Waspada, Jangan Sepelekan Sakit Maag karena bisa Menimbulkan Kematian
Ilustrasi sakit maag. Getty Images/iStockphoto
10Berita - Setelah lama tak terlihat di layar kaca, Ryan Thamrin, pembawa acara Dr OZ tiba-tiba jadi pemberitaan. Ia meninggal dunia pada Jumat (4/8/2017) di Pekanbaru, Riau. Warganet sempat dibuat pilu dengan beredarnya foto sang dokter sebelum meninggal. Dalam foto tersebut, Ryan tampak kurus, berbeda jauh dari kondisi fisiknya saat masih memandu acara.
Ryan Thamrin dikabarkan menderita maag akut selama setahun terakhir. Sebuah penyakit atau kondisi maag sudah tak asing di telinga orang Indonesia. Gastritis, atau biasa dikenal dengan sakit maag seringkali disepelekan dan tak ditangani dengan serius. Bahkan beberapa pasien kemudian datang dengan kondisi yang bertambah parah akibat tak mendapat pengobatan dengan baik.
Di seluruh dunia, kejadian gastritis menimpa sebanyak 1,8-2,1 juta orang setiap tahun. Menurut WHO (2007) banyak negara-negara di dunia mendapatkan persentase angka kejadian gastritis yang besar. Inggris misalnya, sebanyak 22 persen masyarakatnya menderita penyakit ini, sementara itu di China memiliki tingkat kejadian sebanyak 31 persen, Jepang 14,5 persen, Kanada 35 persen, dan Perancis 29,5 persen. Di Indonesia, gastritis diderita kurang lebih 40,8 persen masyarakat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, kejadian gastritis di beberapa kota Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi. Di Kota Medan misalnya, angka kejadian gastritis mencapai 91,6 persen, disusul Jakarta 50 persen, Denpasar 46 persen, Bandung 35,3 persen, Palembang 32,5 persen, Aceh 31,7 persen, Surabaya 31,2 persen, dan 31,2 persen di Pontianak.
Dalam hitungan per 100 ribu orang, gastritis dan duodenitis di Indonesia memengaruhi kematian 4 dari 12 orang. Penyakit ini juga memengaruhi kesehatan masyarakat sebanyak 41 persen. Pada 2013, kematian akibat penyakit ini yang menyasar perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Pada hitungan per 100 ribu wanita terdapat 15,3 kematian, sedang untuk pria memakan korban sebanyak 12 per 100 ribu laki-laki.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Ari Fahrial Syam dari RSI Jakarta, membenarkan tingginya tingkat kejadian penyakit gastritis di Indonesia. Menurut penelitiannya angka kejadian gastritis di DKI Jakarta saja mencapai 40 persen. Sayangnya, meski angka kejadiannya tinggi, tapi gastritis seringkali dianggap penyakit yang tidak berbahaya. Padahal, penyakit ini dapat menginfeksi dan membuat luka tak hanya di lambung, tetapi juga kerongkongan, usus 12 jari, empedu, atau pankreas.
“Bisa juga berkembang menjadi kanker perut karena infeksi bakteri helicobacter pylori. Di Indonesia kasus ini prevalensinya sekitar 20 persen, satu dari lima orang yang terkena maag, terinfeksi bakteri ini,” katanya kepada Tirto.
Ia menganjurkan kepada pasien terindikasi gastritis untuk tidak menyepelekan. Jika gejala seperti nyeri di ulu hati, perut terasa kenyang, dan mual, pasien bisa mengonsumsi antasida yang dijual di pasaran. Namun, jika sakit berlanjut hingga 2-3 hari maka perlu untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
“Ini banyak orang yang meninggal karena sakit di dada sebelah kiri, bilangnya angin duduk, ya karena itu,” kata Ari.
Tingkat Pengetahuan Masyarakat
Melihat penderita penyakit gastritis di seluruh dunia tidaklah sedikit, dan dampak yang ditimbulkan fatal. Maka perlu untuk mulai tidak mengacuhkan gejala penyakit ini agar pasien mudah untuk segera ditangani. Penanganannya, tentu terlebih dulu melihat tingkat parahnya penyakit, tingkatan gastritis diklasifikasikan menjadi dua, yakni akut dan kronis.
Gastritis akut merupakan respons terhadap lambung melawan berbagai iritan lokal. Gejalanya bervariasi, mulai dari keluhan perut seperti anoreksia atau mual, hingga gejala yang lebih parah, yakni nyeri epigastrik, muntah, pendarahan dan hemetemesis. Namun, gastritis jenis ini bersifat jinak dan dapat sembuh dengan sendirinya, diagnosis gastritis akut akan mereda saat agen penyebabnya dieliminasi. Lazimnya, terdapat zat iritan lokal yang dapat memicu gastritis akut, seperti alkohol, kafein, aspirin, makanan pedas termasuk cuka, lada, atau mustard.
Tipe selanjutnya adalah gastritis kronis, dimana penderita mengalami gastritis terus menerus dalam jangka waktu panjang. Di tingkat ini, gastritis erat kaitannya dengan infeksi helicobartes phylori, ditandai oleh atrofi progresif dari sel epitel glandular disertai dengan hilangnya pametal dan sel kepala. Akibatnya, produksi asam klorida, pepsin dan faktor intrinsik menurun. Sehingga dinding perut menjadi tipis dan mukosa memiliki permukaan yang rata. Jika sudah kronis, maka gastritis bisa memicu penyakit lain, yakni kanker perut.
Namun, gastritis dapat dicegah dengan memberikan pengetahuan cukup kepada masyarakat. Sebab, masyarakat dengan pengetahuan dan pendidikan yang baik memiliki risiko lebih kecil terkena gastritis dibandingkan masyarakat dengan pengetahuan dan pendidikan rendah. Hasil penelitian oleh Drs. Oktoruddin Harun, SKM dkk yang diterbitkan dalam jurnal tahun 2017 ini menyatakan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan pendidikan dengan angka kejadian gastritis.
Peneliti mengamati 120 pasien dari Puskesmas Sindangbarang, Cianjur. Hasilnya menyatakan, semakin tinggi pengetahuan pasien terhadap penyakit ini, maka semakin rendah kemungkinan terpapar gastritis. Pada responden dengan kategori kurang informasi mengenai gastritis, sebanyak 11 orang atau 24,4 pernah tidak pernah mengeluhkan gejala gastritis, selebihnya, sebanyak 34 orang atau 75,6 persen mengaku memiliki riwayat gastritis.
Pada klasifikasi responden dengan pengetahuan cukup, prevalensi yang tidak terkena gastritis lebih banyak, yakni 21 orang atau sekitar 37,5 persen, sisanya sebanyak 35 orang atau 62,5 persen memiliki riwayat gastritis. Terakhir, pada responden dengan pengetahuan baik, memiliki persentase pasien tidak terkena gastritis lebih besar, yakni 63,2 persen atau sebanyak 12 orang, dan hanya 7 orang atau 36,8 persen yang memiliki riwayat penyakit ini. Kecenderungan yang sama terlihat pada analisis hubungan antara tingkat pendidikan pasien dengan kejadian gastritis.
Melihat hasil studi tersebut, perlu bagi pemerintah dan para tenaga medis untuk menyebarkan informasi dan pengetahuan mengenai penyakit gastritis. Sebab, meski terlihat sepele, gastritis dapat berkembang menjadi penyakit lain yang lebih kronis dan mematikan. (tirto)
Sumber :[www.beritaislamterbaru.org]