OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 12 Desember 2017

‘Implikasi besar’ Dipindahnya Kedutaan AS ke Baitul Maqdis

‘Implikasi besar’ Dipindahnya Kedutaan AS ke Baitul Maqdis

Oleh: Ali Harb

 

MENGAKUI Yerusalem (Baitul Maqdis) sebagai ibukota Israel mungkin hanya simbolis, namun menurut para analist hal tersebut  akan sangat berpengaruh bagi warga Palestina,  orang Arab dan umat Islam.

Presiden Institut Arab Amerika, James Zogby mengatakan bahwa memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem (Baitul Maqdis) tidak akan mengakhiri proses perdamaian karena pada dasarnya tidak ada upaya perdamaian.

“Saya juga tidak akan mengatakan bahwa hal tersebut mendiskreditkan Amerika Serikat karena AS telah didiskreditkan sehubungan dengan konflik Israel-Palestina,” Zogby menambahkan.

“Yang ingin saya katakan adalah bahwa ini merupakan tindakan yang bodoh dan berisiko karena akan menyulut amarah dan membahayakan jiwa manusia.”

Baca: Bela Palestina, MUI Pimpin ‘Aksi Terbesar Sepanjang Sejarah di Indonesia’


Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan berpindahnya kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem (Baitul Maqdis) sekaligus mengakui kota suci tersebut sebagai ibu kota Israel.

Meski keputusan tersebut dapat memperkuat bias Washington-pro-Israel, para analis mengatakan, simbolisme tersebut tidak hanya menghina orang-orang Palestina, tapi juga orang Arab dan Muslim di seluruh dunia.

Yerusalem telah menjadi simbol rasa sakit dan pengkhianatan sejarah yang ditimpakan pada orang-orang Arab, kata Zogby.

Keputusan Trump mengakui Baitul Maqdis jadi ibu kota Israel menghina orang Palestina dan Muslim seluruh dunia

“Ini sebuah luka yang tak terobati, dan hal tersebut hanya akan memperkeruh suasana,” katanya kepada Middle East Eye.

Graeme Bannerman, seorang mantan analis di Departemen Luar Negeri AS sekaligus seorang sarjana di Middle East Institute, menitikberatkan permasalahan simbolisme Baitul Maqdis tersebut.

Ketika ditanya apakah langkah tersebut akan berarti bagi proses perdamaian, Bannerman berkata: “Proses perdamaian apa?”

Amerika Serikat mendukung negosiasi antara Israel dan Palestina untuk menemukan penyelesaian konflik dalam kerangka solusi dua negara yang tidak mengalami perubahan sejak tahun 2014, sementara Israel telah memperluas permukiman ilegal di Tepi Barat.

Selama kampanye pemilihan umum AS tahun 2016, Trump berjanji untuk menjamin “kesepakatan akhir” guna mengakhiri konflik.

Presiden AS tersebut, yang bangga atas kemampuan dirinya dalam bernegosiasi, telah menugaskan menantunya Jared Kushner dengan menghidupkan kembali perundingan damai antara pemerintah Israel dan Otoritas Palestina.

Mengakui Baitul Maqdis sebagai Ibu Kota Israel akan membahayakan usaha Trump untuk menyelesaikan konflik tersebut, kata Bannerman.

“Proses tersebut benar-benar belum tercapai, dan hal ini tentu saja tidak akan membantu untuk bisa mencapainya,” katanya kepada MEE.

‘Implikasi besar’

Menurut sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh AAI yang dirilis pada hari Selasa, 33 persen dari pendukung partai Republik sepakat memindahkan kedutaan ke Baitul Maqdis dan 19 persen menginginkan tetap di Tel Aviv, sementara 48 persen tidak yakin atau abstain. Secara keseluruhan, hanya 20 persen responden yang menyetujui kedutaan pindah.

Baca: Yahudi Ortodoks Ikut Protes Keputusan Trump tentang Baitul Maqdis di New York


Bannerman mengatakan bahwa mengakui Baitul Maqdis sebagai ibu kota Israel adalah bentuk politik dalam negeri sebagai upaya untuk memenuhi janji kampanye. Hal tersebut memiliki “implikasi besar” bagi kedudukan Amerika di Timur Tengah, yang menyatakan bahwa status terakhir Baitul Maqdisseharusnya ditentukan oleh kesepakatan antara Israel dan Palestina.

“Ini adalah perubahan mendasar dalam posisi negosiasi Amerika,” katanya.

Namun AS tetap berada dalam posisi yang khusus untuk menekan kedua belah pihak, terutama Israel, guna melakukan kompromi.

“Hal ini memunculkan pertanyaan terkait  objektivitas Amerika Serikat sebagai negosiator Timur Tengah, tapi sejujurnya selama 25 tahun terakhir Amerika Serikat menjadi negosiator yang berat sebelah,” kata Bannerman.

Menyatakan bahwa Baitul Maqdis adalah ibu kota negara Yahudi pada dasarnya mengesampingkan penentuan nasib sendiri Palestina, mengabaikan hak kami untuk sebuah negara merdeka.

Hatem Abudayyeh, salah satu pendiri Jaringan Komunitas Palestina AS, mengatakan bahwa tindakan kedutaan tersebut tidak mengejutkan, namun hal tersebut mengacu kepada pandangan dunia pada Trump.

“Sudah jelas bahwa pengetahuan, pemahaman, dan penghormatan terhadap sejarah, masyarakat internasional, hak masyarakat dan bangsa yang dia miliki sangatlah kurang,” katanya kepada MEE.

Abudayyeh mengatakan bahwa kebijakan luar negeri Trump difokuskan pada upaya memperlemah milisi Syiah Hizbullah Libanon, Suriah dan Iran, dan melihat orang-orang Palestina sebagai salah satu “sektor perlawanan di dunia Arab”.

“Menyatakan bahwa Yerusalem (Baitul Maqdis) adalah ibu kota negara Yahudi pada dasarnya mengesampingkan penentuan nasib sendiri Palestina, mengabaikan hak kami untuk sebuah negara merdeka,” katanya.

Baca: Pernyataan Persatuan Ulama Palestina atas Keputusan Donald Trump terhadap Baitul Maqdis

Abudayyeh menambahkan bahwa langkah tersebut justru menghambat terciptanya solusi  damai.

Dia mengatakan bahwa meski deklarasi Trump tidak akan mengubah status praktis Yerusalem (Baitul Maqdis), yang telah berada di bawah kendali Israel selama lebih dari 50 tahun, namun fakta yang sebenarnya terjadi berbeda yang pada akhirnya memperkuat memperkuat pendudukan Israel atas Yerusalem (Baitul Maqdis).

Hubungan AS-Arab

Pemerintahan Trump telah menempatkan dirinya sebagai sekutu kuat Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Mesir, memperlakukan mereka sebagai bagian integral dari sebuah aliansi regional melawan Iran.

Meskipun analisa dan desas-desus tentang munculnya aliansi Israel-Saudi, namun penyebab Palestina tetap berpusat pada massa Arab dan Muslim, termasuk di ibukota Arab yang dekat dengan Riyadh.

‘Menyatakan bahwa Baitul Maqdisadalah ibu kota negara Yahudi pada dasarnya mengabaikan penentuan nasib sendiri warga Palestina, mengabaikan hak kami menuju sebuah negara merdeka’.

Bannerman mengatakan bahwa langkah kedutaan tersebut akan menempatkan warga Arab Saudi dan warga Mesir dalam posisi yang sulit.

Meskipun demikian, Dia mencatat bahwa negara-negara Arab sedang menghadapi permasalahan domestik dan regional yang serius, sehingga masalah Palestina ini tidak menjadi “isu  utama”.

“Pada akhirnya, hubungan dengan Amerika Serikat – dengan semua masalah mereka yang lain – lebih penting,” kata Bannerman kepadaMEE.

Zogby, dari AAI, mengatakan bahwa posisi AS di Palestina mempengaruhi kemampuan Washington untuk bekerja secara langsung dengan negara-negara Arab.

“Trump ingin menghadapi Iran dan mempertemukan orang Arab dan Israel; Itu tidak akan terjadi … kecuali jika mereka menyelesaikan Palestina, “kata Zogby.

Dia mengatakan negara-negara Arab memperjuangkan opini publik di AS, namun mereka juga tidak ingin mengambil langkah-langkah yang akan membahayakan opini publik di dalam negeri.

“Setiap pengumuman AS mengenai status Yerusalem sebelum penyelesaian akhir akan memiliki dampak yang merugikan pada proses perdamaian dan akan meningkatkan ketegangan di wilayah ini,” ujar Duta Besar Saudi untuk Washington Khalid bin Salman dalam sebuah pernyataan pada hari Senin.

“Kebijakan kerajaan selalu mendukung rakyat Palestina, dan ini telah dikomunikasikan ke pemerintah AS.”

Namun, di luar sensitivitas geopolitik terhadap Yerusalem melintasi seluruh dunia Muslim. Kota ini adalah rumah bagi Al-Aqsa, situs tersuci kedua Islam.

Baca :Baitul Maqdis dan Sikap Umat Islam

Memindahkan kedutaan dapat menyebabkan reaksi keras karena Yerusalem adalah masalah emosional bagi orang Arab dan umat Muslim, kata Zogby.

“Akan sangat mengerikan jika terjadi kekerasan, tapi permasalahannya ada pada orang-orang yang memprovokasi kekerasan tersebut,” tambahnya.

Menurut laporan media AS, Departemen Luar Negeri AS memperingatkan kedutaan besar Amerika di seluruh dunia untuk meningkatkan keamanan sebagai persiapan apabila terjadi demonstrasi jika Trump mengumumkan langkah kedutaan tersebut pada hari Rabu.

Yerusalem bukan hanya pertanyaan Palestina, kata Bannerman.

“Jika Anda menganggap hal tersebut hanya dalam konteks konflik Palestina-Israel, Anda tidak benar-benar memahami pentingnya Yerusalem,” kata Bannerman.

“Mungkin hal tersebut merupakan kelemahan dalam posisi administrasi; mereka tampaknya tidak mengerti bagaimana Yerusalem bergema di seluruh wilayah dan seluruh dunia Islam.”*

Penulis adalah pemikir Islam kontemporer asal Libanon. Artikel dimuat di  Middle East Eye (MEE) edisi Prancis. Diterjemahkan Muji Asri

Rep: Admin Hidcom

Editor: Cholis Akbar

Sumber :  Hidayatullah.com

Related Posts:

  • Inilah Kegiatan Habib Rizieq di Mekkah Inilah Kegiatan Habib Rizieq di Mekkah 10Berita – Ketua bantuan hukum FPI, Sugito Atmo mengatakan, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Sihab (HRS) masih melakukan sejumlah kegiatan di Makkah. Habib Rizieq… Read More
  • Ini Dia Fadhilah Shalat Shubuh Ini Dia Fadhilah Shalat Shubuh10Berita-DARI lima waktu shalat, ada salah satu waktu yang paling berat godaan dalam melaksanakannya. Apakah itu? Ya, shalat shubuh merupakan waktu yang paling sulit untuk dilalui. Sebab, pada wa… Read More
  • AFI NIHAYAH PARADISA = Apakah Di Akhirat Ada Surga AFI NIHAYAH PARADISA = Apakah Di Akhirat Ada Surga AFI NIHAYAH PARADISA ١- أٙ فِيْ بٙيْتٍ رٙجُلٌ؟ ٢- أ في بٙلٙدٍ رٙئِيْسٌ؟ ٣- أٙ فِيْ نِهٙاْيٙةٍ جٙنّٙةٌ؟ Baiklah, sengaja tiga kalimat di atas saya tulis lengkap dengan haraka… Read More
  • Ustadz Bachtiar Nasir: Saat Ini Umat Islam Dipancing untuk Radikal dan Anarkis Ustadz Bachtiar Nasir: Saat Ini Umat Islam Dipancing untuk Radikal dan Anarkis 10Berita-CILEUNGSI – Menyikapi problematika terkini, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI Ustadz Bachtiar Nasir mengatakan bahwa umat … Read More
  • Bos Maspion Herman Halim Masuk Islam Bos Maspion Herman Halim Masuk IslamAllah memang berhak untuk membuka hati siapa saja untukmenerima ajaran Islam secara kaffah. Begitu juga dengan Herman Halim, Presdir Bank Maspion ini terbuka hatinya dan memutuskan untuk me… Read More