Sahabat Nabi Ini Menjadi Mata-matanya Pasukan Muslim
10Berita , Hudzaifah ra mengatakan, bahwa dalam perang Khandak, di satu sisi, pasukan Muslim berhadapan dengan orang-orang kafir Makkah yang dibantu oleh orang-orang kafir lainnya. Di sisi lainnya, mereka menghadapi Bani Quraidzah, kaum Yahudi Madinah, yang setiap saat siap menyerang jika Madinah kosong. Mereka pasti akan menyerang keluarga kaum Muslimin juga.
Dikisahkan dari Buku yang berjudul “Himpunan Fadhilah Amal” karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a., bahwa ketika itu, pasukan Muslim sedang menghadapi pertempuran di luar Madinah. Orang-orang munafik meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk meninggalkan peperangan dengan alasan rumahnya kosong dan dalam keadaan bahaya. Rasullah SAW pun mengizinkan mereka.
Bersamaan dengan itu, malam begitu gelap dan datang angin topan dahsyat yang belum pernah terjadi sebelumnya, juga sesudahnya. Jangankan untuk melihat orang lain, melihat tangan sendiri pun tidak dapat, karena begitu gelapnya. Halilintar sangat kuat menyambar diiringi gemuruh keras. Orang-orang munafik sagera melarikan diri ke rumah masing-masing.
Sedangkan kaum Muslimin tinggal tiga ratus orang yang tetap berada di tempat itu. Terhadap kejadian itu, Rasullah SAW menenangkan mereka satu persatu. Kemudian Beliau lewat di depan Hudzaifah. Ketika itu Hudzaifah tidak memiliki senjata unuk melawan musuh, juga tidak memiliki kain untuk berlindung dari udara dingin. Hanya ada sedikit kain yang dapat menutupi anggota badan yang penting hingga ke lutut, itu pun milik istrinya.
Ia duduk menelungkup ke tanah, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, ”Siapa kamu?” Ia menjawab, “Hudzaifah.” Karena dingin dan malu, ia tidak dapat berdiri dan tetap duduk terlengkup. Rasullah SAW bersabda, ”Hudzaifah, berdirilah! Pergilah ke tempat musuh, lalu bawalah berita yang sedang terjadi di sana.”
Pada waktu itu, ia sedang sangat ketakutan dan kedinginan yang luar biasa. Namun, karena demi menunaikan perintah Rasullah SAW, ia segara pergi. Ketika ia pergi, Rasullah SAW berdoa,”Ya Allah, jagalah ia dari arah depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri, dari atas dan dari bawah.”
Hudzaifah ra berkata, “Setelah Rasullah berdoa untukku, rasa takut langsung hilang dari diriku, begitu pula dingin yang ada pada diriku. Setiap melangkah, aku merasa seolah-olah berjalan dalam kehangatan. Rasullah SAW juga berpesan agar aku jangan melakukan apa pun yang terjadi, dan segera kembali lagi.”
Setibanya di sana, ia lihat api unggun sedang menyala. Orang-orag mengelilingi api unggun sambil memanaskan tangan mereka di dekat api, lalu digosokkan ke perut mereka. Tiba-tiba, dari setiap penjuru terdengar seruan, “Kembali, kembali!” Setiap orang menyeru agar kebilah segera kembali, karena tiba-tiba datang angin ribut dari empat arah, dengan hujan batu yang menghujani kemah-kemah. Tali-tali kemah musuh pun terputus, sedangkan kuda dan hewan lainnya banyak yang mati.
Abu Sufyan yang pada saat itu sebagai pimpinan rombongan kaum kafir sedang memanaskan kedua tangannya di atas api. Dalam hati Hudzaifah ra berkata, “Inilah kesempatan yang terbaik bagiku untuk membinasakannya.” Ia segera mengambil anak panah, lalu meletakannya di busurnya.
Namun, ia teringat pesan Rasullah SAW agar tidak melakukan tindakan apa pun kecuai melihat keadaan saja, lalu segera kembali. Maka, ia masukkan kembali anak panah itu ke tempatnya. Orang-orang kafir mulai mencurigai kehadirannya. Mereka berkata “Adakah di anatara kalian seorang mata-mata? Setiap orang hendaklah memegang tangan orang yang di sebelahnya.” Lantas orang di sebelahnya berkata, “Kamu siapa?” Jawab Hudzaifah, “Masa kamu tidak tahu siapa aku, aku ini fulan.” Lalu ia segera meninggalkan tempat itu.
Ketika menempuh setengah perjalanan, ia bertemu dengan serombongan penunggang kuda sekitar dua puluh orang yang semuanya memakai sorban. Mereka berkata kepada Hudzaifah ra, ”Beritahukan kepada tuanmu bahwa Allah telah membereskan musuh-musuh itu, jadi tidak usah khawatir lagi.”
Ketika kembli ke kemah, ia melihat Rasullah SAW sedang shalat dengan selimut di tubuhnya. Inilah kebiasaan Beliau yang mulia. Dalam keadaan genting, Beliau selalu bertawajuh dengan mendirikan shalat.
Selesai shalat, ia menceritakan kepada Beliau kejadian selama menjadi mata-mata tadi. Rasullah SAW tersenyum dengan giginya yang cemerlang lalu ia disuruh berbaring di dekat kakinya yang Mulia, dan ia diselimuti dengan sebagian selimutnya. Ia tempelkan dadanya ke telapak kaki Beliau SAW.
Sumber : Republika.co.id