muncul di banyak media. Tujuannya, tidak lain tidak bukan, hanya untuk mawas diri, agar tidak terbawa arus penyesatan opini. Termasuk yang viral saat ini adalah tentang isu kebangkitan PKI.

Entah hoax atau fakta, yang jelas isu ini sudah sangat deras muncul di permukaan. Sebagai manusia yang berotak manusia, menanggapi isu PKI ini, saya lebih memilih pada "sedia payung sebelum hujan". Hanya orang-orang yang tidak punya polo saja yang meremehkan datangnya hujan di musim penghujan, padahal langit sudah mulai diselimuti mendung tebal.

Saya tidak mau kuwalahan ketika PKI suatu saat nanti benar-benar bangkit, karena tidak mempersiapkan diri untuk membendungnya. Cukuplah apa yang menimpa umat Islam, termasuk warga NU terdahulu kita jadikan pelajaran. Ulama-ulama nahdliyyin yang pada mulanya berkoalisi dengan orang-orang marxis pada akhirnya dibantai habis oleh komunis, disebabkan mereka belum siap menghadapinya. Baru setelah itu mereka sadar bahwa PKI tidak pantas dikasih tempat di negeri ini.

Perlu saya luruskan, merapatnya kiai-kiai NU kepada PKI dahulu bukan disebabkan mereka haus materi dan jabatan. Mereka tidak silau dengan semuanya itu. Jangankan mengajukan permohonan bantuan dana, dikasih pemerintah pun mereka menolak. Mereka bukan penjilat. Semuanya terjadi disebabkan kodrat manusiawi para kiai yang memang tak luput dari kesalahan dan kekeliruan.

Sebagaimana kita ketahui, kiai-kiai NU seringkali mengedepankan perasaannya ketika hendak menegakkan aturan. Mereka tidak mau ribut. Mereka aslinya mempermasalahkan ideologi PKI. Hanya saja, berhubung Soekarno, selaku presiden pada saat itu mengajaknya untuk berkoalisi dalam kabinet NASAKOM (nasionalis, agamis & komunis), tanpa perhitungan yang matang, maka diterimalah ajakan Soekarno itu. Prinsip mereka "bareng-bareng asal guyub".

Itulah masalah utamanya. Kiai-kiai NU pada saat itu lebih mengedepankan perasaannya daripada analisanya. Ibarat Polisi lalu lintas yang tidak mau menindak pengendara sepeda motor yang melanggar rambu-rambu lalu lintas, dikarenakan sang pengendara adalah temannya. Dia merasa tidak enak apabila harus menilangnya. Kiai-kiai NU hebat pemahaman agamanya, akan tetapi lemah analisa politiknya, disebabkan sering terbawa perasaan. Peristiwa pengkhianatan PKI adalah buktinya.

Alhamdulillah, ketika mereka tau akan kekejaman PKI merekapun akhirnya mau bersatu lagi dengan umat Islam lainnya guna menumpas PKI sampai ke akar-akarnya. Mereka sadar, mereka sudah salah langkah telah menjadikan PKI sebagai kawan koalisinya, hingga PKI bercokol pada institusi kekuasaan negara. Itulah perjuangan ulama-ulama yang mukhlis, yang berani menebus kesalahannya dengan perjuangan yang penuh air mata dan darah.

Saat ini pun, tokoh-tokoh NU di atas sana, cenderung meremehkan isu PKI. Bahkan, secara terang-terangan ada yang menampilkan dirinya sebagai sahabat setia orang-orang komunis. Entah apa dasarnya. Apa itu bentuk solidaritas mereka sebagai sesama manusia, atau ada faktor lainnya. Yang pasti, sampai saat ini saya memikirkan, jika suatu saat nanti gerakan PKI benar-benar "meletus", mereka akan berada dikubu mana ?.

Mungkinkah mereka melakukan langkah-langkah sebagaimana yang dilakukan ulama-ulama NU terdahulu, bersatu padu menggalang kekuatan dengan umat Islam lainnya guna menumpas PKI ?.. atau, justru mereka tetap berada pada kubu orang-orang PKI, bersama-sama mereka menyerang kaum muslimin sebagai saudaranya ?..

Allaahumma baa'idnaa mindzaalik !!!
Cirebon, 26 September 2017

Sumber: www.beritaislamterbaru.org