90 NGO Minta Myanmar Diskors dari Keanggotaan ASEAN
10Berita–Sebanyak 90 organisasi non-pemerintah (LSM) dari berbagai negara hari Selasa, 3 Oktober 2017 mendesak negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) segera melakukan tindakan terhadap Myanmar atas masalah Rohingya. Termasuk menjatuhkan sanksi ekonomi ke negara tersebut.
LSM juga mendesak semua negara anggota ASEAN untuk meninjau kembali hubungan diplomatik dengan Myanmar yang dinilai terus melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Muslim Rohingya.
Ketua ketua pertemuan tersebut, Mohd Azmi Abdul Hamid, yang juga Presiden Dewan Konsultasi Organisasi Islam Malaysia (MAPIM), mengatakan isu Rohingya memerlukan sebuah solusi politis dengan menekan Myanmar untuk mematuhi hukum internasional.
“Jika Myanmar tidak mematuhi hukum internasional, kami merekomendasikan agar ASEAN mengambil tindakan untuk menangguhkan keanggotaannya dalam organisasi tersebut,” katanya dikutip Bernama pasca pertemuan tersebut.
“ASEAN harus tegas terhadap pemerintah Myanmar dan militer Myanmar, karena ASEAN adalah kelompok nasional terdekat.
“Jika situasinya tidak berubah, kami juga meminta kepala negara ASEAN untuk meninjau kembali hubungan diplomatik dengan Myanmar.
Sebagaimana diketahui, saat ini ada 10 Negara keanggotaan ASEAN, meliputi; Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja.
“Setiap hubungan bisa dikembalikan seperti biasa, setelah Myanmar membuktikan bahwa situasinya membaik,” kata Mohd Azmi dalam sebuah konferensi pers bertema ‘Rapat Strategis Rohingya’ di Malaysia, Selasa.
Pertemuan dua hari, yang diselenggarakan oleh MAPIM, Malaysian Youth Council (MBM) dan Youth Centre Internasional (IYC), melibatkan 90 organisasi non-pemerintah (LSM) dari dalam dan luar negeri.
“Sebagai hasil dari pertemuan ini, kami akan membentuk komite reguler yang akan menerapkan rencana strategis di enam bidang aksi.
“Ini mencakup kampanye media dan dokumentasi, mobilisasi massa, advokasi publik, lobi badan dunia, bantuan kemanusiaan dan lobi untuk organisasi internasional,” kata Mohd Azmi.
Sementara itu, komite tetap mendesak penarikan Hadiah Nobel Perdamaian dari pemimpin Myanmar, Aun San Suu Kyi yang diam melihat kekejaman di Rohingya.
“Kami juga menekankan, Aun Sang Suu Kyi juga telah menjadi alat untuk militer, dan yang harus dicatat adalah militer Myanmar karena tanpa Aun Sang Suu Kyi, militer Myanmar telah melakukan genosida sejak tahun 1978.
Baca: Amnesti Internasional: Aung San Suu Kyi Membenamkan Wajahnya dalam Pasir
“Kami membuat keputusan, fokus pada militer harus dilakukan, dan kami telah menamai para komandan militer Myanmar ini yang harus diseret ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC),” katanya.
Sebelumnya, pemerintah Myanmar dinyatakan bersalah melakukan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan melawan etnis Muslim Rohingya di negara tersebut.
Pengadilan Sipil Permanen (PPT) melawan Myanmar juga menemukan Pemerintah Myanmar juga bermaksud melakukan genosida terhadap kelompok minoritas etnis dan minoritas Kachin di negara itu.*
Sumber: Hidayatullah