OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 11 November 2017

Orang Yang Mendapat Pahala Jihad Walau Tidak Berjihad

Orang Yang Mendapat Pahala Jihad Walau Tidak Berjihad


10Berita -Datanglah ‘Abdullah bin Ummi Makhtum kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau hendak mengadukan keadaan dirinya terkait turunnya surat an-Nisa’ [4] ayat 95“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya.”

“Ya Rasulullah,” tutur sahabat yang juga menjadi salah satu muadzin Rasulullah itu, “seandainya aku mampu berjihad, tentulah aku akan berjihad.” Padahal, beliau tidak bisa melihat.

Tak lama kemudian, Allah Ta’ala pun menurunkan kelanjutan ayat ini dengan berfirman, “Yang tidak memiliki udzur.” Yang termasuk udzur sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya adalah buta, pincang, dan sakit.

Kepada mereka ini, Allah Ta’ala berikan keutamaan sebagaimana yang turut serta dalam jihad fi sabilillah. Sebab, kondisi fisik yang cacat itu bukanlah keinginannya. Sedangkan di dalam hati mereka terdapat keinginan yang amat besar untuk terjun ke medan jihad.

“Sesugguhnya,” Nabi mengatakan sebagaimana diriwayatkan Imam al-Bukhari, “di Madinah terdapat kaum yang tidak menempuh perjalanan, dan tidak melintasi suatu lembah. Tetapi, mereka bersama kalian.”

Tanya para sahabat, “Padahal mereka di Madinah, ya Rasulullah?” Jawab Nabi, “Ya, mereka terhalang udzur.”

Demikianlah kekuatan niat dan kesungguhan. Bahkan ketika fisik mereka tertahan dari sebuah amal shaleh yang nilainya paling tinggi dan merupakan puncak agama ini, pahala bagi mereka telah tertulis tunai dalam lembaran catatan amal kebaikan.

Sebaliknya, ada banyak sosok yang kehadirannya justru dianggap tidak ada sebab niatnya salah. Mereka melakukan sebuah amal shaleh dengan niat mendapatkan dunia-wanita, harta, jabatan, atau niat remeh lainnya. Sehingga, mereka hanya mendapatkan apa yang diniatkan, tanpa sedikit pun pahala di akhirat kelak.

Karena itu, niat menjadi amal yang amat penting. Ia harus lurus sejak sebelum melakukan sebuah amal. Kemudian senantiasa dirawat ketika dan sepanjang menjalankan amal tersebut. Hanya dengan niat yang benar dan cara yang benar pulalah amal seseorang akan ternilai sempurna dalam timbangan amal kebaikan.

Semoga Allah Ta’ala luruskan niat, mudahkan kita menjalankan sebuah amal, dan senantiasa membenarkan niat hanya karena Allah Ta’ala. Bukan karena selain-Nya. (kl/kisahikmah)

Sumber :Eramuslim