Muslim Rohingya: “Menakutkan, Desa Kami dibakar, Banyak Anak dan Orang Tua Jadi Korban”
Gambar Ilustrasi. Source: Google
10Berita: Abdullah, laki-laki berusia 25 tahun, tak kuasa menahan air mata. Ia adalah salah satu dari ribuan warga Muslim Rohingya yang harus menyelamatkan diri ke Bangladesh, menyusul pecahnya kekerasan di Rakhine, Myanmar, pekan lalu.
“Sangat menakutkan … rumah-rumah dibakar, orang-orang berlarian meninggalkan rumah mereka, anak dan orang tua terpisah, beberapa di antaranya hilang, yang lainnya tewas,” kata Abdullah, seperti dilansir dari BBC, Jumat, (1/9/2017).
Abdullah berasal dari Desa Mee Chaung Zay, di kawasan Buthidaung, di negara bagian Rakhine. Ia mengatakan empat dari enam kampung di desanya ‘dibakar oleh aparat keamanan, yang membuat warga menyelamatkan diri ke negara tetangga, Bangladesh’.
Bersama ribuan warga desa, Abdullah mengungsi ke kaki Pegunungan Mayu. Ia mengungsi bersama istri dan anak perempuannya yang baru berusia lima tahun. Ia membawa beras ketan, beberapa lembar plastik bekas dan botol-botol air yang kosong.
Inilah bekal berjalan kaki selama beberapa hari melewati pegunungan untuk menuju perbatasan Bangladesh. Jarak yang ia tempuh bersama warga Rohingya lain sekitar 20 kilometer.
“Saya masih menunggu kerabat lain. Begitu kami semua berkumpul, kami akan segera pergi (ke Bangladesh),” kata Abdullah.
Para pejabat PBB mengatakan hingga Rabu (30/08), jumlah warga Rohingya yang telah melewati perbatasan dan masuk ke Bangladesh lebih dari 18.000 orang, di antaranya adalah perempuan muda bernama Noor Begum.
“Jika kami kembali ke desa kami (di Rakhine), kami pasti akan dibunuh oleh tentara. Jangan paksa kami kembali ke sana,” kata Begum dengan berurai air mata kepada BBC di perbatasan Bangladesh-Myanmar.
“Lebih baik kami mati di sini, kami tak mau pulang,” katanya.
Gelombang pengungsian terbaru dipicu oleh serangan mematikan terhadap pos-pos keamanan di Rakhine oleh milisi Rohingya yang dibalas dengan operasi keamanan oleh militer Myanmar.
‘Trauma yang mendalam’
Wartawan AFP yang mengunjungi desa-desa yang dilanda konflik mengatakan asap rumah-rumah yang dibakar terlihat membumbung ke angkasa. Ia mengatakan kekerasan yang tak menunjukkan tanda-tanda mereda.
Setidaknya 110 orang tewas, 11 di antaranya pejabat negara bagian, sementara ribuan warga sipil mengungsi ke Bangladesh.
Organisasi Migrasi Internasional (IOM) mencatat jumlah warga Rohingya yang mengungsi mencapai sedikitnya 18.445 orang.
“Kondisi mereka mengenaskan. Mereka sangat membutuhkan makanan, layanan kesehatan, dan tempat penampungan,” kata Sanjukta Sahany, pejabat IOM di Cox’s Bazar, di perbatasan Bangladesh-Myanmar.
Ia mengatakan banyak warga Rohingya ini ‘yang mengalami luka, baik akibat tembakan senjata api maupun karena luka bakar’.
Di Myanmar, warga Rohingya tidak diakui, tak diberi status warga negara, dan dianggap sebagai imigran gelap, meski mereka mengklaim bahwa akar budaya mereka sudah ada di Myanmar sejak berabad-abad silam.
Kekerasan dalam beberapa hari ini menandai eskalasi dramatis sejak Oktober lalu ketika milisi Rohingya melakukan serangan dengan skala yang lebih kecil.
Ketika itu serangan ini juga dibalas dengan operasi militer, yang dikatakan PBB sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sumber : BBC, Moslemtoday.com