OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 01 November 2017

Sumbangsih Ilmuwan Muslim Memecahkan Misteri Hieroglif

Sumbangsih Ilmuwan Muslim Memecahkan Misteri Hieroglif


10Berita ,  JAKARTA -- Selama ini, pakar-pakar yang di kenal berhasil memecahkan misteri hieroglif (tulisan dan abjad Mesir Kuno) pada umumnya berasal dari Barat, termasuk sosok sekelas Champollion. Naskah-naskah dari Barat pun lebih sering jadi rujukan utama bagi para ahli Mesir Kuno (egiptolog).

Sumber-sumber dari dunia Arab dianggap tidak relevan. Padahal, pada abad ke-16 dan 17, Eropa justru banyak merujuk manuskrip Arab.

Sekadar contoh, ada sebuah buku berbahasa Arab yang diterjemahkan ke bahasa Prancis pada 1666 tentang monumen-monumen tua Mesir Kuno. Buku ini karya ilmuwan Mesir bernama Mourtadi. Enam tahun kemudian buku yang sama diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan di London.

Buku lain yang juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan oleh orientalis terkenal Joseph Hammer pada 1806 adalah buku berjudul Ancient Alphabets and Hieroglyphic Cha racters Explained; with an Account of the Egyp tian Priests, their Classes, Initiation, and Sacrifices in the Arabic Language.

Buku ini karya Ahmad Bin Abubekr Bin Wahishih. Semua buku itu menunjukkan betapa berharganya manuskrip Arab bagi perkembangan egiptologi.

Konsep keterbukaan dalam mencari ilmu yang diajarkan Islam menawarkan iklim kondusif bagi setiap Muslim untuk mempelajari banyak hal, termasuk hieroglif. Maka, dugaan bahwa peradaban Islam tidak tahu apa pun soal Mesir Kuno, jelas salah.

Hasil penelitian seorang egiptolog dari University College London, Dr Okasha El-Daly menyebutkan, bangsa Arab sudah dikenal pada era Mesir Kuno. Di ibu kota Mesir Kuno, Memphis, misalnya, ada satu daerah yang disebut Markas Orang Asing yang didiami banyak orang Arab. Mereka tak hanya datang ke Mesir untuk ber dagang, tapi juga menetap. Di daerah itu, nama seperti Abdul dan Khalid jamak dipakai.

Bila membuka peta, terlihat jelas ada banyak jalur yang bisa ditempuh bangsa Arab menuju Mesir, baik darat melalui Sinai atau menye be rangi Laut Merah menuju hilir Sungai Nil atau mendarat di Sudan lalu berjalan ke utara menuju Mesir. Sayangnya, menurut Dr El-Daly, egiptolog melihat Mesir memakai kaca mata Eropa, buka dengan mata budaya Afrika.

Sumber :Republika Online