OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 14 November 2017

Mirip Tongkrongan Warkop, KTT ASEAN Hindari Kata Rohingya Dalam Pernyataan Bersama

Mirip Tongkrongan Warkop, KTT ASEAN Hindari Kata Rohingya Dalam Pernyataan Bersama


Kata ‘Rohingya’ tidak tercantum dalam rancangan pernyataan bersama yang bakal disepakati para pemimpin dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (KTT ASEAN) di Manila, Filipina, Selasa (14/11).

Menurut kabar yang dilansir Reuters, draf pernyataan resmi yang dihasilkan KTT ASEAN, tidak menyinggung krisis gelombang eksodus ratusan ribu pengungsi Rohingya yang terjadi sejak bentrokan antara kelompok bersenjata dan militer Myanmar di Rakhine pada akhir Agustus lalu.

Dokumen yang rencananya akan dirilis setelah gelaran KTT ASEAN ke-31 itu hanya akan membahas pentingnya bantuan kemanusiaan bagi “komunitas terdampak konflik” di Rakhine Utara. Namun, komunike bersama itu tak menjelaskan secara detail situasi di pusat konflik yang telah menewaskan sedikitnya 1.000 Muslim Rohingya.

“Rancangan itu tidak menyebut detail situasi di Rakhine Utara atau menggunakan istilah Rohingya bagi minoritas Muslim yang mengalami persekusi, sesuai permintaan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi kepada para pemimpin agar dihindari,” tulis Reuters, Senin (13/11).

Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, pun tak menyinggung krisis yang tengah menimpa negaranya itu dalam pidato kedatangannya dalam rangka menghadiri KTT ASEAN di Manila kemarin.

Sementara itu, Robert Romulo, mantan Menteri Luar Negeri Filipina, memprediksi bahwa isu Rohingya tidak akan didiskusikan secara khusus dalam KTT ASEAN yang sedang berlangsung saat ini.

“Mereka memperlakukan dengan sangat hormat pemenang hadiah Nobel Perdamaian seperti Aung San Suu Kyi,” kilah Romulo.

Paragraf pertama komunike itu berisikan urgensi penyaluran bantuan kemanusiaan bagi korban bencana alam di Vietnam yang baru-baru ini dilanda banjir bandang hingga mamakan belasan korban jiwa.

Selain itu, draf dokumen yang didapat Reuters itu juga menyinggung pentingnya pemberian bantuan bagi pemulihan kota Marawi, Filipina, yang belakangan berhasil lepas dari cengkraman pemberontak yang berbaiat kepada ISIS.

Sedikitnya 610 ribu Rohingya terpaksa mengungsi ke perbatasan, terutama Bangladesh, sejak krisis memburuk di Rakhine dalam 10 pekan terakhir. Situasi ini memicu desakan dunia internasional yang menutut gelar Nobel Perdamaian yang didapat Suu Kyi, dilucuti karena ikut serta dalam pembantaian keji tersebut.

September lalu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres bahkan menganggap situasi di Rakhine sebagai contoh upaya pembersihan etnis.

Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim hanya bisa menyuarakan keprihatinannya terkait genosida massal di Rakhine State. Berbeda dengan sikap Negeri Jiran, Malaysia, yang berani lebih tegas terkait Myanmar.

Namun, sesuai dengan prinsip non-intervesi ASEAN, negara di kawasan tidak bisa banyak berbuat banyak membantu penyelesaian konflik selain mendorong dan mendesak Myanmar, serta menyalurkan bantuan bagi pengungsi Rohingya.[] 

Sumber : eramuslim.com