PM Turki: Myanmar Lakukan Genosida Terhadap Muslim Rohingya
10Berita - DHAKA, BANGLADESH - Perdana Menteri Turki, Binali Yildirim mengatakan pembantaian Muslim Rohingya oleh pasukan pemerintah Myanmar adalah tindakan "genosida". Dan dia mendesak masyarakat internasional untuk menjamin keamanan warga Muslim minoritas yang teraniaya di tanah air mereka sendiri.
Yildirim membuat pernyataan tersebut setelah dia bertemu dengan beberapa anggota kelompok minoritas di dua kamp pengungsi di Cox's Bazar Bangladesh, Rabu kemarin (20/12/2017).
"Militer Myanmar telah berusaha mencabut komunitas Muslim Rohingya dari tanah air mereka dan karena itu mereka menganiaya, membakar rumah, desa, memperkosa, menyiksa perempuan dan membunuh mereka," kata Yildirim kepada wartawan sebelum terbang kembali ke Turki, sembari mencatat, "Ini satu jenis genosida."
"Masyarakat internasional juga harus bekerja sama untuk memastikan agar Muslim Rohingya selamat dan bermartabat kembali ke tanah air mereka," kata Yildirim.
Hampir 870.000 Muslim Rohingya dipaksa untuk meninggalkan Myanmar, sebagian besar ke Bangladesh, dalam beberapa tahun terakhir setelah tentara Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap kelompok minoritas di negara bagian Rakhine.
Pada hari Senin, komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Zeid Ra'ad al-Hussein, mengatakan bahwa dia tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa tindakan genosida telah dilakukan di Rakhine dalam beberapa bulan terakhir.
Dia mengatakan bahwa penyidik PBB telah mendengar kesaksian tentang pola pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, pembakaran yang konsisten.
Pekan lalu, dokter spesialis amal medis internasional, Doctors Without Border, yang juga dikenal dengan akronim Prancis Medecins Sans Frontieres, memperkirakan bahwa setidaknya 6.700 Muslim Rohingya, termasuk 700 anak-anak, telah terbunuh dalam waktu satu bulan sejak tindakan keras yang diperbaharui pada bulan Agustus.
Secara terpisah pada hari Rabu kemarin, penyelidik independen PBB mengenai hak asasi manusia di Myanmar, Yanghee Lee, dilarang mengunjungi negara tersebut selama sisa masa jabatannya.
Pelapor khusus tersebut dijadwalkan mengunjungi Myanmar pada bulan Januari untuk menilai situasi hak asasi manusia negara tersebut, termasuk pelanggaran terhadap Muslim Rohingya di Rakhine.
Namun dia mengatakan pada hari Rabu bahwa Myanmar telah memberitahunya bahwa dia tidak lagi diterima di negara itu.[fq/prtv]
Sumber : voa-islam.com