Menteri Turki Peringatkan Gelombang Islamofobia di Eropa
10Berita, LONDON -- Menteri urusan Uni Eropa Turki, Omer Celik memperingatkan tentang Islamofobia. Ia menjelaskan gelombang baru antipati terhadap umat Islam di Eropa telah berubah menjadi gerakan anti-Islam dan permusuhan terhadap Islam.
Berbicara di sebuah acara yang diadakan di London, Celik mengatakan arus Islamofobia begitu mengkhawatirkan di Eropa. "Situasi ini menemukan refleksi dalam kebangkitan politik sayap kanan dan nasionalisme populis. Di satu sisi, ada puluhan ideologis baru di Eropa," ujar Celik seperti dilansirAnadolu, Kamis (14/9).
Menurutnya, Islamophobia, anti-Semitisme, xenophobia dan anti ideologi adalah realisasi yang berbeda dari mentalitas distorsi. Celik mengatakan nilai-nilai Eropa seperti demokrasi, hak asasi manusia, persamaan, kebebasan dan pluralisme telah menjadi sasaran pendekatan Islamofobia dan anti-Semit.
"Islamofobia menyulut politik kebencian yang bisa dilihat dalam rasisme dan terkadang kekerasan yang menargetkan migran, pengungsi dan Muslim," tambahnya.
Ia menerangkan, bahaya yang meningkat di Barat menunjukkan bahwa gerakan anti-Islam telah muncul sama seperti anti-Semitisme.Kedua gerakan tersebut sama-sama mengancam terlepas dari agama apa yang kita anut. Islamofobia juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Celik mengatakan serangan ISIS di Eropa memicu Islamofobia dan hal ini perlu dihentikan. Dia juga menggarisbawahi bahwa Turki menyadari tugasnya dalam perang melawan ekstremisme agama namun Eropa tidak memiliki keinginan untuk bekerja sama.
Menurutnya beberapa negara Eropa mengikuti Skebijakan diskriminatif dalam pendekatan mereka terhadap kelompok teroris. Mereka memuji perjuangan Turki melawan ISIS tapi mereka tidak menunjukkan dukungan yang sama dalam perjuangan melawan PKK.
Pertemuan ini juga sekalgus menjadi tempat pertemuan bagi para penulis, akademisi, jurnalis dan tokoh agama termasuk Sekretaris Jenderal Dewan Muslim Inggris Harun Khan dan Presiden Dewan Deputi Yahudi Inggris Jonathan Arkush.
Sumber: Republika