OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 30 September 2017

DOKTRINASI Film G30S/PKI

DOKTRINASI Film G30S/PKI


Doktrinasi Film G30S/PKI

Oleh: Herriy Cahyadi
(Alumni UI, S3 İstanbul Üniversitesi)

Berkali-kali saya menonton film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI, saya memang merasa terdoktrinasi. Tapi bukan untuk mencintai Orde Baru, sebab tak ada narasi atau akting yang implisit maupun eksplisit menuju ke sana, selain sosok Pak Harto yang memang dalam kenyataan sejarah beliau ada di peristiwa itu. Jika akhirnya saya harus mendukung tekanan beliau untuk turun dan bertanggung jawab (saat reformasi), bukan berarti menegasikan apapun peran beliau, bahkan sampai membenci. Jika ada yang seperti itu, itu masalah mereka. Tapi memaksa bahwa film ini sebagai propaganda Orba, ya mbok jangan lebay begitu.

Saya terdoktrin oleh film G30S/PKI untuk dua hal; mencintai dan membenci. Saya dipaksa untuk mencintai negara dan para pahlawan yang gugur pada momen pengkhianatan itu. Yang saya ingat adalah ratapan kesedihan diiringi lagu Gugur Bunga, membuat saya mencintai perjuangan para pahlawan. Entah mungkin gesekan biola lagu Gugur Bunga itu memang nampaknya mampu menyayat hati.

Lalu, saya pun dipaksa untuk membenci akan dua hal: 1) PKI, 2) Komunisme. Saya dipaksa untuk membenci sebab narasi dalam film memang demikian, ditambah materi dalam pelajaran sejarah yang diajarkan. Betapa kejamnya PKI dengan ideologi komunisnya. Belakangan, setelah saya belajar ideologi di dunia dan sejarah tumbuh-kembang mereka, saya menyukuri Indonesia saat ini tidak berhaluan komunis. Saya akhirnya secara sadar menolak ideologi tersebut dan tidak mau sejarah kelam mereka dilupakan begitu saja. Bagaimana mungkin kebebasan berideologi bisa tumbuh jika hak-hak dasar untuk berpikir saja dimatikan (seperti ajaran komunisme)?

Awalnya saya memang dipaksa untuk membenci. Tapi kemudian saya paham, kenapa saya didoktrin seperti itu. Saya pribadi tidak masalah jika ada yang berhaluan komunis untuk dirinya sendiri. Sama seperti ateis, gay, sinkretis, liberal, atau apapun namanya. Itu urusan pribadi. Tapi jika sudah masuk ke ruang publik, tunggu dulu. Ada banyak alasan mengapa paham-paham ini harus ditolak. Dan salah satunya adalah sejarah kelam yang menyelimuti bangsa ini di kala mereka sedang tinggi-tingginya.***

Sumber:  fb penulis, PI