Hamid Fahmi: “Penggunaan Istilah ‘Moderat, ‘Radikal’ dan ‘Toleran’ Sarat Kepentingan Barat”
10Berita – Kasus penistaan agama yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melahirkan aksi massa yang berujung gerakan Aksi Bela Qur’an 411 (4 November 2016) dan Aksi 212 (02 Desember 2016).
Pasca aksi yang kabarnya mampu menyatukan lebih dari dua juta umat Islam tanpa adanya kerusakan, istilah-istilah ‘intoleran’, ‘radikal’, dan ‘moderat’ makin sering digunakan kelompok-kelompok tertentu untuk memberi stigma kepada kelompok Islam. Belakangan, istilah ‘anti Pancasila’ ‘anti Bhinneka’ juga digunakan kelompok anti gerakan-gerakan Islam melakukan stigma-stigma buruk.
Redaksi mewawancarai Dr Hamid Fahmy Zarkasyi MA, cendekiawan yang intens memberi kajian Islamic worldview dalam berbagai seminar pemikiran baik di dalam negeri maupun luar negeri, baru-baru ini.
Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2005 Direktur Center for Islamic and Occidental Studies (CIOS) yang serius mengkaji masalah-masalah ini.
Salah satu hasilnya, buku pemikiran berjudul ‘Misykat: Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi’ (Penerbit: INSISTS).
“Istilah moderat ini sudah dibajak orang kemana-mana. Sebagian orang mendefinisikan dengan sesuka hatinya makna moderat itu,” ujar master bidang filsafat di University of Birmingham United Kingdom (1998) dan PhD bidang pemikiran Islam di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) IIUM Malaysia (2006) ini.
Baca: Menolak LGBT Dianggap ‘Intoleran’, Sama Halnya Menuduh Al-Qur’an ‘Intoleran’
Apa maksudnya? Baca lebih lengkap wawancara berikut ini.
Beberapa pihak menggunakan definisi intoleran dan radikal, dengan ciri anti LGBT bahkan anti Ahok, bagaimana pendapat Anda?
Pertama, kriteria radikal dan ekstremis itu sangat sepihak. Dan itu juga terjadi dengan istilah moderat. Saya ikut mengkaji sejak tahun 2005 itu istilah moderat ini sudah dibajak orang kemana-mana. Sebagian orang mendefinisikan dengan sesuka hatinya makna moderat itu. Dan sudah tentu ini hasil dari definisi moderat itu pasti akan memunculkan makna radikal.
Seolah kalau tidak moderat dia pasti menjadi radikal. Nah, di antara ciri dari orang moderat (menurut orang-orang umumnya tidak suka dengan Islam itu), adalah, pertama, orang yang apabila agamanya dihina, dia tidak boleh marah. Kedua, orang taat menjalankan syariat (Islam, red) itu dianggap tidak moderat, karena syariat itu sendiri dianggap mengajarkan kekerasan. Dan banyak lagi definisi itu.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa orang yang menganggap orang lain kafir itu tidak moderat. Nah, gejala ini tentu harus kita respons dengan definisi juga. Jadi definisi yang selama ini dipakai LSM dan kelompok-kelompok HAM ini adalah definisi yang sangat tidak akademis dan tidak bertanggung jawab. Itu sangat sepihak.
Kalau kita ingin membuat definisi kita dengan standar kita, tentu definisi dia itu adalah definisi radikal. Jadi ada orang yang mendefinisikan makna moderat itu secara radikal, dan ada orang yang mendefinisikan radikal itu secara radikal juga.
Artinya?
Jadi, bagaimana orang harus bertoleransi terhadap sesuatu yang oleh agamanya dilarang; Islam diminta toleransi jika saudaranya melakukan perzinaan, misalnya. Ini jelas suatu yang tidak bisa diterima oleh HAM sekalipun. Ndak bisa diterima. Itu bertentangan dengan juga hak masing-masing orang, kan.
Haknya (umat Islam) adalah tidak setuju dengan perbuatan yang ada di dalam domain agamanya, karena perzinaan dalam Islam itu haram. Kalau saya mengharamkan perzinaan kemudian orang lain menghalalkan, dan saya dianggap radikal, itu salah menurut HAM.
Nah ini, makanya perlu menggunakan akal sehatlah. Oorang mengatakan radikal dan ndak radikal ujungnya dia bisa kebablasan. Misalnya, yang disebut radikal adalah yang tidak toleran terhadap Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT), ini definisi yang sangat-sangat Western sekali, sangat Barat sekali.
Saya pernah bertemu orang Barat dan bertanya dengan nada heran. “Katanya di Indonesia orang LGBT enggak diterima ya?” Saya jawab, “Di negara Islam manapun, LGBT tidak diterima.”
Nah, definisi yang seperti ini perlu kita sesuaikan dengan Pancasila. Pancasila ini, kan, asasnya adalah Ketuhanan. Orang yang paling dekat pada Tuhan di Indonesia ini justru yang Pancasilais. Di sini kita sebenarnya tidak bisa mentolerir orang-orang yang jauh dari Tuhan. Dan tidak ada hak orang yang tidak ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dan tidak menjalankan kepercayaannya itu dalam kehidupan sehari-hari untuk hidup di Indonesia [penuh penegasan, red].
Ini interpretasi paling logis terhadap ideologi Pancasila. Sama misalnya, orang yang anti komunis dianggap tidak toleran. Padahal jika kita toleran terhadap komunisme, berarti kita tidak Pancasilais. Jadi sangat logis sekali itu.
Singkatnya, definisi radikal, intoleran, moderat itu sarat masalah ya?
Sarat masalah dan sangat bermasalah. Dari perspektif Islam sangat bermasalah, dari perspektif HAM juga bermasalah, dari perspektif Pancasila apalagi, bermasalah.
Apakah ada kesamaan pendapat terkait definisi dalam istilah-istilah itu di selusuh dunia?
Ya kesamaan tadi, kesamaannya dengan orang-orang Barat yang islamphobia, banyak itu. Saya bisa menyebutkan siapa orangnya di Barat yang memahami moderat dalam pengertian yang sangat radikal itu.
Menurut Anda, apakah penggunaan istilah-istilah yang dibahas tadi ada kepentingan pendonor (asing)?
Saya rasa memang ada karena bunyinya. Maknanya sih sama dengan apa yang diucapkan oleh orang-orang di Barat. Saya curiga bahwa itu sejalan dengan orang di luar Indonesia dan di luar Islam, bisa jadi dia jadi ke sana. Saya tidak bisa melacak. Yang pasti, itu ada kepentingan asingnya.
Baca juga: MUI: Tidak Ada Kata Toleransi pada LGBT dan Aliran Sesat
Jika ciri radikal dan intoleran itu sebagaimana digambarkan kelompok-kelompok anti Islam itu, berarti isi kandungan al-Qur’an itu intoleran?
Oh iya, itu indikasinya luas sekali. Pertama kali ajaran Islam itu sendiri ‘tidak toleran’. Misalnya, kita melarang orang Muslimah menikah dengan non-Muslim. Itu Qur’an itu. Dan itu ndak bisa ditawar. Tapi kemudian orang-orang ini mengatakan, ‘ah itu ndak ada masalah’, lho, berarti dia tidak toleran terhadap Islam.
Tidak ada dalam Islam yang namanya pria menikah dengan pria atau perempuan dengan perempuan. Bahkan dalam Islam itu dikutuk, dan dilaknat oleh Allah. Kita dilarang itu. Artinya Islam tidak toleran dengan hal itu. Tapi yang begini ini dianggap radikal dan intoleran. Jelas, lagi-lagi, mereka memusuhi Islam.
Artinya mereka secara tidak langsung menganggap isi al-Qur’an intoleran gitu ya?
Ya betul! Mereka ini secara definitif menurut saya adalah orang-orang yang sebenarnya anti Islam. Jadi tidak suka dengan ajaran Islam. Nah, kalau Islam ini dibenturkan dengan HAM, hal ini akan membenturkan sebuah peradaban yang besar. Dan itu tidak produktif, sama halnya, mereka sedang mencari gara-gara.
Kalau kita mau berbicara seperti begitu, banyak sekali peradaban sikap, konsep, dan perilaku masyarakat modern ini yang bertentangan dengan Islam.
Dalam pengertian Islam, mereka itu melanggar kemanusiaan secara radikal. Ini kemanusiaan lho, kita tidak bicara Islam. Sebab Islam itu agama yang paling manusiawi.* SKR, CHA
Sumber : Hidayatullah