Soal Kasus Setya Novanto, Ini Sorotan Komnas HAM atas Hakim Cepi dan KPK
bilal tadzkir/hidayatullah.com
Ketua DPR RI yang juga politisi Golkar, Setya Novanto, di Jakarta.
10Berita– Keputusan hakim tunggal Cepi Iskandar untuk mengabulkan gugatan Ketua DPR Setya Novanto (SN) atas status tersangkanya pada kasus korupsi e-KTP menuai reaksi publik dan memantik pro kontra.
Diketahui, hakim tunggal Cepi Iskandar menyatakan, penetapan tersangka Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah. Putusan itu dibacakan pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/09/2017).
Bagi yang pro, kata Komisioner Komnas HAM RI, Maneger Nasution, keputusan hakim Cepi Iskandar itu memberi kepastian hukum atas Setya Novanto.
Keputusan itu katanya juga seakan membenarkan bahwa KPK hari ini ceroboh, tebang pilih, dan bekerja sesuai pesanan. Intinya KPK hari ini katanya kurang profesional. Karenanya KPK harus dievaluasi. Pandangan semacam ini umumnya dianut oleh pendukung Pansus Angket KPK DPR RI.
Sedangkan bagi yang kontra berpandangan bahwa, keputusan hakim Cepi Iskandar itu melukai keadilan publik, menurutnya.
Putusan praperadilan ini juga dikhawatirkan akan ‘dipakai’ Pansus Angket KPK untuk mengeluarkan rekomendasi yang bukan saja dinilai kontra-produktif dengan upaya pemberantasan korupsi, tapi juga melemahkan KPK. Pandangan semacam ini diyakini oleh masyarakat sipil anti korupsi.
Untuk itu, Komnas HAM berpandangan, pertama, bahwa dalam perspektif hukum dan HAM, adalah hak konstitusional Setya Novanto melakukan upaya hukum untuk mendapatkan kepastian hukum melalui mekanisme hukum yang tersedia, termasuk melalui praperadilan.
Kedua, bahwa Komisi Yudisial (KY) sejatinya menindaklanjuti laporan-laporan yang sudah masuk terkait dengan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim tunggal Cepi Iskandar dalam proses sidang praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto.
“Kehadiran KY mendesak, di samping untuk memastikan kebenaran adanya dugaan kuat pelanggaran etika yang dilakukan hakim tunggal Cepi Iskandar. Juga untuk memastikan bahwa publik memperoleh informasi yang benar tentang kasus ini. Informasi itu dibutuhkan, sehingga diharapkan perasaan keadilan publik tidak semakin terlukai,” ujar Maneger di Jakarta, Sabtu (30/09/2017) dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com.
Ketiga, tambahnya, bahwa Mahkamah Agung (MA) patut mempertimbangkan mengambil inisiatif hukum, misalnya dengan melakukan eksaminasi putusan praperadilan yang dikeluarkan oleh hakim tunggal Cepi Iskandar, dan mengambil langkah tegas manakala ditemukan dugaan kejanggalan dan penyelewengan hukum yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
“Keempat, bahwa KPK perlu mempertimbangkan kembali menetapkan SN sebagai tersangka dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru.
Selain itu, manakala SN sudah kembali ditetapkan sebagai tersangka, KPK harus bergerak lebih cepat dengan melakukan penahanan dan pelimpahan perkara ke persidangan, manakala sudah ada bukti-bukti yang cukup,” ujarnya.
Terakhir, Komnas HAM kata Maneger, berpandangan, KPK harus dengan rendah hati melakukan evaluasi terhadap tata kelola dan manajemen penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di lingkungan KPK.
“Perbaikan ini diharapkan mampu mengeliminir kelemahan-kelemahan sehingga peristiwa seperti kasus SN ini tidak terulang kembali,” pungkasnya.*
Rep: SKR
Editor: Muhammad Abdus Syakur
Sumber : Hidayatullah