OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 28 November 2017

Anakku Partnerku, Bukan Penghalangku

Anakku Partnerku, Bukan Penghalangku



Oleh:

Yuyun Rumiwati, praktisi pendidikan anak

SI KECIL menyapa saya, "Mi, Nanti kan Minggu sore biasanya ummi pengajian ya? Adik boleh ikut  ngaji atau di rumah?" Apa yang terbayang di benak kita ketika mendengar pertanyaan dari si buah hati kita? Subhanalloh..anak-anak sudah tahu kebiasaan kita dan mereka pun bisa menjadi partner kita.

Sebagaimana anak-anak juga akan bertanya, "ma besok kan hari minggu mama dan papa libur, kita jalan-jalan kemana?". Itulah kehebatan anak-anak yang langsung peka karena kebiasaan. Lalu bagaimana agar anak kita pun terbiasa dengan majelis ta'lim sebagai acara yang mengasyikkan seperti jalan-jalan dan mainan? 

Mungkin sebagian dari kita terutama ibu-ibu muda masih menjadikan anak sebagai alasan dan penghalang datang k pengajian. Takut rewel, ganggu dan tidak bisa konsentrasi dsb. Akhirnya niat baik menuntut ilmu pun terabaikan. Tak heran jika majelis taklim mingguan di kampung-kampung pun dipenuhi nenek-nenek atau ibu usia 45 tahun ke atas. 


Benarkah anak penghalang? Mungkinkah Allah berikan dua kewajiban yang bertolak belakang? Tentu tidak, ketidakfahaman kita yang kadang memperkuat amsumsi kita. Kenyataannya banyak juga ibu-ibu muda dengan anak 2-3 lebih bisa istiqomah mengkaji Islam tanpa beban. 

Tinggal niat dan ikhtiar kita bagaimana mengkondisikan anak. Secara fitrah anak punya potensi diajak dalam kebaikan. Mereka pun punya naluri beragama yang bisa kita asah dan biasakan untuk mencintai majelis ilmu sejak dini. Tentu dengan persiapan-persiapan. 

Persiapkan mulai dari pengkondisian niat dan komitmen bersama dengan anak. Walau anak masih balita bahkan bayi pun. Kita ajak mereka bicara dengan bahasa ibu, "nak, nanti kita hadir di majelis ta'lim ya nak, majelis taman surga, majelis yang dipenuhi ribuan malaikat, adik nanti tenang ya, semoga kita dapat keberkahan ilmu di sana". Sambil kita usap keningnya dengan lantunan doa disertai keyakinan akan pertolongan Alloh. Anak pun bisa mendengar harapan kita. 

Selanjutnya adalah mempersiapan kebutuhan anak. Mulai dari makan, minum atau sarana pendukung lainnya sesuai kebutuhan usia anak. Kita usahakan anak kita sudah dalam kondisi kenyang. Sambil bisa kita siapkan makanan sekadar untuk jaga-jaga.

Jika anak kita usia bermain. Kita usahakan dan dibiasakan tidak membawa mainan yang bisa mengganggu majelis atau konsentrasi mereka untuk ikut mendengarkan. Bisa buku tulis dan krayon untuk melatih motorik halus. Ini untuk forum pengajian kecil. 

Jika forum pengajian besar yang butuh agak tenang dari anak seusia bermain. Forum Kita bisa bekerja sama dengan tim panitia pengajian. Biasanya ada tim kids corner. Atau kita bisa bekerja sama dengan suami kita atau anak kita yang sudah bisa jaga adiknya atau orang lain yang bisa kita percaya untuk menjaga sementara ketika di forum. 

Ibu-ibu, yang pasti ngaji itu mengasyikkan jika kita menikmati. Setiap ujian itu ada jalan keluar jika kita yakin dengan pertolongan illahi. Kemudahan itu akan selalu ada jika ada niat, azzam (komitmen kuat) dan ikhtiyar maksimal yang menyertai.

So, sejak sekarang kita bulatkan tekad dan niat. Tak ada kata terlambat. Kita tancapkan bahwa ngaji itu asyik. Anak partner kita bulan beban dan penghalang kita.

Kita datangi dan bersilaturohmi ke ibu-ibu hebat untuk berbagi mencari pengalaman mendidik anak agar cinta majelis ilmu. Tentu diawali dari kita para ibunya yang cinta majelis ilmu. 

Pada akhirnya tidak ada dalih dan alasan bagi kita untuk lari dari kewajiban dan tidak mengkaji Islam. Waktu remaja kita alasan banyak tugas, waktu mahasiswa pun demikian, waktu sudah menikah dan menjadi ibu sulit dengan anak dan kesibukan kerja. Ketika tua sibuk dengan cucu. Lalu kapan kita sempatkan menghiasi diri kita dengan ilmu?! Ingatlah nasib peradaban ke depan ditentukan bagaimana kita para ibu. Semoga Allah memudahkan kita semua.*

Sumber:  Voa-islam.com